China Tegaskan Komitmen Satukan Taiwan, Opsi Militer Sangat Terbuka
China menerbitkan buku putih terbaru untuk menyatukan kekuatan demi terwujudnya reunifikasi dan peremajaan nasional. Buku itu dirilis menyusul ketegangan akibat lawatan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan.
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·5 menit baca
BEIJING, KAMIS — Di tengah ketegangan seusai lawatan Ketua DPR Amerika Serikat Nancy Pelosi ke Taiwan, otoritas China menerbitkan buku putih berjudul The Taiwan Question and China's Reunification in the New Era, Rabu (10/8/2022). Di dalam buku itu China menegaskan komitmennya menyatukan Taiwan dengan menggunakan opsi militer jika proses reunifikasi damai terkendala.
Situs kantor berita resmi China, Xinhua, Kamis (11/8/22), melaporkan, buku putih diterbitkan Kantor Urusan Taiwan dan Kantor Informasi di Dewan Negara China untuk menyatukan kekuatan demi terwujudnya reunifikasi dan peremajaan nasional. Media Global Times mengatakan, buku itu dirilis menyusul ketegangan akibat ”lawatan provokatif” Pelosi ke Taiwan, 2-3 Agustus.
Media China melaporkan, buku putih itu menunjukkan tekad Partai Komunis China (PKC) dan rakyat China serta komitmen mereka untuk reunifikasi nasional. Taiwan disebut sebagai bagian dari Satu China yang tidak terpisahkan, tetapi saat ini dikuasai kelompok separatis dan didukung kekuatan asing, tanpa merujuk secara detail.
”Buku putih dirilis di tengah meningkatnya ketegangan lintas-selat dan latihan militer Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) melawan separatis Taiwan dan campur tangan asing,” tulis Global Times. Dikatakan, penerbitan buku itu sebagai peringatan bagi otoritas Taiwan serta kekuatan eksternal bawah China jauh lebih kuat untuk menyelesaikan masalah Taiwan dalam situasi baru.
Menurut Global Times, konten buku itu berdasarkan situasi era baru, termasuk peringatan khusus kepada Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasai di Taiwan. Dikatakan, tindakan pemisahan diri adalah hambatan yang ”harus disingkirkan”. Buku juga menyoroti peran berbahaya AS dalam mengganggu proses reunifikasi China dan arah pemerintahan pascareunifikasi.
Xinhua mengatakan, buku putih China ini sangat penting dalam memperkuat kecenderungan menentang ”kemerdekaan Taiwan” dan memajukan reunifikasi nasional. Disebutkan, buku putih ini secara tegas membatasi kegiatan separatis dan campur tangan dari kekuatan eksternal dan dengan tegas menjaga kedaulatan nasional dan integritas teritorial.
”Kami adalah Satu China. Taiwan bagian dari China. Ini fakta yang tak terbantahkan yang didukung sejarah dan hukum. Taiwan tidak pernah menjadi negara; statusnya sebagai bagian dari China tidak dapat diubah,” kata buku putih itu. Ditambahkan, PKC berkomitmen pada misi bersejarah untuk menyelesaikan masalah Taiwan dan mewujudkan reunifikasi lengkap China.
Reunifikasi dilakukan dalam bingkai untuk peremajaan bangsa, peremajaan nasional. ”Belum pernah sebelumnya kita begitu dekat, percaya diri, dan mampu mencapai tujuan peremajaan nasional. Hal yang sama juga terjadi ketika kita mencapai tujuan reunifikasi nasional yang lengkap,” tambahnya.
Buku putih itu, menurut media China, berisi banyak konten baru yang mencerminkan karakteristik era baru. China juga mengatakan, ”Hari ini, China telah tumbuh menjadi ekonomi terbesar kedua di dunia. Dengan pertumbuhan signifikan dalam kekuatan politik, ekonomi, budaya, teknologi, dan militernya, tak ada kemungkinan China membiarkan Taiwan dipisahkan lagi.”
Buku putih China terbaru ini untuk pertama kalinya menyebutkan DPP. ”Tindakan otoritas DPP telah mengakibatkan ketegangan hubungan lintas-selat, membahayakan perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan, merusak prospek dan membatasi ruang reunifikasi damai. Ini hambatan yang harus disingkirkan dalam memajukan proses penyatuan secara damai.”
China telah menerbitkan dua buku putih sebelumnya terkait pernyataan Beijing tentang Taiwan, yakni ”The Taiwan Question and Reunification of China” (1993) dan ”The One-China Principle and the Taiwan Question” (2000). Para analis mengatakan, buku terbaru diperlukan Beijing karena situasinya telah berubah jauh dalam beberapa dekade terakhir.
Di dalam dokumen terbaru Beijing tentang Taiwan diklasifikasi keadaan seperti apa yang akan membuat China secara terpaksa menggunakan opsi militer untuk Taiwan. ”Penggunaan kekuatan menjadi jalan terakhir jika keadaan memaksa. Kami hanya akan mengambil tindakan drastis untuk menanggapi provokasi elemen separatis atau kekuatan eksternal jika mereka melewati garis merah kami,” kata buku putih.
Beberapa analis dari Taiwan mengatakan, perkembangan situasi di Selat Taiwan dalam 10 hari terakhir mengingatkan mereka pada ”model Peking”. Itu merujuk pada peristiwa ketika PLA mengepung Peking (sekarang Beijing) pada 1949 dan secara damai memaksa Partai Nasionalis China atau Kuomintang (KMT) untuk menyerah.
Setelah itu, PLA juga membebaskan beberapa kota, provinsi, dan wilayah di daratan dengan pendekatan serupa termasuk Changsha, Kunming, Chengdu, dan Xinjiang.
Komando Palagan Timur PLA, Rabu (10/8/2022), mengumumkan telah berhasil menyelesaikan berbagai misi selama latihan baru-baru ini di sekitar Taiwan. PLA akan melakukan patroli keamanan secara teratur, patroli siap tempur, di Selat Taiwan. Hal itu menunjukkan, PLA selalu siap bertempur kapan saja ketika ada gangguan terhadap kedaulatan China.
Langkah baru Beijing dalam buku ketiga sebenarnya tetap mengutamakan reunifikasi damai. Disebutkan, satu negara dua sistem adalah prinsip dasar China untuk menyelesaikan masalah Taiwan dan pendekatan terbaik untuk mewujudkan reunifikasi nasional. Namun, melihat kasus Hong Kong, tampaknya Beijing sulit menegakkan komitmen satu negara dua sistem itu.
Para ahli mencatat, buku putih terbaru diterbitkan dalam konteks Kongres Nasional Ke-20 PKC yang akan datang. Menurut buku putih, setelah reunifikasi damai dicapai di bawah satu negara dua sistem, fondasi baru diletakkan untuk kemajuan lebih lanjut dan mencapai peremajaan nasional. Pada saat yang sama, Beijing akan menciptakan peluang besar bagi pembangunan sosial dan ekonomi di Taiwan dan membawa manfaat nyata bagi masyarakat Taiwan.
”Reunifikasi lintas-selat yang damai bermanfaat tidak hanya bagi bangsa China, tetapi juga bagi semua orang dan komunitas internasional secara keseluruhan. Penyatuan kembali China tidak akan merugikan kepentingan sah negara lain mana pun, termasuk kepentingan ekonomi apa pun yang mungkin mereka miliki di Taiwan,” kata dokumen itu.
Taipei telah berulang kali menegaskan, Taiwan bersama seluruh komponen masyarakatnya akan mati-matian mempertahankan diri. Hanya rakyat Taiwan yang berhak menentukan masa depan mereka, bukan Beijing atau PKC dan kekuatannya, atau kekuatan apa pun yang datang dari daratan China. Taiwan berdaulat karena telah memiliki pemerintahan demokratis sendiri.
Dalam konferensi pers di Taipei, Menteri Luar Negeri Taiwan Joseph Wu mengatakan, aktivitas militer China yang kian meningkat sejatinya bertujuan mengendalikan Laut China Timur dan Laut China Selatan melalui Selat Taiwan. Ambisi besar itu diarahkan untuk menjungkirbalikkan status quo Asia Pasifik dan mencegah negara-negara di kawasan membantu Taiwan. (AFP/REUTERS/AP)