Turki adalah negara pertama berpenduduk mayoritas Muslim yang mengakui kedaulatan Israel. Ankara telah menjalin hubungan diplomatik dengan Tel Aviv sejak tahun 1949.
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
ANKARA, KAMIS - Relasi geopolitik Timur Tengah terus dinamis. Langkah terbaru, Israel dan Turki akhirnya resmi memulihkan lagi hubungan diplomatik. Ankara akan segera menempatkan duta besarnya di Tel Aviv, demikian pula sebaliknya, Tel Aviv akan menempatkan duta besarnya di Ankara. Pengumuman itu diungkap beberapa hari selepas Israel kembali menyerbu Gaza.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengumumkan rencana penunjukkan duta besar itu pada Rabu (17/8/2022) di Ankara. “Langkah yang akan kami lakukan untuk menormalisasi termasuk saling mengangkat duta besar,” ujarnya sebagaimana disiarkan Anadolu Agency.
Ankara dan Tel Aviv sama-sama belum mengungkap siapa duta besar masing-masing. Sebelumnya, pada tahun 2018 Ankara memulangkan duta besarnya di Tel Aviv sebagai bentuk protes Turki atas serangan Israel terhadap Palestina. Waktu itu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyebut Israel sebagai negara penerap apartheid. Meskipun demikian, penarikan duta besar oleh Ankara tidak menghentikan serangan Israel ke Palestina. Bahkan, Israel kembali menyerang Gaza pada awal Agustus 2022. Setelah menyangkal, Israel membenarkan sejumlah anak-anak tewas dalam rangkaian serangan itu.
Kini, selepas pengumuman Cavusoglu, Erdogan mengklaim Turki tidak akan melupakan Palestina. Normalisasi hubungan dengan Israel disebut sebagai cara Turki menolong Palestina.
Turki adalah negara mayoritas muslim pertama yang mengakui kedaulatan Israel. Ankara menjalin hubungan diplomatik dengan Tel Aviv sejak 1949. Hubungan mereka memburuk pada 2008 dan Ankara menarik duta besar dari Tel Aviv selama 8 tahun sampai 2016. Palestina menjadi alasan utama penurunan hubungan itu.
Di sisi lain, kerja sama ekonomi Israel-Turki terus berkembang. Nilai perdagangan kedua negara itu melebihi 5 miliar dollar AS per tahun selama beberapa waktu terakhir.
Dosen pada Cairo University Abdel-Moneim Al-Mashat mengatakan, Israel dan Turki adalah dua negara yang menyerang wilayah bangsa Arab. Israel menyerbu Palestina dan Suriah, Turki menyerang Suriah dan Irak.
“Mereka punya proyek perluasan pengaruh yang dampaknya ditanggung bangsa Arab. Mereka sumber ancaman keamanan bangsa Arab,” kata dia sebagaimana dikutip media Mesir, Al Ahram. Sampai sekarang, bersama Iran, Israel dan Turki tidak pernah menunjukkan indikasi akan menyurutkan ambisi mengorbankan bangsa Arab demi kepentingan mereka. “Saya ragu mereka akan, bahkan sekadar berniat sekalipun, untuk menyurutkan itu,” kata dia.
Tatanan baru
Di sisi lain, pemulihan hubungan diplomasi Turki-Israel menjadi gambaran baru tatanan di Timur Tengah dan sekitarnya. Sebagian bangsa Arab pun mulai mengubah cara pandang mereka pada Israel. Setelah Mesir dan Jordania, kini - sejak tahun 2020 - ada empat negara Arab menjalin hubungan dengan Israel.
Al Mashat mengatakan, perubahan demografi menjadi faktor utama perubahan paradigma itu. Negara-negara Arab kini dihuni penduduk muda yang punya pengalaman berbeda dengan generasi terdahulu. Arab masa kini lebih terbuka, sekaligus lelah dengan rangkaian kekerasan selama puluhan tahun di kawasan itu. “Pendidikan yang sangat terpengaruh model barat berperan dalam perubahan itu. Para pemimpin generasi baru Arab mengikuti perubahan itu,” kata dia.
Di sisi lain, aktor luar juga terus berusaha mengubah tatanan kawasan. Lewat lawatan pada Juli 2022, Presiden Amerika Serikat Joe Biden kembali berusaha mendorong tatanan baru itu. Seperti para pendahulunya, Biden berusaha mendorong bangsa-bangsa Arab lebih dekat dengan bangsa-bangsa non-arab.
Biden antara lain mendorong kerja sama keamanan Israel-Arab yang fokusnya menangkal Iran. Sebagian bangsa Arab sudah mulai mewujudkan kerja sama keamanan itu. (AFP/REUTERS)