Korea Utara tampak semakin yakin hendak melakukan uji coba senjata nuklir untuk ketujuh kalinya.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
PYONGYANG, JUMAT — Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un memerintahkan peningkatan anggaran pertahanan dan pemutakhiran rencana perang di negara tersebut. Hal ini memunculkan kekhawatiran di Korea Selatan dan Amerika Serikat bahwa Korea Utara berniat melakukan uji coba senjata nuklir.
Kantor berita nasional Korut, KCNA, pada Jumat (24/6/2022) mengabarkan bahwa Kim selesai melakukan rapat tiga hari dengan para petinggi militer setempat. Dari foto-foto yang beredar, diduga rapat dilakukan di pesisir timur Korut tempat pabrik pengayaan uranium mereka berada.
Hasil rapat itu menyebutkan pentingnya penguatan pertahanan nasional. Hal ini terdiri atas dua aspek, yaitu meningkatkan anggaran dan memperbarui berbagai strategi perang yang beberapa di antaranya telah berusia puluhan tahun. Kim mengatakan, strategi perang harus difokuskan di garis depan.
Tidak ada keterangan mengenai nuklir dikatakan secara gamblang. Akan tetapi, Kim mengangkat Ri Pyong Chol sebagai Wakil Ketua Komisi Militer Partai Pusat. Sebelumnya, Ri adalah kepala pengembangan persenjataan nuklir.
”Besar sekali kemungkinan pengetesan persenjataan nuklir. Walaupun tidak diucapkan secara harfiah dan terbuka, simbol-simbol hal itu akan terjadi sudah jelas,” kata Hong Min, peneliti Institut Persatuan Nasional Korea yang terletak di Seoul, Korsel.
Pyongyang terakhir kali melakukan uji coba senjata nuklir pada September 2017. Itu merupakan keenam kalinya mereka melakukan percobaan. KCNA mengumumkan bahwa mereka menguji bom termonuklir atau yang dikenal sebagai bom hidrogen.
Dilansir dari CNN, ketika itu, lembaga Survei Geologi AS melaporkan ada gempa bermagnitudo 6,3 di sekitar Punggye-ri yang merupakan tempat uji coba nuklir Korut. Melihat pola gempa yang dinilai tidak alamiah itu, Departemen Pertahanan AS menyimpulkan ini hasil uji coba senjata nuklir di bawah tanah. Berbagai negara, termasuk Indonesia, Rusia, dan China, mengecam uji coba itu.
”Saat ini, Korut sedang berada di atas angin karena mereka merasa didukung oleh China dan Rusia,” kata Daniel Russel, Wakil Direktur Keamanan dan Diplomasi Institut Kajian Masyarakat Asia, kepada kantor berita nasional Korsel, Yonhap.
Menurut dia, Pyongyang terus mengamati perkembangan global. Saat ini, Rusia dan China bisa menyaingi hegemoni negara-negara Barat. Adanya perang antara Rusia dan Ukraina yang sebenarnya merupakan Moskwa melawan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) serta kian besarnya pengaruh Beijing di Asia dan Afrika membuat Korut semakin optimistis. Mereka berpendapat, tidak ada yang bisa mengganggu Pyongyang.
Menteri Penyatuan Korea di Kabinet Korsel Kwon Young-se mengirim peringatan kepada Pyongyang. Ia menekankan tidak ada hal positif yang akan muncul dengan berbagai aksi provokatif Korut.
”Ingat, Presiden Yoon Suk Yeol berbeda dari pendahulunya, Presiden Moon Jae-in. Korsel akan terus mendorong dialog yang fleksibel dan berkedalaman. Akan tetapi, kami juga berani mengambil tindakan tegas,” tutur Kwon.
Yoon Suk Yeol yang baru dua bulan menjabat presiden Korsel memang dikenal lebih keras pandangannya terhadap Pyongyang. Ia secara terang-terangan mendukung sikap AS yang memberi lebih banyak sanksi ekonomi terhadap Korut.
”Semenanjung Korea jangan dibawa terseret arus politik kawasan dalam perebutan hegemoni. Korut tidak akan mendapat wibawa internasional, apalagi kekuatan politik, jika terus bertindak seperti ini,” kata Kwon. (REUTERS)