Babak Baru Kekerasan di Gaza, Siklus Berulang Jelang Hajatan Politik di Israel
Babak baru konflik Palestina-Israel membara lagi di Jalur Gaza setelah serangan Israel menewaskan warga sipil dan komandan Jihad Islam. Analis menyebut serangan itu tak lepas dari motif politik jelang pemilu Israel.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
RAMALLAH, SABTU — Babak baru kekerasan di Jalur Gaza terjadi setelah militer Israel melancarkan serangan udara ke sebuah gedung apartemen yang didiami oleh petinggi Brigade Al Quds, sayap militer kelompok Jihad Islam. Serangan udara Israel, Jumat (5/8/2022), menewaskan Tayseer al-Jabaari, Komandan Brigade Al Quds, dan belasan warga lain, termasuk seorang bocah perempuan berusia lima tahun yang diketahui bernama Alaa Kaddum. Puluhan warga juga terluka akibat serangan itu.
Para pengamat Palestina menyebut serangan ke Gaza tersebut merupakan tindakan yang sengaja dipersiapkan Israel selama beberapa pekan guna meraup legitimasi dari warganya menjelang hajatan politik pemilihan umum, November mendatang.
Upaya mengeskalasi ketegangan mulai terlihat, Kamis (4/8/2022), saat Perdana Menteri Israel Yair Lapid menyatakan, Israel ”tidak akan segan menggunakan kekuatan untuk memulihkan kehidupan normal di wilayah selatan negaranya dan kami tidak akan menghentikan kebijakan menangkapi para operator teroris di Israel.”
Gideon Levy, komentator Israel dan penulis pada koran Israel, Haaretz, kepada Al Jazeera mengatakan, pengeboman Gaza menjadi cara para politisi Israel memperlihatkan ”kekuatan” mereka menjelang pemilu. ”Saya sangat curiga, (serangan) ini berkaitan dengan pemilu,” kata Levy.
”Siapa pun perdana menterinya selalu butuh pembuktian dirinya, khususnya jika dia berasal dari kelompok kiri-tengah di Israel. Kami punya perdana menteri baru dan bahwa ia ingin memperlihatkan dirinya macho, seperti para mantan perdana menteri,” ucap Levy.
Dalam serangan, Jumat, Israel menewaskan Jabaari, Komandan Brigade Al Quds untuk wilayah utara. Ia selama ini menjadi incaran militer Israel, hidup ataupun mati. Jabaari juga disebut-sebut sebagai orang nomor dua dalam kelompok Jihad Islam, menggantikan posisi seniornya, Baha Abu al-Ata, yang tewas oleh militer Israel pada November 2019.
Kemungkinan eskalasi lebih lanjut akan bergantung pada kelompok Hamas, yang menguasai Gaza, apakah mereka akan ikut dalam konflik bersenjata terbaru ini. Mesir, PBB, dan Qatar tengah berupaya memediasi untuk mengakhiri kekerasan ini. ”Belum ada hasilnya,” ujar seorang pejabat Palestina.
Kepada kantor berita Reuters, kelompok Jihad Islam mengeluarkan sinyal tidak akan ada gencatan senjata dalam waktu dekat. ”Saat ini waktunya untuk perlawanan, bukan gencatan senjata,” kata mereka.
Sekitar 2,3 juta warga Palestina tinggal berdesakan di wilayah pantai Jalur Gaza. Pergerakan penduduk dan barang di wilayah enklave itu dikontrol secara ketat oleh Israel dan Mesir, dengan memberlakukan blokade laut, merujuk alasan masalah keamanan. Jalur Gaza relatif tenang sejak Mei 2021 saat perang sengit selama 11 hari antara pejuang Palestina di wilayah itu dan Israel menewaskan sedikitnya 250 orang di Gaza dan 13 orang di Israel.
Angkatan Bersenjata Israel (Israel’s Defense Forces/IDF) mengatakan, Jabaari menjadi target karena dia dianggap bertanggung jawab atas banyak tindakan teror terhadap warga Israel. Juru bicara militer Israel Richard Hecht, yang dikutip laman Asharq al Awsat, mengatakan bahwa tewasnya Al Jabaari tidak akan menghentikan serangan mereka. ”Kami belum selesai,” ujarnya.
PM Lapid dalam pernyataannya sesudah serangan terjadi mengatakan, pihaknya melancarkan serangan itu sebagai tindakan pencegahan atas ancaman langsung terhadap pemerintah dan warga Israel.
”Pemerintah ini memiliki kebijakan tanpa toleransi untuk setiap upaya serangan —dalam bentuk apa pun —dari Gaza ke wilayah Israel. Israel tidak akan duduk diam ketika ada orang yang mencoba menyakiti warga sipilnya,” kata Lapid.
Beberapa jam setelah serangan Israel, sejumlah gerilyawan Palestina meluncurkan rentetan roket ke arah wilayah Israel. Jihad Islam mengaku telah menembakkan setidaknya 100 roket sebagai balasan serangan militer Israel. Mereka menganggap serangan tersebut sebagai deklarasi perang oleh Tel Aviv.
Kelompok Hamas, yang tahun lalu juga berperang dengan Israel, menyatakan bahwa Tel Aviv telah melakukan kejahatan baru terhadap warga Palestina. Tindakan itu, kata Hamas, harus dibayar mahal.
Utusan perdamaian Timur Tengah PBB Tor Wennesland menyatakan keprihatinannya atas eskalasi kekerasan baru tersebut dan memperingatkan situasi itu sangat berbahaya. ”Peluncuran roket harus segera dihentikan dan saya menyerukan semua pihak untuk menghindari eskalasi lebih lanjut,” katanya.
Seperti pernyataan juru bicara militer Israel yang menyatakan bahwa tindakan itu hanyalah awal dari tindakan berikutnya, Tel Aviv belum akan menghentikan serangannya. Menteri Pertahanan Benny Gantz telah mengeluarkan perintah untuk memanggil 25.000 tentara cadangan jika diperlukan. Pada saat yang bersamaan, Pemerintah Israel menutup sekolah dan pembatasan kegiatan dalam jarak 80 kilometer dari perbatasan.
Tutup jalur ke Gaza
Serangan itu terjadi empat hari setelah Israel menutup dua jalur penyeberangan ke Gaza guna membatasi pergerakan warga sipil. Tindakan itu diambil menyusul penangkapan dua anggota senior kelompok Jihad Islam, termasuk Bassem Al Saadi, di kamp Jenin, Senin (1/8/2022). Saadi bersama kelompoknya dituding mendalangi kekerasan terhadap warga Israel baru-baru ini.
Penutupan, yang memasuki hari keempat, Jumat, tidak hanya mencegah para pekerja asal Palestina untuk memasuki Israel. Tindakan itu juga telah menutup peluang para pasien yang berobat ke wilayah tersebut. Menurut WHO, setidaknya 50 pasien asal Palestina, yang seharusnya mendapat perawatan lanjutan karena kegawatdaruratan yang ditimbulkan, urung berobat.
Mohammed Abu Selmia, Direktur Rumah sakit Shifa, mengatakan, potensi kekurangan peralatan medis dan obat-obatan sangat besar saat ini setelah keputusan penutupan perbatasan. Persediaan saat ini hanya mampu untuk kegiatan seluruh rumah sakit selama lima hari dalam kondisi normal. Akan tetapi, jika konflik terbuka berlangsung, persediaan medis bisa habis setiap saat.
Tak hanya itu, Israel juga membatalkan pengiriman bahan bakar untuk pembangkit listrik satu-satunya di Gaza. Diperkirakan, pembangkit itu akan berhenti beroperasi, Sabtu, jika tidak ada suplai bahan bakar yang mencukupi.
Militer Israel dan juga warga sipilnya, sejak beberapa bulan terakhir, dilaporkan hampir setiap hari melakukan kekerasan bersenjata terhadap warga sipil Palestina, termasuk saat menghancurkan rumah-rumah warga Palestina yang akan dialihfungsikan menjadi permukiman Israel.
Sebuah sumber keamanan Mesir mengatakan kepada kantor berita AFP di Gaza bahwa upaya mediasi Kairo telah berlangsung tidak lama setelah serangan Israel tersebut berlangsung. ”Kami berharap mencapai konsensus untuk kembali tenang sesegera mungkin,” kata sumber itu.
Pemimpin Hamas yang tengah berada di Doha, Ismail Haniyeh, telah mengadakan pembicaraan dengan ”intelijen Mesir” mengenai kekerasan itu, sebut pernyataan Hamas. (AP/AFP/REUTERS)