Pleidoi Chosmus Palandi: Terdakwa Bukan Penjahat, tetapi Korban Perbudakan di Laut
Chosmus Palandi membawa kabur kapal dari Singapura ke Indonesia untuk mencari perlindungan hukum karena menjadi korban perbudakan di laut. Namun, ia justru dijebloskan ke penjara ketika sampai di Batam.
Oleh
PANDU WIYOGA
·4 menit baca
BATAM, KOMPAS — Kapten Kapal Cramoil Equity, Chosmus Palandi, mengajukan pembelaan atas tuntutan jaksa penuntut umum. Terdakwa bersikukuh tidak melakukan kejahatan pelayaran dan pencemaran limbah. Ia terpaksa membawa kabur kapal dari Singapura ke Indonesia untuk mencari perlindungan hukum karena menjadi korban perbudakan di laut.
Nota pleidoi atau pembelaan Chosmus dibacakan penasihat hukum, Rustam Ritonga dan Awaluddin Harahap. Sidang kasus kejahatan pelayaran dan pencemaran limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) itu dilaksanakan secara daring di Pengadilan Negeri Batam, Kepulauan Riau, Senin (6/6/2022).
”Terdakwa adalah warga negara Indonesia yang karena kelalaian perusahaan telah kehilangan status sebagai awak kapal. Terdakwa sama sekali tidak berniat melakukan kejahatan, melainkan memohon perlindungan hukum. Terdakwa sebenarnya korban perbudakan yang hak-haknya tidak diberikan perusahaan di Singapura,” kata Awaluddin.
Kasus itu bermula pada 13 Juni 2021, saat Chosmus dan dua warga negara Indonesia (WNI) lain membawa kapal small boat (SB) Cramoil Equity berbendera Belize dari Pelabuhan Penjuru, Singapura. Manajer Direktur Cramoil Singapore Pte Ltd Tan Kim Seng memerintahkan mereka memindahkan 20.000 liter limbah B3 ke kapal tanker (MT) Tiger Star yang menunggu di perairan sebelah timur Singapura.
Akan tetapi, Chosmus tidak melaksanakan perintah Tan untuk merapat ke MT Tiger Star. Ia membelokkan rute SB Cramoil Equity ke arah perairan Batam.
Pada 17 Maret 2022, dalam sidang dengan materi pemeriksaan saksi, Doni Gusmardi, petugas Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Batam, mengatakan, SB Cramoil terpantau berputar-putar di perairan Batam pada 13-15 Juni 2021. Petugas KSOP berulang kali memerintahkan SB Cramoil agar keluar dari perairan Batam, tetapi seruan itu diabaikan.
Akhirnya, Doni yang juga menjabat sebagai kapten di Kapal Negara Patroli (KNP)-330, memutuskan untuk membawa SB Cramoil ke Pelabuhan Marina Waterfront, Batam. SB Cramoil yang memuat 20 tong berisi masing-masing 2.000 liter limbah B3 itu dicurigai sedang menunggu waktu untuk membuang limbah secara diam-diam di perairan Batam.
Jaksa menilai Chosmus terbukti melanggar Pasal 317 juncto Pasal 193 Ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Ia dituntut 8 bulan penjara dan denda Rp 50 juta.
Selain itu, jaksa juga menilai Chosmus terbukti melanggar Pasal 69 Ayat (1) Huruf d dan Pasal 106 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ia dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar.
Saksi Revorts Renaldo Pungus, juru mudi SB Cramoil, pada 13 Maret 2022, mengatakan, mereka bekerja di kapal itu sejak 2018. Menurut dia, saat SB Cramoil ditangkap petugas KSOP, perjanjian kerja laut dan buku pelautnya sudah tidak berlaku.
Adapun saksi Miswandi yang merupakan kepala kamar mesin SB Cramoil mengatakan, sudah lama perusahaan tidak membayar gaji mereka. Sejak pandemi Covid-19 melanda, para awak SB Cramoil hanya diperintahkan menunggu di kapal tanpa kepastian.
”Selama satu tahun kami tidak pernah menginjakkan kaki ke darat. Disuruh standby (di kapal) saja,” kata Miswandi.
Menurut dia, Chosmus, kapten SB Cramoil, meninggalkan kapal itu sesaat setelah diperiksa petugas KSOP di kapal KNP-330 pada 13 Juni 2021. Ia lalu dijemput seseorang menggunakan perahu kayu. Chosmus berpesan kepada Miswandi bahwa ia harus ke darat sebentar untuk mengurus dokumen mereka yang kedaluwarsa.
Akan tetapi, Chosmus pergi lebih lama dari yang diperkirakan. Oleh karena itu, Miswandi harus menghemat bahan bakar SB Cramoil dengan mematikan mesin secara berkala. Akibatnya, kapal itu terkatung-katung di laut hingga 15 Juni 2021. Saat itulah KNP-330 kembali datang, lalu menyeret SB Cramoil ke Pelabuhan Marina Waterfront, Batam.
Korban perbudakan
Penasihat hukum Chosmus, Rustam, mengatakan, perjanjian kerja laut dan buku pelaut milik terdakwa dan dua anak buah kapal (ABK) SB Cramoil sudah habis masa berlaku sejak 2019. Selain itu, mereka tidak pernah diizinkan mengambil cuti sejak awal bekerja. Pembayaran gaji juga selalu terlambat.
”Pemilik kapal dengan sengaja tidak memperpanjang perjanjian kerja laut terdakwa dan para ABK lain sehingga apabila terjadi persoalan, pemilik kapal dapat cuci tangan dan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum,” kata Rustam.
Oleh karena itu, pada 13 Juni 2022, Chosmus memutuskan turun ke Batam untuk mengurus dokumen yang kedaluwarsa. Ia juga berniat keluar dari pekerjaan itu karena tidak tahan dengan perlakuan perusahaan yang buruk.
”Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dari keterangan para saksi dan bukti-bukti surat, menurut kami, selaku penasihat hukum, penempatan posisi hukum kepada terdakwa untuk bertanggung jawab sebagaimana tuntutan JPU telah keluar dari nilai keadilan dan norma hukum,” kata Awaluddin.
Rustam menambahkan, sebenarnya jaksa memahami penderitaan terdakwa yang haknya dilanggar perusahaan asing. Dalam sidang sebelumnya dengan agenda pemeriksaan terdakwa, jaksa mengatakan Chosmus harus meninggalkan kapal meskipun jika harus dengan berenang ke Singapura.
Hal itu diungkapkan jakasa saat mendengar keterangan terdakwa yang mengeluh sudah 1 tahun tidak diizinkan menginjak daratan oleh otoritas di Singapura karena Covid-19 sedang mewabah. ”Dari situ terlihat jaksa tetap melaksanakan tuntutan hanya karena beban tugas dan tanggung jawab sebagai jaksa,” ucap Rustam.