Taiwan Peringatkan Terjadinya Krisis Hebat jika China Menyerang
Taiwan adalah produsen semikonduktor nomor satu di dunia. Apabila terjadi penyerangan, rantai pasok semikonduktor global bakal terganggu.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
TAIPEI, RABU — Ketegangan hubungan antara Taiwan dan China belum mereda. Setelah beradu argumen mengenai status Selat Taiwan, otoritas Taiwan mengeluarkan pernyataan bahwa dunia akan mengalami krisis lebih parah dibanding yang ditimbulkan perang Ukraina-Rusia apabila China menyerang Taiwan. Hal ini karena Taiwan merupakan produsen dari 20 persen semikonduktor global yang menjadikan mereka penghasil semikonduktor nomor satu di dunia.
”Apabila Taiwan diserang, rantai pasok semikonduktor global pasti terganggu. Dampaknya akan lebih merusak terhadap perdagangan dan teknologi global,” kata pelobi utama Taiwan sekaligus menteri tanpa portofolio, John Deng, di Geneva, Swiss, Rabu (15/6/2022). Ia berbicara di sela-sela pertemuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Ketika pandemi Covid-19 terjadi awal tahun 2020, rantai pasok semikonduktor terganggu. Akibatnya, negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa bagian barat mengalami resesi. Industri semikonduktor memproduksi segala jenis cip,mikrocip, dan nanocip yang diperlukan untuk berbagai jenis perangkat digital, mulai dari telepon pintar hingga mobil listrik.
Pada tahun 2021, nilai ekspor semikonduktor Taiwan 118 miliar dollar AS. Sebelumnya, tahun 2020, nilainya 115 miliar dollar AS. Sebanyak 40 persen dari ekspor ini justru ke China. Oleh sebab itu, Deng mengungkapkan, Taiwan mempertimbangkan kemungkinan mengurangi pengiriman hasil produksi mereka ke China.
Deng mengatakan, melihat pentingnya cip di dalam industri yang semakin bergantung pada teknologi digital, ancaman terhadap Taiwan akan mendatangkan petaka. Dampaknya bakal melebihi krisis pangan akibat invasi Rusia ke Ukraina. Ia mengacu pada pidato Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dalam forum Dialog Shangri-La di Singapura, Sabtu lalu.
Dalam pidato lewat video, Zelenskyy mengatakan, bagi negara seperti Ukraina saja peperangan mendatangkan krisis pangan global. Ukraina adalah produsen 10 persen gandum dunia. Pengimpor utama gandum mereka adalah negara-negara di benua Afrika. ”Krisis pangan akan mendatangkan krisis politik. Banyak pemerintahan yang terancam keberlangsungannya,” kata Zelenskyy.
Dalam Dialog Shangri-La itu, Menteri Pertahanan China Wei Fenghe menegaskan China tidak akan tinggal diam apabila Taiwan bermaksud memerdekakan diri. China mengingatkan negara-negara di dunia bahwa mereka terikat dengan perjanjian Satu China, yaitu satu negara dengan sistem pemerintahan otonom untuk Taiwan. Apabila Taiwan menolak hidup sebagai bagian dari China, pasti Beijing akan menggunakan kekuatan militer.
Menyusul pernyataan Wei tersebut, Kementerian Luar Negeri China mengeluarkan pernyataan bahwa Selat Taiwan sepenuhnya milik China. Alasannya karena Taiwan adalah salah satu provinsi dari China.
Artinya, penentuan zona ekonomi eksklusif (ZEE) di tengah-tengah selat yang dihitung 12 mil laut dari pesisir selatan China dan 12 mil laut dari pesisir utara Taiwan tidak ada. Jika ZEE ini dianggap tidak ada oleh China, kapal-kapal asing yang berupa kapal niaga, terutama kapal-kapal militer, tidak diizinkan berlayar melewatinya.
Tidak terima, Taiwan pun membantah pernyataan China. Juru Bicara Kemlu Taiwan, Joanna Ou, menekankan bahwa Selat Taiwan masuk ke dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS). Penghitungan ZEE dengan 12 mil laut dari pesisir China dan Taiwan sah. Berdasarkan aturan ini, Taiwan menghormati semua jenis kapal asing yang melintas. Patroli kapal militer asing sejatinya hal yang lumrah terjadi di ZEE.
”Taiwan sudah sangat dipengaruhi pihak-pihak asing. Ini membuat hubungan lintas selat semakin susah. Taiwan sendiri yang mendatangkan masalah bagi mereka,” kata Juru Bicara Kantor Urusan Taiwan, Ma Xiaouguang. Kantor Urusan Taiwan adalah lembaga di bawah Pemerintah China yang mengelola hubungan lintas selat.
Dilansir surat kabar Taipei Times, Taiwan akan mengadakan dialog terkait keamanan dan pertahanan di pekan ini. Dialog yang disebut dengan istilah Monterey Talk ini merupakan yang kedua kalinya sejak Joe Biden terpilih sebagai Presiden AS.
Menurut Chieh Chung, peneliti dari Yayasan Kebijakan Nasional (NPF), AS lebih fokus kepada pemutakhiran persenjataan yang sudah ada di Taiwan, bukan memberi persenjataan baru. Taiwan memang membeli meriam Howitzer baru dari AS, tetapi secara keseluruhan pembelian senjata ini hanya sebagian kecil dari kerja sama keamanan kedua belah pihak. AS lebih banyak memberi bantuan dari segi pelatihan personel militer, logistik, dan pengelolaan peralatan.
Kantor berita nasional Taiwan, Central News Agency, mengutip laporan Kementerian Pertahanan Taiwan bahwa China memiliki kekuatan menginvasi Taiwan dari laut dan udara pada tahun 2027. Meski demikian, Kemhan Taiwan mengatakan, sejauh ini tidak ada tanda-tanda Beijing memang akan melakukan hal tersebut. (REUTERS)