Dampak Krisis Energi, Jerman Akan Menjatah Air Panas untuk Rumah Tangga
Warga Jerman diminta hemat energi dan bersiap menghadapi musim dingin. Saat terjadi kekurangan gas akut, bisa-bisa jatah air panas untuk rumah tangga akan dikurangi.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·4 menit baca
BERLIN, SABTU — Badan Jaringan Federal Jerman menyerukan kepada warga dan perusahaan untuk hemat energi dan bersiap menghadapi musim dingin menyusul kekhawatiran Rusia akan menghentikan suplai gas. Tersedia waktu 12 pekan sebelum musim dingin tiba.
”Perawatan pemanas dan radiator akan mengurangi konsumsi gas hingga 15 persen. Rumah tangga harus mulai membahas apakah suhu setiap ruangan perlu disetel seperti biasanya saat musim dingin. Ataukah beberapa ruangan bisa sedikit lebih dingin,” kata Presiden Badan Jaringan Federal Jerman Klaus Mueller, Sabtu (2/7/2022).
Seruan itu muncul setelah Rusia mengurangi pasokan gas ke Jerman, Italia, Austria, Ceko, dan Slowakia awal bulan ini. Negara-negara anggota Uni Eropa berupaya mengisi ulang fasilitas penyimpanan dengan bahan bakar yang diperlukan untuk pembangkit listrik, industri, dan pemanas rumah tangga saat musim dingin.
Di Hamburg, senator bidang lingkungan mengatakan, pemerintah kota itu akan menjatah air panas untuk rumah tangga dan membatasi suhu pemanasan maksimum jika terjadi kekurangan gas akut. Pemerintah mengimbau warga dan perusahaan untuk mengurangi konsumsi energi, membantu negara mengisi kapasitas penyimpanan gas pada musim dingin, dan menyiapkan langkah-langkah jika gas habis.
”Dalam kekurangan gas akut, dalam keadaan darurat, air hangat hanya bisa disediakan pada waktu-waktu tertentu dalam sehari,” kata Senator Jens Kerstan seperti dikutip surat kabar Welt am Sonntag, Sabtu.
Kerstan mengatakan, kota juga akan mempertimbangkan pengurangan suhu ruangan maksimum di jaringan pemanas distrik. Ia memperingatkan, terminal sementara gas alam cair di Hamburg belum akan beroperasi hingga pertengahan tahun depan. ”Pada Juli ini kita akan tahu, apa dan di lokasi mana terminal LNG sementara memungkinkan dibangun di Hamburg,” katanya.
Bulan lalu Jerman bergerak ke tahap dua, dari rencana tiga tingkat kedaruratan gas setelah Rusia mengurangi pengiriman melalui pipa Nord Stream 1. Menurut rencana darurat federal, pada tahap darurat ketiga, rumah tangga dan institusi penting seperti rumah sakit akan diprioritaskan ketimbang industri.
Raksasa gas Rusia, Gazprom, menyatakan ada kesalahan teknis yang menyebabkan pengurangan pasokan gas melalui Nord Stream 1. Peralatan untuk perbaikan tersendat di Kanada karena sanksi Barat atas invasi Rusia ke Ukraina.
Namun, Pemerintah Jerman menolak penjelasan Gazprom itu dan menyebut pengurangan pasokan gas sebagai langkah politis atas reaksi terhadap sanksi Uni Eropa. Wakil Kanselir Jerman Robert Habek memperingatkan kemungkinan terjadinya blokade jaringan pipa mulai 11 Juli, saat perawatan rutin biasanya dimulai. Pada musim panas sebelumnya, perawatan semacam itu akan menghentikan kinerja Nord Stream 1 selama sepuluh hari.
Pertanyaan yang muncul, menurut Mueller, apakah perawatan rutin Nord Stream 1 akan menjadi ”perawatan politis jangka panjang”. ”Jika pasokan gas dari Rusia diturunkan untuk periode yang lama, kita harus membahas penghematan energi secara serius,” ujarnya.
Saat ini cadangan gas Jerman diperkirakan masih 56 persen dari total kapasitas penyimpanan. Skenario terbaik Pemerintah Jerman, kekurangan gas akut baru terjadi pada Februari 2023. Namun, jika pasokan gas benar-benar terhenti, meski perbaikan jalur gas selesai pada akhir Juli, Jerman akan tetap mengalami kekurangan gas lebih cepat, yaitu pertengahan Desember tahun ini.
Dua terminal LNG sementara Jerman di Wilhelmshaven dan Brunsbuettel harus dioperasikan pada akhir tahun ini, sebut surat kabar Welt am Sonntag mengutip Kementerian Ekonomi.
Perang di Ukraina menyebabkan disrupsi besar pada perdagangan global. Harga gandum melonjak akibat blokade atas pelabuhan-pelabuhan di Ukraina. Hal serupa terjadi pada harga minyak, gas, dan pupuk menyusul sanksi Barat terhadap Rusia.
Pada Sabtu, produsen gas Rusia, Gazprom, mengatakan, pasokan gasnya ke Eropa melalui Ukraina melalui titik masuk Sudzha terlihat pada 42,15 juta meter kubik. Sehari sebelumnya, jumlahnya 42,1 juta meter kubik. Permohonan untuk memasok gas melalui titik masuk Sokhranovka kembali ditolak oleh Ukraina, kata Gazprom.
Gazprom telah memangkas lebih dari setengah pasokan gas ke lima negara Uni Eropa, termasuk Jerman. Jerman selama ini sangat bergantung pada suplai gas dari Rusia untuk industri dan pembangkitan tenaga listrik. Mereka menggantungkan kebutuhan gas sebanyak 35 persen pada Rusia. Adapun Italia bergantung pada pasokan Rusia hingga 40 persen. Stok sementara yang tersedia semakin menipis.
Sebelumnya, Rusia menutup aliran gas ke Polandia, Bulgaria, Denmark, Finlandia, Perancis, dan Belanda. Tidak ingin bergantung pada gas dari Rusia, sejumlah negara mulai mencari pasokan energi alternatif. Polandia, misalnya, secara bertahap menyetop gas Rusia sejak akhir tahun lalu.
Sejumlah negara lain, seperti Australia, Jerman, Belanda, dan Perancis, memilih kembali menggunakan batubara. Pekan lalu, Perancis mengumumkan dibukanya kembali pembangkit listrik tenaga batubara Saint-Avold yang sebelumnya telah ditutup pada Maret 2022. Hal itu dilakukan karena dampak perang Ukraina-Rusia yang menyebabkan harga energi global terus meningkat.
Perancis mengatakan masih akan memproduksi kurang dari 1 persen listrik tenaga batubara dan tidak ada batubara Rusia yang digunakan. Selama ini, sebagian besar produksi listrik Perancis berasal dari tenaga nuklir (67 persen) pada tahun 2020. Pada tahun yang sama, batubara hanya menyumbang 0,3 persen.
Meski begitu, pergeseran kembali ke bahan bakar fosil telah menimbulkan kekhawatiran Komisi Eropa dan para aktivis lingkungan. Mereka khawatir Uni Eropa akan kehilangan target untuk mengurangi sumber energi yang mencemari dan berpotensi membawa bencana bagi iklim. (AP/REUTERS)