Peran Indonesia sebagai negara menengah semakin penting. Kehadiran Indonesia, antara lain, dapat diwujudkan dengan kehadiran TNI dalam beragam misi, termasuk misi-misi jarak jauh.
Oleh
BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO
·5 menit baca
Dari balik gumpalan awan, tiga Rafale Angkatan Udara Perancis menanjak meninggalkan ketinggian 15.000 kaki. Bersama satu pesawat angkut sedang A-400M Atlas, flight itu menyusul tanker A-330 yang tengah menyusuri pesisir barat Pulau Jawa di ketinggian 20.000 kaki.
Dua dari tiga Rafale kemudian terbang sejajar di sisi kanan A-330. Satu lainnya terbang mengiring di sisi kiri, sementara A-400M terbang mengekor A-330. Sekitar 10 menit terbang formasi, dari kokpit A-330 pilot mengumumkan, operasi pengisian bahan bakar di udara akan segera dilakukan.
Hanya dalam tempo sekitar 15 detik, selang fleksibel dengan ujung berbalut drogue (parasut berbentuk jaring) yang membantu selang itu tetap stabil terkontrol, terjulur perlahan dari sayap kiri A-330. Perlahan, satu Rafale yang semula berada di sisi ujung sayap kiri A-330 mendekat ke arah ekor A-330 dan mulai maju perlahan untuk mencucukkan probe ke selang yang melayang-layang itu.
Dalam joy flight pada Senin (12/9/2022) itu, A-330 menunjukkan salah satu kemampuannya sebagai tanker udara. Pada saat yang sama, A-330 tersebut juga memainkan peran sebagai pesawat angkut VIP. Siang itu, pesawat tersebut juga berpenumpang sejumlah diplomat Perancis dan sejumlah tamu undangan dari beberapa instansi di Indonesia.
Kapabilitas itu memang jadi bagian dari fungsi pesawat yang memiliki beragam peran yang menjadikannya dikenal sebagai Multi Role Tanker Transport (MRTT). Komandan Misi MRTT Quentin Gouthier mengatakan, selain mampu menjadi tanker, A-330 MRTT juga mampu memainkan peran sebagai platform evakuasi medis udara, pesawat angkut, serta pesawat angkut VIP.
Sebagai pesawat tanker, MRTT yang menggunakan platform sipil besutan Airbus, yaitu A-330-200, mampu melayani pengisian bahan bakar di udara dengan dua metode, yaitu drogue and probe serta boom and receptacle. Metode pertama menggunakan selang fleksibel dengan ujung berbungkus drogue, sementara metode kedua MRTT mengulurkan selang kaku bersayap yang terletak di bagian ekor pesawat ke arah nosel pesawat penerima, biasanya ada di punggung. Metode ini umum dilakukan untuk pesawat seperti F-16.
Bagi TNI Angkatan Udara, kemampuan tersebut—dua metode dalam satu platform—tentu sangat membantu. Garda penjaga udara Tanah Air itu saat ini memiliki beberapa jenis pesawat dengan metode pengisian bahan bakar berbeda. Barisan SU-27, SU-30, dan Hawk TNI Angkatan Udara menggunakan metode drogue and probe, sementara armada F-16 A/B dan F-16 C/D menggunakan metode boom and receptacle.
Kebutuhan
Sayangnya, saat ini TNI Angkatan Udara hanya memiliki satu tanker, yaitu KC-130B Hercules. Pesawat angkut sedang dengan nomor A-1309 itu melayani pengisian bahan bakar di udara dengan satu metode saja, yaitu drogue and probe. Dalam operasi jarak jauh, A-1309 hanya mampu melayani SU-27 dan SU-30, sementara F-16 yang saat ini menjadi tulang punggung TNI Angkatan Udara belum dapat dilayani. Apabila menjalani operasi jarak jauh, F-16—meskipun membawa tangki cadangan—tetap harus mendarat terlebih dahulu untuk mengisi bahan bakar.
Tentu situasinya bisa berubah apabila TNI Angkatan Udara juga memiliki platform yang mampu melayani pengisian bahan bakar dengan metode boom and receptacle. Kemampuan F-16 TNI Angkatan Udara untuk menggelar operasi jarak jauh tentu bakal terdongkrak.
Hal itu terjadi saat F-16 C/D TNI Angkatan Udara menjalani penerbangan jarak jauh dari Amerika Serikat. Flight F-16 C/D TNI Angkatan Udara itu mendapat pasokan bahan bakar dari KC-10 Extender Angkatan Udara Amerika Serikat saat melintasi Pasifik. Selain KC-10 Extender, armada tanker udara AS kini juga diperkuat oleh KC-46 Pegasus. Pesawat berbasis platform sipil Boeing 767 itu juga memiliki kemampuan seperti A-330 MRTT. Bedanya, kapasitas angkut dan daya jangkau KC-46 lebih rendah dibandingkan A-330 MRTT.
Menurut Gouthier, kehadiran MRTT—apa pun platformnya—penting untuk mendukung misi jarak jauh. Keberadaan tanker udara secara signifikan mengurangi waktu yang dibutuhkan sebuah pesawat tempur untuk mengisi bahan bakar apabila harus mendarat sebelum melanjutkan misinya. ”Setiap menit dengan metode probe, MRTT mampu menyalurkan 1,2 ton bahan bakar untuk pesawat penerima, sementara dengan boom bisa lebih banyak, sekitar tiga kali lipat,” kata Gouthier.
Seorang perwira TNI Angkatan Udara membenarkan pernyataan Gouthier. Indonesia membutuhkan dua metode pengisian bahan bakar itu. Terkait platform, baik di Boeing maupun Airbus, kedua sistem itu telah dikenal baik oleh para teknisi di Indonesia.
Dengan luas wilayah lebih dari 5 juta kilometer persegi, layak bagi Indonesia untuk memiliki pesawat MRTT. Bisa dibayangkan untuk menggelar misi patroli hingga perbatasan di bagian timur, pesawat tempur yang diterbangkan dari Pangkalan Udara Iswahyudi, Madiun, tidak perlu mendarat lebih dahulu di El Tari, Kupang, atau Hasanuddin, di Makassar untuk mengisi bahan bakar sebelum melanjutkan misi ke Jayapura atau Merauke. Dengan dukungan MRTT, pesawat-pesawat tempur TNI Angkatan Udara tentu mampu menghemat waktu dan bisa dengan segera mencapai target misi yang berada jauh di luar jangkauan jelajah setiap pesawat tempur.
Dalam situasi lain, MRTT yang mampu diubah menjadi pesawat angkut dapat memindahkan 300 personel secara cepat ke wilayah operasi. Sebagai pesawat dengan basis pesawat sipil, MRTT pun sangat layak menjadi pesawat angkut VIP. Tak hanya itu, dengan daya jangkau hingga 8.000 nautikal mil atau sekitar 14.816 kilometer, MRTT dapat menjadi andalan misi jarak jauh TNI Angkatan Udara.
Pada pertengahan 2020, saat pandemi Covid-19 menggila, sembari mengiringi penerbangan batch pertama Rafale pesanan Angkatan Udara India, salah satu A-330 MRTT Angkatan Udara Perancis juga mengemban misi kemanusiaan. Dalam kabinnya, A-330 Phenix MRTT membawa 70 ventilator, 100.000 kit alat uji, serta 10 ahli kesehatan. Bantuan itu diserahkan dengan cara dikirim Pemerintah Perancis untuk mendukung India melawan Covid 19.
Perkembangan keamanan global membuat sejumlah negara, termasuk negara-negara di kawasan, memperkuat alutsista mereka, termasuk kehadiran angkatan bersenjata mereka. Australia, Singapura, dan Korea Selatan adalah negara-negara di kawasan Asia dan Pasifik yang telah mengoperasikan A-330 MRTT. Jepang menyusul AS mengoperasikan KC-46 Pegasus.
Arab Saudi pada akhir tahun lalu memutuskan untuk menambah dua A-330 MRTT baru. Sebelumnya, negara kaya di kawasan teluk itu telah memiliki tiga A-330 MRTT.
Beberapa misi kemanusiaan, TNI Angkatan Udara sejauh ini mengandalkan C-130 Hercules. Salah satu misi yang diemban adalah pengiriman bantuan untuk pengungsi Rohingya di Bangladesh pada tahun 2017. Kini, dengan kemampuan dan peran yang semakin signifikan di kawasan, layak bagi Indonesia untuk turut memiliki pesawat sekelas MRTT yang memiliki kemampuan beragam.