Meski sasarannya berbeda, UE dan G7 sama-sama mau harga gas alam dan minyak Rusia ditetapkan. UE dan G7 tidak mau harga gas alam dan minyak Rusia mengikuti mekanisme pasar.
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
Sepanjang September 2022, Eropa melakukan hal yang bertolak belakang satu sama lain. Ke Indonesia, sejumlah pejabat Uni Eropa mendorong perdagangan bebas dan persaingan usaha adil. Sementara di Eropa, terus berlangsung nasionalisasi perusahaan asing dan pengaturan harga komoditas.
Dorongan pada Indonesia dilakukan dalam kerangka perundingan perjanjian dagang Indonesia-Uni Eropa (Indonesia-UE CEPA). Di Jakarta pada 20 September 2022, Komisioner Perdagangan UE Valdis Dombrovskis menekankan pentingnya persaingan usaha yang sehat dan pasar bebas antara UE dan Indonesia.
Hampir sepekan sebelum paparan Dombrovskis, Jerman mengumumkan nasionalisasi PCK, Miro, dan Bayernoil. Seluruh anak usaha Rosneft, BUMN energi Rusia, di Jerman itu ditempatkan dalam pengendalian Bundesnetzagentur (BNA) atau regulator energi Jerman. Dilaporkan The Economist pada 24 September 2022, bukan kali itu saja aset Rusia dinasionalisasi oleh anggota terkaya UE tersebut. Pada April 2022, Berlin menasionalisasi aset-aset Gazprom, BUMN gas alam Rusia, di Jerman.
Berlin terdorong dua hal, yakni sanksi pada Rusia dan keinginan mengendalikan harga energi. Sanksi dijatuhkan karena Rusia menyerbu Ukraina. Dampak sanksi antara lain membuat pasokan energi dari Rusia ke Eropa tersendat sehingga harga melonjak.
Keinginan mengendalikan harga energi bukan hanya lewat nasionalisasi aset perusahaan asing. Awalnya bersama enam mitranya di G7, selanjutnya bersama 26 anggota UE lainnya, Jerman juga mau membatasi harga komoditas energi Rusia.
Meski sasarannya berbeda, UE dan G7 sama-sama mau harga gas alam dan minyak Rusia ditetapkan. UE dan G7 tidak mau harga gas alam dan minyak Rusia mengikuti mekanisme pasar.
Penolakan
Organisasi negara eksportir minyak, OPEC, secara terbuka menentang ide pembatasan harga minyak Rusia. OPEC memandang itu sebagai perwujudan kartel. OPEC amat berkepentingan mencegah gagasan itu terwujud.
Sebab, jika sukses dengan Rusia, kartel itu bisa diterapkan pada eksportir lain. Harga pun tidak lagi dibentuk melalui mekanisme pasar, mekanisme yang sangat diagungkan G7 dan UE. Harga dibentuk oleh sistem kartel karena berdasarkan kesepakatan sekelompok pembeli. OPEC+, kelompok yang dibentuk OPEC bersama Rusia, mau harga ditetapkan berdasarkan keseimbangan pasokan dan permintaan. Mekanisme yang berlaku pada komoditas lain.
Penolakan OPEC bersama Rusia sudah diwujudkan dengan memangkas produksi 100.000 barel per hari. Pada 5 Oktober 2022, OPEC+ disebut akan mendorong pemangkasan lebih lanjut. Dilaporkan Reuters, usulan pemangkasan mencapai 1 juta barel per hari.
Untuk pemangkasan lebih besar itu, OPEC mengajukan alasan penurunan harga minyak global. OPEC+ mengungkap potensi pemangkasan itu setelah UE mendorong pembatasan harga gas alam dan minyak. Sebagai konsumen besar migas, sikap UE perlu disikapi serius oleh OPEC+. Jika tidak, pembeli lain juga akan mengikuti UE dan mitranya.
Bagi OPEC+, sikap UE dan sekutunya pada komoditas energi Rusia tidak masuk akal. Selama ini, UE bersama Amerika Serikat dan negara lain amat menolak upaya-upaya intervensi pasar.
AS dan UE selalu kompak mengecam sejumlah negara yang menasionalisasi anak usaha perusahaan multinasional. Kecaman itu antara lain dilontarkan pada sejumlah negara Amerika Selatan dan Afrika yang menasionalisasi anak usaha perusahaan AS dan Eropa.
Kini, seperti dilakukan Jerman pada anak usaha Rosneft dan Gazprom, Eropa melakukan hal yang selama ini dikecamnya bila dilakukan negara lain. Selain menasionalisasi aset perusahaan asing, UE bersama AS dan sekutu mereka mau membatasi harga. Tindakan yang jelas tidak sesuai mekanisme pasar.