Afghanistan Kelaparan, AS Tetap Tidak Mau Kembalikan Aset
Sedikitnya 24 juta warga Afghanistan butuh bantuan kemanusiaan. Selain itu, 3 juta anak Afghanistan kekurangan nutrisi. Kondisi itu tetap tidak mengubah pendirian AS untuk menyita miliaran dollar AS uang Afghanistan.
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
NEW YORK, SELASA — Amerika Serikat terus menolak mengembalikan miliaran dollar AS uang milik bank sentral Afghanistan yang dibekukannya. Padahal, dana itu diperlukan untuk mengatasi kondisi Afghanistan yang semakin memburuk.
Koordinator Bantuan Darurat Perserikatan Bangsa-Bangsa Martin Griffiths mengatakan, sedikitnya 24 juta warga Afghanistan butuh bantuan kemanusiaan. Selain itu, 3 juta anak Afghanistan kekurangan nutrisi.
”Sekitar 25 juta orang hidup dalam kemiskinan, pengangguran bisa mencapai 40 persen,” ujarnya dalam rapat Dewan Keamanan PBB, Senin (29/8/2022) siang waktu New York atau Selasa (30/8/2022) dini hari WIB. Ia juga mengungkap, dana bantuan kemanusiaan untuk Afghanistan kurang 3,14 miliar dollar AS. Program perbantuan Afghanistan butuh 614 juta dollar AS secepatnya.
Wakil Tetap AS di PBB Linda Thomas-Greenfield menyikapi laporan itu dengan menuding China dan Rusia tidak memberi cukup dana untuk membantu Afghanistan. ”AS adalah penyumbang terbesar Afghanistan dan tahun lalu memberikan bantuan kemanusiaan 775 juta dollar AS untuk warga Afghanistan,” katanya.
Wakil Tetap China, Iran, Pakistan, dan Rusia menyikapi laporan Griffiths dengan kembali mendesak AS segera mencairkan aset bank sentral Afghanistan (DAB). Sejak Taliban kembali berkuasa pada Agustus 2021, Presiden AS Joe Biden mengumumkan pembekuan uang 7 miliar dollar AS milik DAB yang disimpan di Federal Reserve atau bank sentral AS cabang New York.
”Penting untuk mengembalikan uang yang dicuri dari rakyat Afhanistan,” kata Wakil Tetap Rusia di PBB Vasily Nebenzya. Ia juga mengecam Thomas-Greenfield dan sekutu AS di Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) soal kontribusi Rusia pada Afghanistan.
”Kami diminta membayar pembangunan ulang suatu negara yang ekonominya dihancurkan dalam pendudukan 20 tahun oleh AS dan NATO. Alih-alih mengakui kesalahan dan memperbaikinya malah menuding kami tidak mau membayar tagihan orang lain,” tutur Nebenzya.
Dalam sidang DK PBB, Thomas-Greenfield kembali menegaskan sikap negaranya. AS tidak akan mengembalikan dana DAB di bank-bank AS. Sebab, Washington khawatir dana itu dipakai Taliban untuk keperluan selain menyejahterakan warga Afghanistan.
Penolakan
Penolakan Biden mengembalikan dana Afghanistan mendapat tentangan di dalam dan luar AS. Dalam keputusan pada 26 Agustus 2022, hakim di New York, Sarah Netburn, menegaskan dapat disimpulkan Washington mengakui Taliban sebagai Pemerintah Afghanistan jika terus membekukan aset DAB.
Ia juga menegaskan, DAB tidak bisa dimasukkan dalam obyek terkait gugatan sebagian warga AS terhadap Taliban. Pada 2021, sekitar 150 keluarga korban peristiwa 11 September 2001 mengajukan klaim bahwa mereka berhak atas sebagian aset DAB yang ditahan AS. Biden juga mengumumkan, separuh dari aset DAB di AS akan diberikan kepada keluarga korban 11 September 2001.
”Uang itu milik warga Afghanistan. AS, selama 365 hari, menahan uang itu di brankas New York kala warga Afghanistan merebus rumput agar bisa makan, menjual ginjal, dan anak-anaknya kelaparan. Tidak masuk akal, uang itu harus dikembalikan,” kata pendiri Medea Benjamin yang mendirikan Unfreeze Afghanistan, kelompok yang mengampanyekan pengembalian aset Afghanistan yang disita AS.
Ekonom senior AS, Joseph Stiglitz, bersama 70 tokoh di sejumlah negara juga meminta hal senada. Dalam surat kepada Biden pada 10 Agustus 2022, Stiglitz dan para tokoh lain menyebut DAB tidak mungkin berfungsi jika asetnya dibekukan AS dan negara lain. ”Untuk memitigasi krisis kemanusiaan dan memulihkan perekonomian Afghanistan, kami mendesak Anda mengizinkan DAB mengambil lagi semua aset internasionalnya,” demikian tertulis dalam surat itu. (AFP/REUTERS)