Pesan Kemanusiaan Shinzo Abe untuk Jepang dan Dunia
Shinzo Abe mengenalkan Society 5.0 kepada dunia. Internet, teknologi digital, robot, AI, dan teknologi informasi bukanlah yang utama, melainkan alat membantu manusia agar bisa mempertahankan hidup dari pandemi Covid-19.
Video yang diterima pada 21 Januari 2019 itu dimulai dengan gambar deburan ombak lembut di pinggir pantai yang menenangkan. Seorang penari, dengan kaki telajang, meliuk dinamis, menyatukan alam dan manusia. Narator pun membuka dengan kalimat yang lugas, tetapi menjanjikan masa depan manusia yang lebih baik.
”In Japan, innovation has been transforming our society, in which people can extend human ability....” Pada bagian akhir video sepanjang 1 menit 38 detik itu, narator menyampaikan, ”...Advanced technology will support a variety of activities and improve our lifestyles. Japan aims at realizing Society 5.0, a technologybased, human-centered society.”
Video itu dikeluarkan Pemerintah Jepang dan ada juga yang dipromosikan Kantor Perdana Menteri (PM) Jepang, yang kala itu dijabat Shinzo Abe.
Ketika menjabat PM untuk kedua kali, periode 2012-2020, Abe dihadapkan pada masalah stagnasi ekonomi, dominasi penduduk berusia lanjut, dan ketegangan diplomasi, terutama dengan China.
Abe, yang menjadi PM pada 2006-2007, menjanjikan mengembalikan kejayaan Jepang. Ia juga berkeinginan mengubah konstitusi Jepang, yang membatasi pengembangan militer dan merangkul negara-negara di kawasan Asia, sebagai mitra strategis dan abadi.
Jepang adalah negara yang warganya terbiasa memakai teknologi, termasuk robot dan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Kondisi ini disadari Abe pula sehingga pada 2014 ia mencanangkan robot sebagai pilar utama strategi pertumbuhan Jepang. Apalagi, saat itu dunia semakin jauh menapaki era Revolusi Industri 4.0, yang menekankan pemanfaatan teknologi informasi.
In Japan, innovation has been transforming our society, in which people can extend human ability....
Abe mendorong pengembangan robot yang bisa membantu manusia, terutama warga senior: lanjut usia (lansia), sebab saat itu Jepang menghadapi persoalan semakin menua rakyatnya. Di sisi lain, kaum muda Jepang cenderung tak mau berkeluarga dan memiliki keturunan karena biaya hidupnya sangat tinggi. Angkatan kerja di Jepang kian menyusut.
Untuk mengatasi persoalan ekonomi dan kependudukan di Jepang, Abe pun mendorong warga lansia tetap produktif, dengan dukungan kaum muda dan teknologi, serta kaum wanita diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk berkarya.
Keluarga diperhatikan, suami dan istri saling mendukung, sehingga angka kelahiran di Jepang bisa meningkat kembali. Agar tetap produktif, kesehatan warga lansia pun diperhatikan, dengan dukungan teknologi, yang dikenal kini sebagai telemedicine.
Teknologi informasi, yang menjadi perhatian utama pada era Industri 4.0, memang meringankan hidup manusia dalam banyak hal. Namun, era ini juga memunculkan banyak persoalan, terutama kegaduhan informasi oleh hoaks, berkembangnya post-truth yang memecah belah, dan manusia bukanlah menjadi yang utama.
”Kita berada pada awal era kelima dalam sejarah manusia. Setelah Industri 4.0, datanglah Masyarakat 5.0, dan semuanya berhubungan,” ujar Abe pada Maret 2017 dalam pameran teknologi Centrum der Büroautomation und Informationstechnologie und Telekommunikation (CeBIT) di Hannover, Jerman. (Adrian Lobe, ”Society 5.0: Japans Smarte Utopie”, Zeit Online, 2017)
Kita berada pada awal era kelima dalam sejarah manusia. Setelah Industri 4.0, datanglah Masyarakat 5.0, dan semuanya saling berhubungan.
Abe berbicara pertama kali tentang Society 5.0 di Jerman, negeri yang pada 2011 mengenalkan era Industri 4.0. Jepang mulai menggodok konsep Masyarakat 5.0 tahun 2016.
Pada ajang Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Davos, Swiss, pada 23 Januari 2019, Abe kembali mengenalkan konsep Society 5.0. Dunia diajaknya memasuki era yang menempatkan manusia sebagai yang utama, pusat perhatian (human-centered), dengan berbasiskan teknologi.
Konsep Masyarakat 5.0 itu mendapatkan kritik dari sejumlah negara dan tokoh publik, termasuk sejarawan Yuval Noah Harari. Dendy Radityo dari Fisipol UGM Creative Hub menuliskan, bahkan Harari mengingatkan, manusia tak lebih dari algoritma yang bisa diatur pengalaman, emosi, dan keputusannya.
Sebaliknya, peneliti pada Hitachi Ltd Mayumi Fukuyama menegaskan, konsep Society 5.0 sangat jelas, menempatkan manusia sebagai pilar utama kehidupan, dengan dukungan teknologi informasi dan digital. Teknologi memungkinkan manusia melakukan banyak hal, tetapi tetaplah manusia yang mengendalikan.
Sekitar setahun setelah Abe memaparkan konsep Society 5.0 di WEF, dunia dilanda pandemi Covid-19. Lebih dari 220 negara/wilayah tak bisa menghindar dari sebaran virus korona baru itu hingga kini. Internet, digital, robot, AI, atau teknologi informasi bukan lagi menjadi perhatian utama, selain membantu manusia untuk tetap mempertahankan hidupnya. Bahkan, untuk bisa melawan virus, manusia dipaksa kembali pada vaksin, yang adalah produk era Industri 2.0.
Di dunia ini, manusialah yang utama, bukan benda secerdas apa pun.
Dengan mendorong Society 5.0 sejak 2016; Abe (67), yang hari Jumat (8/7/2022) ditembak oleh Tetsuya Yamagami (41), warga Jepang, seperti mendahului zaman. Ia seperti ingin berpesan, di dunia ini, manusialah yang utama, bukan benda secerdas apa pun.
Duka mendalam dari warga dunia atas kematian Abe kian meneguhkan bahwa memang manusialah yang terpenting dan menjadi perhatian utama dalam kehidupan di Bumi ini.