Sebagian Anggota Dewan HAM PBB Anggap Isu Xinjiang Urusan Internal China
Sidang Dewan HAM PBB diwarnai perpecahan terkait isu pelanggaran HAM di Xinjiang. Sebagian anggota menganggap itu urusan dalam negeri China yang tidak bisa diganggu gugat.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
AFP/FABRICE COFFRINI
Suasana Sidang ke-40 Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa di Geneva, Swiss, pada 25 Februari 2019.
GENEVA, RABU — Sebanyak 69 negara yang mengikuti sidang Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa membuat pernyataan bersama. Mereka menyatakan, sebaiknya PBB ataupun negara lain tidak usah mengurusi masalah di Xinjiang, Tibet, dan Hong Kong. Alasannya, ketika isu itu merupakan persoalan dalam negeri, China sebagai negara berdaulat patut dihormati soal cara mereka menangani permasalahan sendiri.
Sidang Dewan HAM PBB dimulai sejak Selasa (14/6/2022) dipimpin Komisioner HAM PBB Michelle Bachelet di Geneva, Swiss. Pada Rabu (15/6/2022), suasana memanas di ruang sidang, yang disebut sejumlah pakar politik internasional sebagai pemerintahan demokratis melawan pemerintahan otoriter.
Hal ini karena pada Selasa, 47 negara yang mayoritas berpemerintahan demokratis mengeluarkan pernyataan bersama. Perwakilan Belanda, Paul Bekkers, membacakannya di ruang sidang. ”Kami sangat prihatin dengan kondisi pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang, China. Berbagai laporan peneliti dan liputan media arus utama menunjukkan bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan mengenai situasi yang harus segera ditangani di sana,” tuturnya.
Kelompok etnis Uyghur dan minoritas lainnya, lanjut pernyataan itu, terus diawasi oleh Pemerintah China. Mereka rentan ditangkap aparat penegak hukum dan dimasukkan ke kamp indoktrinasi. Di sana, mereka mengalami penganiayaan fisik dan psikis. Terdapat pula sistem untuk menghapus kebudayaan masyarakat Uyghur dan menghalangi kebebasan beragama serta berekspresi.
”Mohon agar Komisioner Bachelet segera menerbitkan laporan hasil kunjungannya ke Xinjiang bulan lalu. Setelah itu, kita semua harus memutuskan tindakan yang tepat untuk menghentikan pelanggaran-pelanggaran HAM ini,” tutur Bekkers.
Negara-negara yang menandatangani pernyataan tersebut adalah Amerika Serikat, negara-negara di Eropa, Australia, Selandia Baru, Belize, Kanada, Eswatini, Israel, Jepang, Kepulauan Marshall, Honduras, Guatemala, dan Palau.
MARTIAL TREZZINI/KEYSTONE VIA AP
Komisioner Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa Michelle Bachelet di Geneva, Swiss, ketika Sidang Dewan HAM PBB, Sabtu (17/6/2020).
Menanggapi permintaan itu, Bachelet mengungkapkan akan menerbitkan laporan pada 31 Agustus, bertepatan dengan akhir masa jabatannya. Menurut Bachelet, ia tidak akan melanjutkan ke masa jabatan kedua. Laporan kunjungannya ke Xinjiang masih dalam proses pengerjaan.
Bulan lalu, seusai kunjungan Bachelet ke Xinjiang, bocor data dan foto-foto kepolisian Xinjiang di internet. Di dalamnya ada 5.000 foto tahanan di kamp-kamp indoktrinasi. Sejumlah berkas juga menunjukkan program-program untuk mendoktrin tahanan dan metode-metode penganiayaan yang dilakukan oleh sipir apabila situasi dinyatakan sesuai untuk mempraktikkannya.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyindir Bachelet dan meragukan keabsahan laporan yang akan keluar. Ia mempermasalahkan kunjungan ke Xinjiang itu sepenuhnya diatur oleh Pemerintah China. Kemungkinan besar semua tempat yang didatangi dan orang-orang yang ditemui telah diatur sedemikian rupa sehingga tidak bisa dipegang kebenarannya.
Dalam sidang itu, menurut kantor berita nasional China, Xinhua, ada kelompok lain yang dikatakan terdiri atas 69 negara membalas dengan pernyataan bersama bahwa mereka berpendapat perkara Xinjiang, Tibet, dan Hong Kong adalah urusan dalam negeri China. PBB dan negara-negara lain tidak usah ikut campur. Bagaimanapun juga urusan dalam negeri adalah hak pemerintah masing-masing. Jika pihak luar terlibat, ini termasuk invasi kedaulatan negara tersebut.
Pernyataan dibacakan oleh perwakilan Kuba, Lisandra Astiasaran Arias. Dalam jumpa pers setelah sidang, dilansir dari media CNSNews, Arias menolak mengungkapkan nama-nama dari 69 negara itu secara keseluruhan. Akan tetapi, ia menyebut nama Aljazair, Bolivia, Burkina Faso, Kamboja, Kamerun, Mesir, Eritrea, Laos, Pakistan, Tajikistan, Venezuela, dan Zimbabwe.
Perwakilan Tetap China di Dewan HAM PBB Chen Xu, kepada surat kabar nasional China, Global Times, menuduh konspirasi negara-negara Barat untuk memfitnah China. Mereka sejatinya melanggar Piagam PBB yang mewajibkan semua anggota saling menghormati kedaulatan.
AFP PHOTO/THE VICTIMS OF COMMUNISM MEMORIAL FOUNDATION
Dalam foto yang disebarkan oleh Yayasan Peringatan Korban Komunisme (VCMF) pada tanggal 24 Mei 2022 ini memperlihatkan warga Uyghur di Xinjiang yang berada di kamp indoktrinasi. Waktu persis foto ini diambil tidak diketahui. Foto termasuk data kepolisian Xinjiang yang bocor akibat peretasan.
”Dewan HAM PBB semakin dipolitisasi dan konfrontatif. Berbagai topik yang dibahas mayoritas berlandaskan informasi tidak akurat. Ini bertentangan dengan tujuan dibentuknya Dewan HAM,” ujar Chen.
Ia mengingatkan kembali bahwa nilai-nilai yang dianut dewan adalah multilateralisme, bukan saling menuduh. Semua semestinya diselesaikan dengan dialog. Apabila bukti-bukti memperlihatkan tidak ada pelanggaran, negara-negara lain hendaknya berhenti menekan China.
Isu separatisme dan terorisme merupakan narasi yang digaungkan China kepada dunia untuk menjelaskan fenomena yang terjadi di Xinjiang. Menurut China, ada kelompok separatis yang memiliki kecenderungan agresif sehingga membahayakan masyarakat. Pemerintah melakukan inisiatif dengan mengamankan mereka dan menyebarluaskan nilai-nilai nasionalisme.
Narasi ini dibantah melalui data kepolisian yang bocor karena mayoritas tahanan di kamp-kamp konsentrasi ditangkap tanpa alasan jelas. Misalnya, ada yang ditahan karena memiliki janggut dan tidak meminum minuman keras. Rentang usia tahanan juga dianggap para peneliti isu HAM dan politik tidak masuk akal jika disebut sebagai separatis karena mencakup remaja berumur 15 tahun.