FBI Cari Dokumen Terkait Senjata Nuklir di Rumah Trump
Koran AS, ”The Washington Post”, melaporkan penggeledahan aparat Biro Investigasi Federal AS (FBI) di rumah peristirahatan mantan Presiden AS Donald Trump digelar untuk mencari dokumen rahasia terkait senjata nuklir.
Oleh
MUHAMMAD SAMSUL HADI
·4 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Biro Investigasi Federal Amerika Serikat atau FBI tengah mencari dokumen-dokumen terkait senjata nuklir dalam penggeledahan di rumah peristirahatan mantan Presiden AS Donald Trump di Florida, AS, awal pekan ini. Hal itu diungkap koran AS, The Washington Post, Kamis (11/8/2022).
The Post melaporkan, belum jelas apakah dokumen terkait senjata nuklir tersebut ditemukan di rumah Trump, yang beralamatkan di kawasan resort Mar-a-Lago, Palm Beach, Florida itu.
Pada Kamis atau Jumat (12/8/2022) dini hari WIB, Departemen Kehakiman AS telah meminta hakim merilis kepada publik tentang perintah penggeledahan yang dilakukan FBI ke rumah Trump tersebut. Dalam sejarah AS, baru pertama kali ini aparat hukum menggeledah rumah mantan presiden.
Keputusan Departemen Kehakiman untuk ”buka-bukaan” kasus penggeledahan rumah Trump dipicu sikap Trump yang menuding penggeledahan rumahnya sebagai balas dendam politik. Biasanya Departemen Kehakiman tidak mau mengungkap kasus hukum yang sedang mereka tangani kepada publik.
Kabar tentang adanya penggeledahan rumah Trump pertama kali diungkapkan sendiri Trump melalui pernyataan, Senin (8/8/2022) malam. ”Kepentingan publik yang jelas dan kuat untuk mengetahui apa yang terjadi dalam persoalan ini mendorong perlunya pengungkapan (kasus penggeledahan rumah mantan presiden,” kata Merrick Garland, Jaksa Agung AS, dalam konferensi pers di kantornya, Jumat dini hari WIB tadi.
Ia menyebutkan, permohonan izin pada pengadilan federal untuk ”buka-bukaan” kasus penggeledahan rumah Trump telah diajukan, Kamis. Garland menyatakan, dirinyalah yang memerintahkan penggeledahan di rumah Trump.
”Departemen Kehakiman tidak sembarangan mengambil keputusan (penggeledahan rumah Trump) ini. Jika dimungkinkan, sudah menjadi standar untuk mengupayakan cara-cara yang tidak terlalu intrusif sebagai alternatif penggeledahan, serta mempersempit cakupan penggeledahan yang sedang dilakukan,” kata Garland.
Trump mendapat kesempatan hingga Jumat (12/8/2022) pukul 15.00 waktu setempat untuk menyatakan keberatan atas rencana Departemen Kehakiman mengungkap kepada publik kasus penggeledahan di rumahnya. Hingga saat ini, belum jelas apakah tim legal Trump akan mengajukan keberatan atas rencana tersebut atau tidak.
Jika tidak ada keberatan dari Trump, dengan turunnya lampu hijau pengadilan federal, publik akan mengetahui apa sebenarnya yang sedang diburu FBI dalam penggeledahan di rumah Trump. Penggeledahan ini digelar sebagai bagian dari upaya penyelidikan tentang apakah Trump secara ilegal telah memindahkan dokumen-dokumen, termasuk dokumen rahasia negara, dari Gedung Putih saat ia meninggalkan istana kepresidenan AS pada Januari 2021.
Sumber yang familiar dengan kasus ini menyebutkan, FBI mengangkut sekitar 10 kotak dari rumah Trump dalam penggeledahan tersebut. Saat penggeledahan dilakukan, Trump tidak berada di rumahnya di Florida itu.
Melalui pernyataan yang dirilis di media sosial buatannya sendiri, Truth Social, Trump mengatakan, ”Pengacara-pengacara dan perwakilan-perwakilan saya sangat kooperatif, dan hubungan sangat baik terjadi. Pemerintah bisa mengambil apa saja yang diinginkan jika semua itu ada pada kami.”
Kasus penggeledahan di rumah Trump terkait pencarian dokumen-dokumen negara ini menandai eskalasi penyelidikan terhadap Trump dalam sejumlah kasus hukum yang ditangani aparat federal ataupun negara bagian. Kasus-kasus hukum itu terjadi saat Trump menjabat presiden dan terkait urusan bisnis pribadinya.
Penyelidikan kasus pemindahan dokumen negara oleh Trump bermula setelah Badan Arsip Nasional AS mengungkapkan bahwa Trump mengembalikan 15 kotak ke pemerintah pada Januari 2022. Badan tersebut mengatakan, sebagian dari dokumen yang dikembalikan masuk kategori dokumen rahasia terkait keamanan nasional AS.
Sementara itu, di Cincinnati, Ohio, Kamis (11/8/2022), seorang pria yang diduga akan menyerang kantor FBI tewas dalam baku tembak dengan aparat. Kabar ini diungkapkan oleh petugas Patroli Jalan Raya Negara Bagian Ohio.
Mengutip sumber-sumber yang tak disebut identitasnya, The New York Times dan NBC News mengidentifikasi pria itu bernama Ricky Shiffer (42). Ia diduga memiliki pandangan-pandangan ekstrem kanan. Pria dengan nama itu mengunggah pesan melalui kanal media sosial yang dibuat Trump, Truth Social.
”Jika Anda tidak mendengar tentang diri saya, benar saya berupaya menyerang FBI, dan artinya apakah saya diblokir dari internet, atau saya ditangkap FBI, atau mereka mengerahkan polisi reguler…,” demikian pesan yang diunggahnya.
Unggahan-unggahan pesan, termasuk pandangan-pandangan ekstremnya, telah dihapus setelah polisi mengumumkan pria tersangka penyerang kantor FBI itu tewas. Mengutip dua sumber pejabat, NBC News melaporkan, tersangka berada di gedung Capitol saat terjadi penyerbuan massa pada 6 Januari 2021.
The New York Times menambahkan, aparat hukum tengah menyelidiki apakah pria tersebut memiliki kaitan dengan kelompok-kelompok ekstrem. FBI menjadi sasaran kemarahan dan ancaman para pendukung Trump setelah insiden penggeledahan rumah Trump di Florida oleh FBI. (AP/AFP/REUTERS)