Afghanistan Tuding Biden Mencuri Dana Rakyat Miskin dan Lapar
Penyitaan uang yang dibekukan AS menunjukkan pembusukan kemanusiaan dan moralitas paling rendah dari suatu negara dan bangsa.
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
Warga Afghanistan marah besar kepada Presiden Amerika Serikat Joe Biden. Sebab, Joe Biden mengusulkan menyita 3,5 miliar dollar AS milik Bank Sentral Afghanistan yang tersimpan di New York.
Kala pemerintahan Afghanistan kembali terguling pada Agustus 2021, ada pertanyaan soal aset-aset Bank Sentral Afghanistan (DAB) di luar negeri. Aset itu antara lain dana 7 miliar dollar AS di New York. Biden mengumumkan, 3,5 miliar dollar AS dari dana itu akan dikucurkan kepada organisasi kemanusiaan. Sementara sisanya akan dipakai untuk membayar ganti rugi kepada keluarga korban peristiwa 11 September 2001. Keluarga korban menuntut ganti rugi, antara lain, kepada Taliban yang kini berkuasa di Afghanistan.
Kemarahan warga Afghanistan atas usulan penyitaan itu antara lain ditumpahkan lewat unjuk rasa pada Sabtu (12/2/2022) di Kabul, Afghanistan. Mereka meminta penyitaan tidak dilakukan. Mereka juga meminta AS membayar ganti rugi atas puluhan ribu warga Afghanistan yang tewas selama AS menduduki Afghanistan. Berkali-kali terungkap, warga Afghanistan tewas akibat serangan AS. Salah satu kasus paling mutakhir terjadi pada Agustus 2021.
Serangan udara AS menewaskan warga Afghanistan yang bekerja untuk lembaga kemanusiaan AS. Serangan itu juga menewaskan sejumlah anak. Sampai sekarang, ganti rugi kepada keluarga korban tidak jelas.
Selain di Kabul, kemarahan juga ditumpahkan warga Afghanistan di AS. ”Warga Afghanistan tidak ada hubungan dengan peristiwa 11 September. Ini fakta tidak terbantahkan. Usulan Biden bukan keadilan untuk keluarga (korban peristiwa) 11 September. Ini pencurian dana rakyat bangsa miskin yang sudah kelaparan gara-gara AS,” kata aktivis Afghanistan di AS, Bilal Askaryar.
Taliban juga mengungkapkan kemarahannya. ”Pencurian dan penyitaan uang yang dibekukan AS menunjukkan pembusukan kemanusiaan dan moralitas paling rendah dari suatu negara dan bangsa,” kata juru bicara Taliban, Mohammad Naeem.
Pendiri Afghans for a Better Tomorrow, Halema Wali, menegaskan, dana 7 miliar dollar AS itu milik rakyat Afghanistan yang tengah menghadapi krisis kemanusiaan. ”Sangat keterlaluan. Ini sama saja menyatakan bank sentral Afghanistan tidak berfungsi. Akan tetapi, kami akan menyisakan sedikit uang bagi warga yang sedang kelaparan,” kata warga Afghanistan yang kini berada di AS itu.
Masalah baru
Human Rights Watch (HRW) menyebut, keputusan Biden bisa memicu masalah baru untuk mengatasi masalah kemanusiaan Afghanistan. Ada pula masalah pengelolaan dana negara. ”Semua dana itu sepenuhnya secara sah milik warga Afghanistan,” kata Direktur Pendampingan Asia pada HRW John Sifton sebagaimana dikutip dalam pernyataan resmi HRW.
Seperti Askaryar, Sifton juga berpendapat keputusan Biden sama saja menghukum seluruh Afghanistan atas kejahatan yang dilakukan Taliban. Padahal, AS tidak mengakui Taliban. ”Taliban memang brutal dan kejam. Walakin, kenapa seluruh orang Afghanistan dihukum karena itu,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan, penderitaan warga Afghanistan tidak bisa diringankan lewat pengiriman bantuan. Apalagi, sebenarnya bantuan itu dibeli dari uang Afghanistan. Penderitaan Afghanistan perlu diselesaikan dengan pencabutan aneka sanksi. Larangan transaksi dari dan ke Afghanistan menyulitkan pembelian aneka kebutuhan warga, termasuk pangan dan obat-obatan.
”Organiasasi kemanusiaan sudah berulang kali mengingatkan, tidak ada bantuan kemanusiaan yang cukup untuk memberi makan seluruh bangsa. Sanksi ekonomi akan semakin memperburuk keadaan. Penyediaan bantuan butuh akses ke bank. Tanpa itu, banyak operasi harus berhenti,” tuturnya.
Ia mendesak agar Afghanistan kembali diberi akses pada sistem transaksi global. Tanpa itu, sulit bagi lembaga bantuan mana pun untuk bertransaksi terkait Afghanistan. ”Kalau khawatir transaksi itu menguntungkan Taliban, minta auditor independen mengawasinya,” katanya. (AFP/REUTERS)