Indonesia Kembali Tekankan Kerja Sama Global di Sidang Umum PBB
Setelah dua tahun digelar secara virtual, tahun ini Sidang Majelis Umum PBB digelar secara tatap muka. Indonesia menegaskan pentingnya multilateralisme dalam menghadapi persoalan global.
Oleh
FRANSISCA ROMANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah situasi global yang belum kondusif, delegasi Indonesia akan kembali menyuarakan pentingnya multilateralisme dalam Sidang Ke-77 Majelis Umum PBB pada 13-26 September 2022 di New York, Amerika Serikat. Indonesia juga membawa misi presidensi G20 dalam acara tersebut, menjelang pertemuan tingkat tinggi G20 pada November mendatang.
Setelah digelar secara virtual karena pandemi selama dua tahun terakhir, tahun ini sidang diadakan secara tatap muka. Delegasi Indonesia akan dipimpin Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Presiden Joko Widodo tidak akan hadir dalam sidang tersebut.
”Persaingan negara besar, konflik senjata, pandemi Covid-19, lalu ada cacar monyet masih mewarnai situasi global saat ini. Belum lagi ada tindakan unilateral oleh negara-negara, titik panas di Asia Pasifik dan Laut China Selatan, juga isu nuklir di Semenanjung Korea,” kata Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Ngeri Tri Tharyat saat jumpa media, Senin (12/9/2022), di Jakarta.
Untuk itu, penting bagi Indonesia untuk sekali lagi menekankan multilateralisme dalam menghadapi persoalan tersebut. Pendekatan unilateral, kata Tri, yang bernuansa ”ambil atau tinggalkan”, sama sekali tidak bisa menjawab tantangan global karena tidak ada inklusivitas. Maka, Indonesia juga akan menekankan pentingnya peran PBB dalam penanganan tantangan global saat ini. ”Saat ini tidak ada pilihan lain, kecuali PBB, yang beranggotakan 193 negara dan mampu menyelesaikan persoalan global,” ujar Tri.
Krisis pangan dan energi global juga menjadi perhatian Indonesia dalam sidang Majelis Umum PBB tahun ini. Kenaikan harga energi terjadi hampir di seluruh negara di dunia, kecuali penghasil minyak. Krisis pangan juga hampir merata. Diperkirakan harga-harga pangan bisa naik hingga 50 persen, sementara harga energi naik 30 persen.
Misi G20
Terkait misi G20, Indonesia akan mengusung kembali penguatan arsitektur kesehatan global, energi terbarukan, dan pendidikan. Untuk itu, Retno akan bertemu secara bilateral dengan semua menlu anggota G20 untuk persiapan KTT.
Tri menjelaskan, baru kali ini presidensi G20 mengundang negara-negara kepulauan yang diwakili Fiji dan negara Komunitas Karibia (Caricom) yang diketuai Suriname. Tujuannya adalah merangkul negara-negara berkembang. Dengan demikian, KTT G20 bisa memberikan hasil konkret. ”Hasilnya akan masuk dalam dua keranjang. Pertama, bantuan G20 untuk negara-negara non-anggota. Kedua, nilai tambah bagi kepentingan nasional,” katanya.
Direktur Pembangunan Ekonomi dan Lingkungan Hidup Kemenlu Hari Prabowo menambahkan, sampai saat ini proses konfirmasi kehadiran para kepala negara G20 masih berjalan. Beberapa kepala negara sudah memberikan konfirmasi tertulis dan konfirmasi informal, di antaranya Argentina, Australia, Brasil, Korea Selatan, Afrika Selatan, Kamboja, Suriname, juga Bank Dunia.
Dalam rangkaian Sidang Ke-77 Majelis Umum PBB, Presiden Joko Widodo akan menerima Global Citizen Award yang diberikan lembaga Atlantic Council. Tri mengatakan, penghargaan ini merupakan bentuk pengakuan atas kepemimpinan Indonesia di G20, upaya perdamaian internasional yang ditandai dengan kehadiran di Kyiv dan Moskwa, serta kerja sama pascapandemi Covid-19.
Tahun ini penghargaan itu juga akan diberikan kepada Perdana Menteri Swedia Magdalena Andersson dan Presiden Finlandia Sauli Niinisto. ”Rencananya presiden akan memberikan pesan melalui video dalam acara penerimaan penghargaan tersebut,” ujar Tri.
Isu HAM
Seperti yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir, isu hak asasi manusia di Papua selalu dimunculkan oleh beberapa negara Pasifik. Tidak bisa dimungkiri jika tahun ini isu tersebut akan dicuatkan kembali oleh delegasi negara tersebut. Yang pasti, kata Tri, Indonesia akan mempersiapkan jawaban terbaik, termasuk menegaskan komitmen Pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu dan beberapa insiden yang masih terjadi.
Direktur HAM dan Kemanusiaan Kemenlu Achsanul Habib mengatakan, Indonesia akan menyelesaikan Kajian Periodik Universal (UPR) tentang hak asasi manusia siklus keempat tahun ini, setelah terakhir pada 2017. ”Pokok isinya adalah menjawab 167 rekomendasi yang disampaikan. Yang paling menjadi perhatian adalah isu kelompok rentan, yakni perempuan, anak, disabilitas, dan masyarakat adat. Selain itu, Indonesia mengangkat soal perlindungan dan pemajuan HAM di tengah pandemi,” katanya.
Indonesia, lanjut dia, adalah negara terbuka yang menerima rekomendasi dan berupaya melaksanakan dengan proses konstruktif. ”Pemerintah masih menemukan pelanggaran dan mengecam kekerasan oleh siapa pun,” katanya.