RI Serukan Perdamaian dan Stabilitas Kawasan di Sidang Majelis Umum PBB
Perdamaian dan stabilitas disampaikan Menlu Retno sebagai satu dari dua isu utama dalam berbagai forum Sidang Ke-76 Majelis Umum PBB. Isu utama lainnya adalah upaya global dalam mengatasi Covid-19.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seruan perdamaian dan stabilitas di kawasan Asia Tenggara, Asia, dan Indo-Pasifik diusung Pemerintah RI dalam sejumlah forum terkait Sidang Ke-76 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dalam rangkaian pertemuan tingkat tinggi menegaskan sikap Indonesia dalam sejumlah isu, mulai dari persatuan dan sentralitas Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau ASEAN, krisis Myanmar, stabilitas Indo-Pasifik, hingga Afghanistan.
Retno dalam keterangan pers virtual dari New York pada Selasa (21/9/2021) atau Rabu (22/9) pagi WIB menegaskan, kondisi pandemi Covid-19 tidak boleh menjauhkan perhatian negara-negara dari upaya menjaga perdamaian dan stabilitas. Ini disampaikan Retno dalam acara yang digelar organisasi nirlaba global, Asia Society, dalam rangkaian Sidang Majelis Umum PBB. ”Perdamaian dan stabilitas justru merupakan enabler (pendorong) bagi terciptanya kerja sama yang baik untuk mengatasi Covid-19 dan kerja sama dalam konteks pemulihan ekonomi,” katanya.
Perdamaian dan stabilitas disampaikan sebagai satu dari dua isu utama dalam forum itu. Isu utama lainnya adalah upaya global mengatasi Covid-19. Terkait isu penanganan Covid-19, Indonesia menegaskan soal kerja sama global. Retno kembali menekankan pentingnya mempersempit kesenjangan akses terhadap vaksin serta menghindari diskriminasi dan politisasi vaksin.
Di kawasan Asia Tenggara, Retno menjelaskan peran ASEAN selama ini. Ditekankan bahwa persatuan dan sentralitas ASEAN sangat penting untuk terus dijaga. Harapannya, ASEAN dapat terus memberikan kontribusi untuk menjaga perdamaian dan stabilitas Asia Tenggara.
Kekerasan di Myanmar
Retno juga menjelaskan upaya ASEAN untuk membantu mengatasi krisis di Myanmar dan peran yang dimainkan Indonesia. Indonesia mengajak negara anggota ASEAN agar implementasi Lima Poin Konsensus tentang Myanmar dapat dijalankan. Sebab, itu mandat jelas yang diberikan para pemimpin ASEAN dalam pertemuan di Jakarta pada April lalu. ”Kita harus akui implementasi Lima Poin Konsensus mengalami kelambatan, tetapi Indonesia akan terus berusaha agar terdapat kemajuan,” kata Retno.
Lima Poin Konsensus itu mencakup, pertama, mandat harus segera dihentikannya kekerasan di Myanmar. Kedua, dialog konstrukstif di antara semua pihak terkait guna mencari solusi damai bagi kepentingan rakyat Myanmar. Ketiga, utusan khusus Ketua ASEAN akan memfasilitasi mediasi proses dialog dengan bantuan Sekretaris Jenderal (Sekjen) ASEAN. Keempat, ASEAN akan memberikan bantuan kemanusiaan melalui ASEAN Humanitarian Assistance (AHA) Center. Kelima, utusan khusus dan delegasi ASEAN akan mengunjungi Myanmar untuk bertemu semua pihak terkait.
Dalam konteks yang lebih luas di luar Asia Tenggara, khususnya Indo-Pasifik, Indonesia melihat dan mengkhawatirkan meningkatnya tensi di antara negara-negara besar. Retno mengutip pidato Sekjen PBB Antonio Guterres yang mengingatkan kemungkinan terjadinya perang dingin baru.
”Dalam kaitan ini, saya singgung mengenai AUKUS dan keputusan Australia bagi pengadaan kapal selam bertenaga nuklir. Saya sampaikan, kita menerima penjelasan Australia, kita mendengarkan komitmen-komitmen yang diberikan Australia, termasuk untuk terus menghormati NPT (perjanjian nonproliferasi), prinsip-prinsip non-proliferasi, dan hukum internasional,” tutur Retno.
AUKUS adalah pakta kemananan atau aliansi militer yang dibentuk bersama oleh Australia, Inggris, dan Amerika Serikat (AS). Pakta keamanan itu mengindikasikan masuknya nuklir ke kawasan Asia Tenggara. Salah satu program AUKUS adalah membantu Australia dalam pengadaan delapan kapal selam bertenaga nuklir.
”Di forum Asia Society tadi saya menekankan bahwa yang tidak diinginkan oleh kita semua adalah kemungkinan meningkatnya perlombaan senjata dan power projection di kawasan, yang tentunya akan dapat mengancam stabilitas keamanan kawasan,” kata Retno.
Retno juga melaporkan soal sorotan isu terkait Afghanistan. Di Asia Society, ia menyebutkan, dari awal Indonesia merupakan salah satu pendukung proses perdamaian di Afghanistan. Retno mengungkapkan fokus pada dua isu utama terkait proses mewujudkan perdamaian di Afghanistan, yakni kerja sama ulama dan pemajuan perempuan. ”Saya tekankan, kepentingan Indonesia hanya satu, yaitu ingin melihat rakyat Afghanistan menikmati perdamaian, sejahtera, dan hak-haknya, tentunya termasuk hak-hak perempuan,” katanya.
Pembicaraan dengan topik Afghanistan juga terjadi dalam sejumlah pertemuan bilateral Retno dengan para menlu dan pejabat tinggi di sela-sela sidang Majelis Umum PBB. Retno berbicara lewat telepon dengan Abdullah Abdullah dari Afghanistan.
Abdullah adalah mantan CEO Pemerintah Afghanistan di masa pemerintahan Presiden Ashraf Ghani (2014-2020) lalu Ketua Dewan Tinggi untuk Rekonsiliasi Nasional Afghanistan (2020-2021). Retno bersama Abdullah saling bertukar pikiran tentang situasi Afghanistan saat-saat ini. Disampaikan Retno, Abdullah berharap agar Indonesia dapat terus berkontribusi agar Afghanistan damai, stabil, dan sejahtera.