Bersiap untuk Situasi Terburuk, Jerman Susun UU Dana Talangan
Negara-negara Eropa diminta menyusun rencana darurat energi bila Rusia benar-benar menghentikan pasokan gasnya. Jerman dan Perancis bersiap menalangi perusahaan energinya bila kolaps karena harga gas yang tinggi.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
BRUSSELS, KAMIS –- Negara-negara Eropa bersiap untuk menghadapi kemungkinan terburuk dalam beberapa pekan mendatang bila Rusia memutuskan untuk benar-benar menghentikan pasokan gasnya. Komisi Eropa meminta pemerintahan di masing-masing negara anggota menyiapkan rencana darurat untuk menjaga ketersediaan energi mereka jelang musim dingin 2022.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, saat berbicara dengan legislator di Strasbourg, Perancis, Rabu (6/7/2022), rencana darurat itu diperlukan karena Rusia memanfaatkan sektor energi sebagai senjata dan alat tawar-menawar.
“Jika situasi terburuk terjadi, kita harus siap,” kata von der Leyen. Dia juga menyatakan, Komisi Eropa tengah mengerjakan rencana darurat bagi Uni Eropa. Kesiapan negara-negara Eropa yang terkoordinasi sangat penting menghadapi kemungkinan terhentinya secara penuh pasokan gas dari Rusia.
Pasokan gas menjadi sangat penting bagi negara-negara Eropa sebagai salah satu sumber energi utama penopang perekonomian, khususnya industri. Selain itu, pasokan gas juga diperuntukkan bagi konsumen rumah tangga, terutama untuk kebutuhan penghangat di musim dingin.
Keputusan Rusia untuk menginvasi Ukraina telah berbuah sanksi dari negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, sekutu Ukraina. Akan tetapi, UE tidak memasukkan gas dan bahan bakar sebagai instrumen sanksi karena khawatir tindakan itu akan merugikan perekonomian mereka. Sebanyak 40 persen ketersediaan gas di UE dipasok oleh Rusia. Sementara, pasokan minyak Rusia sebanyak 25 persen.
Ancaman berkurangnya pasokan gas Rusia ke Eropa disuarakan Jerman. Pekan lalu, pemerintah Jerman menyatakan bahwa perusahaan gas Rusia, Gazprom, mungkin tidak akan melanjutkan pengiriman gas alam ke Eropa melalui jaringan pipa Nord Stream 1 usai pekerjaan perbaikan jaringan pipa, bulan Juli ini.
Sejak pertengahan Juni 2022, Gazprom telah memangkas pasokan gasnya ke Jerman sebesar 60 persen, yang selama ini dialirkan melalui Nord Stream 1. Tidak hanya Jerman, pasokan gas ke Italia juga dikurangi separuhnya. Selain itu, tiga negara lain, yakni Austria, Republik Ceko dan Slovakia, juga mengalami penurunan pasokan.
Negara-negara Eropa bersepakat bahwa untuk mengamankan pasokan selama musim dingin, persediaan gas harus mencapai setidaknya 80 persen. Peraturan baru UE juga menyebut penyimpanan gas bawah tanah di masing-masing negara harus mencapai 90 persen dari kapasitas sebelum musim dingin 2023-2024.
Von der Leyen mengatakan, persediaan gas alam di masing-masing negara saat ini baru mencapai 55 persen dari kapasitas penyimpanan. Sejumlah negara terus mencari pemasok gas alam baru yang bisa menggantikan posisi Rusia. Pengiriman gas alam cair dari AS sendiri ke Eropa telah meningkat tiga kali lipat.
Dua analis ekonomi pada Bank Berenberg, Holger Schmieding dan Salomon Fiedler, mengatakan, jika Rusia tidak melanjutkan pengiriman melalui Nord Stream 1 setelah 24 Juli, seluruh negara anggota UE kemungkinan besar tidak akan memiliki cadangan gas lagi saat musim dingin berakhir. Untuk amannya, perlu diatur soal penjatahan gas,” kata mereka.
Siap Merogoh Kocek
Bersiap menghadapi krisis energi, terutama gas, sejumlah negara telah bersiap mengambil kebijakan untuk mengamankan ketersediaan energi.
Dikutip dari New York Times, anggota parlemen Jerman tengah mempersiapkan aturan perundangan yang nantinya bisa menyelamatkan importir gas terbesar negara itu jika mereka kolaps karena harga gas yang tinggi. Sementara pemerintah Perancis menyatakan niatnya untuk mengendalikan secara penuh penyedia jasa kelistrikan jika nantinya harga gas yang tinggi menyebabkan masalah keuangan.
Menurut rencana, parlemen Jerman akan mengadakan pemungutan suara untuk mengesahkan peraturan perundangan yang nantinya memberikan hak bagi pemerintah menalangi keuangan perusahaan yang terdampak kenaikan harga gas yang tinggi. peraturan perundangan itu juga nantinya memungkinkan pemasok untuk menetapkan kenaikan harga gas pada konsumen, jika regulator memutuskan diperlukannya pengurangan yang signifikan impor gas ke Jerman.
Uniper, importir gas terbesar di Jerman, bisa menjadi perusahaan penerima manfaat pertama peraturan perundangan itu. Pekan lalu, manajemen perusahaan mengakui bahwa merek tengah berbicara dengan pemerintah tentang kemungkinan bail outbila situasi keuangan mereka terdampak karena kenaikan harga gas yang tinggi.
Perusahaan ini dikabarkan telah mengalami kerugian sejak Gazprom mengurangi pasokan gas ke Jerman pertengahan Juni lalu. situasi itu memaksa perusahaan mencari pemasok gas baru dengan harga yang jauh lebih tinggi karena mereka harus memenuhi kontrak pengadaan gas, tidak hanya bagi banyak kota di Jerman tapi juga industri.
Robert Habeck, Menteri Ekonomi Jerman mengatakan, pemerintah tidak akan membiarkan runtuhnya satu perusahaan energi untuk menjatuhkan seluruh pasar Eropa.
"Kami tidak akan membiarkan efek sistemik di pasar gas Jerman dan Eropa, karena efek domino kemudian akan terjadi dan kebangkrutan perusahaan akan mempengaruhi sektor lain atau bahkan keamanan pasokan secara keseluruhan," katanya.
Tindakan yang sama juga dilakukan pemerintah Perancis. Perdana Menteri Perancis Elisabeth Borne mengumumkan bahwa mereka mendukung 100 persen keuangan operator tenaga nuklir Electricité de France (EDF), yang sudah bermasalah dengan utang setelah lebih dari 50 persen reaktornya tidak beroperasi. Untuk mengatasi krisis energi, Perancis berupaya agar pembangkit listrik tenaga nuklir yang dikelola EDF bisa menyediakan setidaknya 70 persen listrik bagi seluruh warga. (AP)