Trump Diperiksa di New York, Rumahnya di Florida Digeledah FBI, Suhu Politik AS Memanas
Untuk pertama kali rumah mantan presiden AS, yakni Donald Trump, digeledah aparat. Republikan menuduh hal itu bermotif politik. Gedung Putih menyatakan tidak terlibat. Trump juga diselidiki jaksa dalam kasus-kasus lain.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD, MUHAMMAD SAMSUL HADI
·6 menit baca
WASHINGTON, RABU — Suhu politik Amerika Serikat memanas setelah Biro Investigasi Federal AS (FBI) menggeledah rumah peristirahatan Donald Trump, mantan presiden AS, di Mar-a-lago, Palm Beach, Florida, Senin (8/8/2022). Dua hari berselang, Rabu (10/8/2022), Trump diperiksa untuk memberikan keterangan di bawah sumpah di kantor Jaksa Agung New York, Letitia James.
Dua peristiwa tersebut terkait dengan dua kasus berbeda. Penggeledahan rumah Trump bersangkutan dengan upaya FBI mendapatkan kembali dokumen-dokumen pemerintahan—sebagian diduga berstatus rahasia negara. Adapun pemeriksaan Trump di New York terkait penyelidikan atas kasus dugaan praktik bisnis ilegal yang dijalankannya.
Jaksa Agung New York Letitia James tengah menyelidiki apakah Organisasi Trump sengaja melipatgandakan nilai-nilai real estatnya guna memperoleh pinjaman yang diinginkan dan menurunkan nilai aset-asetnya agar mendapatkan keringanan pajak.
Dalam pemeriksaan di kantor Kejaksaan Agung New York, Trump tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dengan menerapkan Amandemen Kelima Konstitusi AS tentang perlindungan diri dari keharusan memberikan keterangan di hadapan aparat yang bisa menjerat warga dalam kasus-kasus hukum.
”Saya tidak bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan sesuai hak dan keistimewaan setiap warga AS berdasarkan Konstitusi AS,” kata Trump lewat pernyataan tertulis.
Keputusan Trump tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan aparat kejaksaan masih bisa mendatangkan konsekuensi-konsekuensi. Jika penyelidikan dalam kasus ini berlanjut hingga pengadilan, para juri—yang akan memutuskan, apakah dia dinyatakan bersalah atau tidak—bisa menggunakan penolakan Trump memberikan keterangan sebagai salah satu pertimbangan.
Secara politis keputusan Trump itu juga memberikan amunisi bagi para lawan politiknya terkait apakah Trump menyembunyikan banyak hal di tengah keinginannya kembali mencalonkan diri di bursa calon presiden pada pemilu tahun 2024.
Trump meninggalkan kantor Kejaksaan Agung New York sekitar enam jam setelah kedatangan. Hal ini mengindikasikan, dia menerima sejumlah pertanyaan dalam pemeriksaan. Melalui pernyataan tertulis, jubir kantor Kejaksaan Agung New York mengatakan bahwa Jaksa Agung New York Letitia James ikut dalam pemeriksaan Trump. Pernyataan itu juga mengonfirmasi tentang penggunaan Amendemen Kelima oleh Trump.
”Jaksa Agung James akan terus mengejar fakta-fakta dan hukum di mana pun. Penyelidikan kami berlanjut,” kata pernyataan jubir Kejaksaan Agung New York itu.
Trump, seorang Republikan, dalam keterangan tertulis kembali menyatakan dirinya tidak bersalah. Ia juga ingin memosisikan penyelidikan Jaksa Agung James, seorang Demokrat, sebagai bagian dari balas dendam politik yang diarahkan kepadanya oleh James dan pihak-pihak lain, termasuk media.
Suhu politik naik
Penggeledahan rumah dan pemeriksaan terhadap Trump terjadi menjelang pemilu sela yang akan berlangsung November 2022. Selain itu, Trump juga disebut-sebut akan mencalonkan diri lagi pada Pilpres 2024.
Tak pelak, perkembangan ini mulai menghangatkan suhu politik di AS. Para politisi Republik menuduh penggeledahan rumah Trump—untuk pertama kali rumah mantan presiden AS digeledah aparat hukum—bermotif politik.
Trump menyebut penggeledahan rumahnya sebagai penodaan pada sistem hukum AS dan institusi kepresidenan. ”Ini masa-masa kelam bagi bangsa kita. Tidak ada hal seperti ini pernah terjadi pada presiden AS sebelumnya,” katanya.
Penggeledahan rumah peristirahatan Trump oleh FBI diketahui sebagai bagian dari penyelidikan atas dugaan Trump dan para asistennya membawa catatan atau dokumen rahasia milik pemerintah ke Mar-a-Lago. Departemen Kehakiman tengah menyelidiki kemungkinan kesalahan penanganan informasi rahasia negara.
Penyelidikan dalam kasus ini dimulai, Februari 2022, ketika Badan Arsip Nasional menerima 15 kotak berisi dokumen Gedung Putih dari Mar-a-Lago. Dalam kotak itu juga ditemukan dokumen yang diklasifikasikan sebagai informasi rahasia.
Pada saat yang sama, Departemen Kehakiman juga tengah menyelidiki penyerbuan ke Gedung Capitol, 6 Januari 2021, yang dilakukan para pendukung Trump dan Partai Republik. Beberapa orang dekat Trump, mulai dari anak-anaknya hingga menantunya, Jared Kushner, serta para asistennya, telah diperiksa dan dimintai keterangan oleh aparat.
Juri Agung Federal baru-baru ini telah memanggil penasihat Gedung Putih saat Trump memerintah, Pat Cipollone, dan wakilnya. Pihak berwenang, bulan Juni, telah menggeledah rumah Jeffrey Clark, mantan pengacara di Departemen Kehakiman yang dikenal mendukung klaim Trump soal tudingan kecurangan pada pemilihan November 2020.
Juru bicara Departemen Kehakiman Dena Iverson menolak mengomentari penyelidikan yang tengah digelar, termasuk tentang apakah Jaksa Agung Merrick Garland secara pribadi mengizinkan penggeledakan rumah Trump.
Christina Bobb, salah satu kuasa hukum Trump, dalam wawancara dengan Real America’s Voice, mengatakan, dokumen pendukung untuk surat penggeledahan tetap disegel dan dia belum melihat isinya. Namun, mengutip pernyataan para penyelidik, Bobb mengatakan, FBI mencari dokumen informasi rahasia yang seharusnya tidak dipindahkan dari Gedung Putih. Mereka juga mencari catatan-catatan kepresidenan.
Menurut Bobb, dengan masa jabatan hingga 20 Januari 2021, Trump bisa memutuskan apa-apa yang disebut catatan kepresidenan dan dia sendiri adalah pemberi otoritas klasifikasi catatan yang sah. Ia menambahkan, Trump telah mendeklasifikasi materi rahasia yang ditemukan di Mar-a-Lago.
Reaksi Republikan
Kaum Republikan bereaksi keras terhadap penggeledahan yang digelar Departemen Kehakiman dan FBI terhadap mantan orang nomor satu di negara adidaya itu. Trump dan pendukungnya memanfaatkan situasi tersebut dengan menyebut bahwa rezim Biden, yang didukung Partai Demokrat, telah memanfaatkan lembaga federal untuk menekan lawan politik dan mencoba mencegah dirinya atau Partai Republik memenangi pilpres 2024.
Gubernur Negara Bagian Florida Ron DeSantis, yang digadang-gadang akan menjadi bakal calon wakil presiden dari Partai Republik pada pilpres tahun 2024, menggemakan hal itu. Dia menyatakan, Partai Demokrat telah memanfaatkan lembaga federal untuk membungkam lawan politiknya.
Partai Republik di Negara Bagian Kentucky menuntut pemerintahan Biden dan Jaksa Agung Merrick Garland memberikan penjelasan tentang penggeledahan rumah Trump. “Negara ini layak mendapatkan penjelasan menyeluruh dan segera tentang apa yang menyebabkan peristiwa Senin. Jaksa Agung Garland dan Departemen Kehakiman seharusnya sudah memberikan jawaban kepada rakyat Amerika dan harus segera melakukannya,” demikian pernyataan mereka.
Mantan Wakil Presiden Mike Pence menyatakan keprihatinanya atas apa yang terjadi pada Trump. Dia mendesak agar Garland memberikan pertanggungjawaban penuh kepada rakyat AS atas penggeledahan itu.
Dua senator Republik, Tom Cotton dari Arkansas dan Josh Hawley dari Missouri, secara agresif mengecam keras Departemen Kehakiman atas nama Trump. Hawley menyebut penggeledahan itu sebagai serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap norma-norma demokrasi dan supremasi hukum. Dia menyerukan pengunduran diri atau pemakzulan Garland dan pemecatan Direktur FBI Christopher Wray.
Partai Demokrat ikut bersuara dan menilai pernyataan para anggota Partai Republik soal campur tangan politik dalam kasus Trump tanpa bukti. ”Direktur FBI ditunjuk Donald Trump,” kata Ketua DPR Nancy Pelosi.
Jubir Gedung Putih Karine Jean-Pierre mengatakan, West Wing—sebutan bagi area kantor Biden di Gedung Putih—pertama kali mengetahui penggeledahan rumah Trump dari laporan media. Ia menyatakan Gedung Putih belum diberi pengarahan sebelum atau sesudah penggeledahan terjadi.
”Departemen Kehakiman melakukan penyelidikan secara independen dan kami menyerahkan masalah penegakan hukum kepada mereka. Kami tidak terlibat,” katanya. (AP/AFP/REUTERS)