Jaksa Bisa Tunda Tuntut Trump Setelah Pemilu Sela, November 2022
Sejak puluhan tahun lalu, jaksa di AS dilarang memproses penuntutan yang dikhawatirkan bisa memengaruhi hasil pemilu. Sejumlah pejabat Kejaksaan Agung AS menyebut kemungkinan penundaan tuntutan terhadap Donald Trump.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
WASHINGTON, KAMIS — Kejaksaan Agung Amerika Serikat bisa menunda penuntutan terhadap mantan Presiden AS Donald Trump sampai pemilu sela selesai. Sementara Trump terus melawan atas potensi dua gugatan terhadap dirinya. Gugatan itu terkait penyalahgunaan dokumen rahasia dan upaya mengubah hasil Pemilu 2020.
Kemungkinan penundaan penuntutan terhadap Trump itu diungkap sejumlah pejabat Kejaksaan Agung AS kepada Bloomberg. Dalam laporan pada Kamis (1/9/2022), Bloomberg mengutip sejumlah pejabat yang menyebut kejaksaan akan mengikuti tradisi lama.
Sejak puluhan tahun lalu, jaksa dilarang memproses penuntutan yang dikhawatirkan dapat memengaruhi hasil pemilu. Larangan itu terutama berlaku pada periode 60 hari sebelum waktu pemungutan suara puncak.
Larangan itu ditegaskan ulang Jaksa Agung AS Merrick Garland lewat perintah dinas pada Mei 2022. ”Pastikan sikap partisan tidak memengaruhi keputusan penyidik atau penuntut federal pada kasus apa pun,” demikian tertulis dalam perintah itu.
Pada 8 November 2022, AS akan menggelar pemilu sela. Pemilu ini diselenggarakan untuk memilih semua anggota DPR dan 35 senator AS. Ada pula pemilihan 39 gubernur dan pejabat lain di puluhan negara bagian.
Sumber Bloomberg mengatakan, tidak jelas apakah akan ada keputusan penuntutan terhadap Trump sebelum hari pemungutan suara. Kejaksaan pun tidak digesa untuk segera menuntut Trump.
Kepala Seksi Kontra Intelijen Kejaksaan Agung AS Jay Bratt mengatakan, penyelidikan terhadap mantan Presiden AS itu masih tahap sangat awal. Kejaksaan belum menentukan pelanggaran oleh Trump.
Kejaksaan Agung AS sedang menyelidiki dugaan pelanggaran Trump terkait dokumen rahasia negara. Pada 8 Agustus 2022, penyelidik dari Biro Investigasi Federal (FBI) AS menggeledah kediaman Trump di Florida. Sejauh ini, penyelidik telah menemukan 320 dokumen rahasia dan terbatas dari sanggraloka yang tergabung dengan lapangan golf tersebut. Bahkan, telah beredar foto sejumlah dokumen berada di lantai salah satu ruangan Mar-a-Lago, nama sangraloka tempat kediaman resmi Trump. Dokumen itu antara lain ditandai sebagai sangat rahasia, rahasia, hingga terbatas.
Gugatan
Sejak penggeledahan terjadi, telah masuk serangkaian gugatan dari berbagai pihak. Sebagian pihak menuntut agar sejumlah materi penyelidikan, mulai dari surat perintah penggeledahan hingga daftar sitaan, diungkap kepada publik.
Menghadapi serangkaian gugatan tersebut, Jaksa Pengacara Negara AS menegaskan bahwa peraturan perundang-undangan AS amat jelas menetapkan seluruh dokumen kepresidenan adalah milik negara. Presiden dan, apalagi, mantan presiden tidak punya hak atas dokumen itu.
Dalam serangkaian sidang terungkap, sebagian dokumen di kediaman Trump sudah bocor dan diakses pihak yang tidak berhak. Penyelidik tengah menyusun bukti yang menunjukkan Trump dan penasihat hukumnya berusaha merintangi penyelidikan.
Trump juga sudah mengajukan serangkaian gugatan. Salah satunya akan dibacakan pada Kamis ini. Dalam gugatan itu, Trump antara lain meminta pengadilan menetapkan dokumen yang ada Mar-a-Lago dapat dikembalikan ke negara tanpa harus melalui penyelidikan.
Penasihat hukum Trump tidak menjelaskan bahwa Badan Arsip Nasional AS telah meminta Trump mengembalikan seluruh dokumen sejak Januari 2021. Saat keluar dari Gedung Putih, Trump membawa sejumlah dokumen. Setelah ada permintaan dari badan arsip, sebagian dokumen dikembalikan dan sebagian lagi tetap disimpan Trump.
Pada Januari 2022, badan arsip menghubungi FBI dan Kejaksaan Agung soal dokumen yang masih disimpan Trump. Setelah berbulan-bulan komunikasi dan Trump tidak kunjung mengembalikan dokumen, FBI menggeledah Mar-a-Lago.
Politis
Pendukung Trump berkeras bahwa penggeledahan dan penyelidikan itu bermotif politik. Senator sekaligus sekutu Trump, Lindsey Graham, memperingatkan potensi kerusuhan jika Trump sampai didakwa dalam kasus dokumen itu. Potongan video berisi pernyataan itu telah beredar luas di AS.
Nama Trump memang tidak ada di kertas suara pemilu sela pada 8 November 2022. Walakin, Trump menyokong sejumlah politisi hampir semua negara bagian AS dalam pemilu itu. Sebagian politisi itu telah memenangi pemilihan internal sehingga berhak dimasukkan ke kertas suara.
Trump juga mengindikasikan akan kembali mencalonkan diri sebagai Presiden AS pada pemilu November 2024. Sejumlah pihak menduga, pencalonan Trump akan diumumkan sebelum pemilu sela 2022.
Meski pendukung Trump mendesak tidak ada penuntutan sebelum pemilu sela, tidak ada jaminan Kejaksaan Agung AS tidak melakukan itu. Pada 2022, Jaksa Agung AS William Barr mengumumkan penyelidikan dugaan pemilih palsu. Penyelidikan itu dituding mengikuti tudingan Trump dan pendukungnya soal keberadaan pemilih gelap.
Adapun pada 2016, Direktur FBI James Comey mengumumkan penyelidikan terhadap Hillary Clinton. Penyelidikan terkait dugaan penyalahgunaan surat elektronik (surel) pribadi untuk urusan dinas. Pendukung Hillary menuding pengumuman Comey merusak peluang kemenangan Hillary. (AFP/REUTERS)