Uni Eropa Sesalkan Penghancuran Sekolah Palestina oleh Israel
Perwakilan Uni Eropa menyesalkan rencana penghancuran sekolah untuk warga Palestina di Tepi Barat. Pemerintah dan militer Israel dipandang melanggar hukum internasional.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
TEPI BARAT, MINGGU — Uni Eropa menyesalkan rencana pemerintah dan militer Israel untuk menghancurkan sekolah yang melayani warga Badui di wilayah Masafer Yatta, Tepi Barat, Palestina. Rencana penghancuran sekolah, yang telah disetujui Mahkamah Agung Israel, dinilai melanggar hukum internasional yang seharusnya memberi perlindungan atas hak anak untuk mendapat pendidikan.
Sikap tersebut disampaikan Perwakilan Uni Eropa Sven Kuhn von Burgdorff yang memimpin delegasi berkunjung ke sekolah yang terancam itu di Tepi Barat, Jumat (12/8/2022). ”Itu (rencana penghancuran) melanggar kewajiban mereka di bawah hukum internasional, khususnya hukum hak internasional, di mana mereka harus melindungi dan mempromosikan hak-hak anak-anak di bawah tanggung jawab mereka di Palestina untuk menikmati layanan pendidikan,” katanya. Dia menambahkan, tindakan militer Israel yang menghancurkan berbagai fasilitas dan permukiman milik warga Palestina tidak bisa diterima.
Gedung sekolah yang akan dihancurkan oleh Israel baru didirikan pada Januari 2022. Saat ini gedung yang pembangunannya didanai oleh Uni Eropa itu baru melayani kebutuhan 17 siswa. Akan tetapi, jumlah itu terus berkembang di tengah ancaman penghancuran oleh Israel.
Dalam putusan yang keluar pada Mei 2022, MA Israel memutuskan warga Palestina gagal membuktikan wilayah itu sebagai kediaman permanen mereka. Keputusan itu membuat sekitar 1.200 warga Palestina yang telah mendiami kawasan tersebut selama beberapa generasi terancam digusur paksa dan rumah-rumah yang mereka diami dihancurkan.
Keputusan MA Israel membuka jalan bagi Pemerintah Israel untuk menggusur ribuan warga Palestina setelah bertarung di pengadilan selama 20 tahun terakhir. Selama proses hukum berlangsung di pengadilan, warga tidak diizinkan membangun rumah untuk anak-anak mereka, memperluas kandang ternak mereka, atau bahkan menambah jamban baru untuk kebutuhan sanitasi mereka.
Warga curiga wilayah itu tidak akan digunakan untuk tempat latihan militer, tetapi diubah menjadi permukiman warga Israel. ”Mereka ingin mengambil tanah ini dari kami untuk membangun permukiman. Kami tidak akan pergi,” kata Wadha Ayoub Abu Sabha, penduduk Al Fakheit, salah satu dusun di kawasan itu (Kompas.id, 12 Juni 2022).
Khader Kaabna, warga Badui yang tinggal di wilayah tersebut bertahun-tahun mengatakan, tanpa sekolah, anak-anak yang ada di wilayah itu harus menempuh jarak 15 kilometer ke sekolah lain untuk mendapatkan pendidikan. Sekolah lain yang menjadi tujuan anak-anak itu juga menghadapi ancaman yang sama, penghancuran oleh Israel.
”Jika gedung sekolah ini dihancurkan oleh pasukan pendudukan, sejumlah besar siswa akan berhenti sekolah karena orangtua mereka takut akan serangan pemukim (warga Israel),” katanya. Kaabna menambahkan, warga Israel yang masih merupakan calon pemukim (penghuni tanah gusuran) akan berupaya mengusir warga Palestina dari daerah tersebut.
Uni Eropa mendanai konstruksi sekolah itu untuk membantu warga Palestina mempertahankan kehadiran mereka di 60 persen wilayah Tepi Barat yang dikendalikan penuh oleh Israel. Di wilayah yang dikenal sebagai Area C ini, militer Israel bersama warga sipil Israel secara rutin menghancurkan rumah dan bangunan milik warga Palestina. (AP)