Kekerasan senjata api terus memakan korban dan memperdalam trauma masyarakat Amerika Serikat. Kali ini, penembakan massal terjadi di Philadelphia, kasus ke-4 dalam sebulan terakhir.
Oleh
FX LAKSANA AGUNG SAPUTRA
·2 menit baca
PHILADELPHIA, MINGGU — Dua warga tewas dan 13 orang lainnya terluka dalam penembakan massal di Philadelphia, Amerika Serikat, Sabtu (4/6/2022) tengah malam. Insiden ini menambah panjang daftar insiden kekerasan senjata api di Amerika Serikat yang menjadi persoalan klasik negara itu.
”Waspada. Personel tanggap darurat sedang merespons insiden penembakan di area Jalan Selatan Ketiga. Sejumlah orang terluka. Mohon hindari area itu,” cuit Departemen Kepolisian Philadelphia melalui akun Twitter-nya, Minggu (5/6/2022).
Merujuk WPVI-TV, Departemen Kepolisian Philadelphia merespons penembakan massal yang dilakukan seorang tersangka di tengah massa. Seorang polisi yang tiba di lokasi berusaha melumpuhkan tersangka dengan tembakan senjata api.
Sampai saat ini belum ada keterangan apakah tersangka tertembak atau tidak. Kondisi warga yang menjadi sasaran tembak tersangka juga masih belum jelas. Departemen Kepolisian Philadelphia menyatakan, belum ada orang yang ditahan, tetapi sepucuk senjata api ditemukan sebagai barang bukti.
Penembakan massal di Philadelphia adalah insiden ke-4 yang tercatat di AS dalam sebulan terakhir. Sebelumnya terjadi penembakan massal di Tulsa, Oklahoma, Amerika Serikat, Rabu (1/6/2022), yang menyebabkan empat orang tewas dan sejumlah orang lainnya terluka.
Sebelumnya, pada Selasa (24/5/2022), penembakan massal terjadi di Sekolah Dasar Robb di kota Uvalde, Negara Bagian Texas, siang waktu setempat. Sebanyak 19 pelajar dan dua guru di SD Robb tewas.
Insiden ini merupakan kasus paling fatal sejak penembakan massal di Sekolah Dasar Sandy Hook di Newtown, Connecticut, 2012. Dalam tragedi itu, 26 orang tewas, termasuk 20 pelajar sekolah dasar.
Insiden di Uvalde terjadi sepuluh hari setelah kasus penembakan massal di sebuah supermarket di New York yang menewaskan 10 orang. Sentimen rasisme terhadap penduduk kulit hitam menjadi latar belakangnya.
Berdasarkan Everytown, sebuah gerakan sipil yang fokus pada persoalan kekerasan senjata di AS, terdapat 240 insiden penembakan massal di AS selama 2009-2020 atau rata-rata 20 insiden per tahun. Sebanyak 1.363 orang tewas dan 947 terluka dalam kurun waktu itu.
Termasuk dalam korban tewas itu adalah 362 anak dan remaja serta 21 aparat penegak hukum. Untuk penembakan massal di sekolah, terdapat 316 insiden selama periode 2013-2018.
Mengutip The New York Times, FBI merilis data tentang peningkatan penembakan massal di tempat-tempat umum. Pada 2021, jumlahnya mencapai 61 insiden, yang menyebabkan 103 orang tewas dan 130 orang terluka.
Ini merupakan angka tertinggi sejak 2017 ketika saat itu 143 orang tewas dan ratusan orang terluka. Jumlah kasus pada 2021 meningkat 52 persen ketimbang tahun 2020 dan 97 persen ketimbang tahun 2017. (AP)