Difasilitasi Mesir, kelompok Jihad Islam dan militer Israel sepakat untuk gencatan senjata mulai Minggu (7/8/2022) malam. Lebih dari separuh korban di kalangan Palestina merupakan warga sipil dan anak-anak.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
RAMALLAH, SENIN – Kelompok Jihad Islam dan Israel sepakat melakukan gencatan senjata mulai Minggu (7/8/2022) malam dalam upaya mengakhiri serangan rudal Israel ke wilayah Jalur Gaza. Kementerian Kesehatan Palestina mencatat lebih dari 44 warga Palestina, separuh di antaranya anak-anak dan warga sipil, serta enam penghuni kamp pengungsi Jebaliya, menjadi korban serangan militer Israel.
Gencatan senjata terjadi setelah delegasi pejabat keamanan dan intelijen Mesir yang dipimpin Mayor Jenderal Ahmed Abdelkhaliq menemui dua pihak yang bertikai, Minggu pagi. Sebelum ke Gaza, mereka bertemu pejabat Israel di Tel Aviv dan pejabat Palestina di Tepi Barat (Kompas.id, Minggu, 7 Agustus 2022).
Meski dimulai pada pukul 23.30 waktu setempat, serangan Israel dan balasan dari kelompok Jihad Islam masih berlanjut menjelang dimulainya waktu gencatan senjata. Kantor Perdana Menteri Israel Yair Lapid dalam pernyataan, Minggu malam, mengatakan, jika gencatan senjata dilanggar, Israel mempertahankan hak untuk merespons dengan kuat.
Anggota kelompok Jihad Islam, Mohammad Al Hindi, juga mengonfirmasi mereka menerima gencatan senjata. Seperti halnya Israel, kelompok ini menyatakan berhak untuk menanggapi agresi apa pun.
Masih menurut Hindi, gencatan senjata itu menyebutkan komitmen Mesir untuk membantu pembebasan dua kader senior kelompok itu yang ditahan Israel, yaitu Baseem Al Saadi dan Khalil Awawdeh. Akan tetapi, baik otoritas Mesir maupun Israel tidak ada yang berkomentar mengenai klaim soal pembebasan dua kader senior kelompok itu.
Koordinator Khusus PBB untuk Perdamaian Timur Tengah Tor Wennesland dalam pernyataan mengatakan, situasi saat ini masih sangat rapuh dan diriya berharap semua pihak mematuhi kesepakatan gencatan senjata yang sudah tercapai.
Dewan Keamanan PBB menurut rencana mengadakan pertemuan darurat pada Senin (8/8/2022) untuk membahas situasi terkini di Gaza. China, yang memegang kepresidenan dewan bulan ini, menjadwalkan sesi tersebut sebagai tanggapan atas permintaan dari Uni Emirat Arab, yang mewakili negara-negara Arab di dewan, serta China, Perancis, Irlandia, dan Norwegia.
Warga sipil Palestina dan Israel memiliki pandangan yang berbeda soal gencatan senjata. Nour Abu Sultan, warga Gaza, mengatakan, dia menantikan deklarasi gencatan senjata dengan perasaan waswas. ”Kami belum tidur selama berhari-hari (karena) panas, penembakan, dan roket, suara pesawat terbang di atas kami. Menakutkan,” kata laki-berusia 29 tahun itu.
Sementara Dalia Harel, warga Israel yang tinggal di kota Sderot, mengaku kecewa dengan gencatan senjata itu meski lima anaknya trauma dengan kekerasan yang terus terjadi antara Israel dan Palestina.
”Kami lelah menjalani operasi militer setiap tahun. Kami membutuhkan para pemimpin militer dan politik kami untuk menyelesaikannya sekaligus. Kami menolak perang. Namun, kami tidak bisa terus- menerus seperti ini,” katanya.
Target operasi
Serangan Israel di Jalur Gaza tidak terlepas dari upaya pemerintahan Perdana Menteri Yair Lapid untuk meredam perlawanan warga Palestina yang dilakukan kelompok Jihad Islam. Perlawanan semakin menguat sejak April lalu setelah Brigade Al Quds, sayap militer Jihad Islam, diduga menjadi motor serangan yang menewaskan warga dan militer Israel.
Seusai menangkap Saadi dan Awawdeh, militer Israel mengincar dua komandan AL Quds, yaitu Tayseer Al Jabaari dan Khaled Mansour. Jabaari tewas dalam serangan yang dilakukan pada Jumat (6/8/2022). Mansour, Komandan Brigade Al Quds wilayah selatan, tewas dalam serangan terhadap gedung apartemen di Rafah, Gaza selatan, Sabtu (7/8/2022) malam. Lima warga sipil juga dilaporkan turut menjadi korban dalam serangan itu.
”Tiba-tiba, tanpa ada peringatan, rumah di sebelah kami dibom. Semuanya menjadi hitam, berdebu dengan asap dalam sekejap mata,” kata Wissam Jouda yang tinggal di sebelah bangunan yang ditargetkan.
Kelompok Hamas, penguasa wilayah Gaza, tidak terlibat selama insiden ini terjadi. Sejak perang Gaza tahun lalu terhenti, Hamas dan Israel sepakat menjaga ketenangan agar warga Gaza bisa melakukan aktivitas ekonomi. (AP/AFP/Reuters)