Konflik menyeret puluhan juta orang ke ambang kerawanan pangan, diikuti malnutrisi, dan kelaparan massal yang bisa berlangsung bertahun-tahun. Ketersediaan pangan masih menjadi isu besar tahun 2023.
Oleh
FRANSISCA ROMANA
·3 menit baca
Sudah mengungsi, jatah makanan dikurangi pula. Ini menimpa para pengungsi di kawasan Sahel, Afrika. Dalam tiga bulan ke depan, Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) memperkirakan sedikitnya 18 juta orang di sabuk gersang yang terentang di Afrika Sub Sahara itu tak bisa makan dengan layak.
Seruan bantuan kemanusiaan untuk wilayah itu sebesar 3,8 miliar dollar AS hanya terpenuhi 12 persen, kata Juru Bicara OCHA Jens Learke, Jumat (20/5/2022). “Situasi sungguh mencemaskan di Burkina Faso, Chad, Mali, dan Niger. Kerawanan pangan sudah mencapai level darurat, terutama saat musim paceklik pada Juni-Agustus,” katanya.
Dalam gambaran yang lebih besar, saat pertemuan tentang kelaparan global di markas besar PBB di New York, Kamis (19/5), Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, jumlah warga dunia yang mengalami kerawanan pangan akut meningkat dua kali lipat hanya dalam dua tahun. Dari 135 orang juta sebelum pandemi, kini menjadi 276 juta orang. Jumlahnya naik 500 persen sejak 2016.
Angka itu sungguh menakutkan, terlebih karena tak terpisahkan dengan konflik. Konflik menjadi penyebab sekaligus akibat kelaparan. “Jika kita tidak menyuapi orang, kita menyuapi konflik,” ujar Guterres.
Di sisi lain dunia, dua produser gandum terbesar masih terlibat perang. Konflik ini memicu kenaikan harga bahan pangan di Afrika yang bergantung pada impor dari kedua negara itu. Krisis itu juga mengalihkan sebagian bantuan dari negara-negara lain untuk Afrika.
“Apa yang membuat saat ini buruk? Konflik berlarut di Afrika Barat. Masih ada Covid-19. Ada guncangan akibat krisis iklim. Harga-harga kebutuhan pokok naik, tak terjangkau tangan jutaan orang,” kata Tomson Phiri dari Program Pangan Dunia (WFP).
Konflik menyeret puluhan juta orang ke ambang kerawanan pangan, diikuti malnutrisi, dan kelaparan massal yang bisa berlangsung bertahun-tahun. Kian memperburuk gambaran ini, anak-anak terancam seumur hidupnya oleh tengkes, jutaan perempuan dan anak kekurangan gizi, anak perempuan keluar sekolah dan dipaksa bekerja atau menikah, keluarga akan menempuh perjalanan berbahaya di negerinya, hanya demi makan dan bertahan hidup.
Isu 2023
Menurut Kepala WFP David Beasley, keamanan pangan amat penting untuk perdamaian dan stabilitas. Ketika 276 juta orang berjuang mendapatkan makanan, dan 49 juta orang di 43 negara berada di depan pintu kelaparan, hasilnya bukan hanya kematian, melainkan migrasi besar-besaran yang tiada taranya.
Ketersediaan pangan masih menjadi isu besar tahun 2023. Apalagi ketika negara-negara berkembang dan miskin tak punya ruang fiskal yang cukup guna meredam laju kenaikan harga-harga.
Tahun lalu, sebagian besar dari 140 juta orang di dunia yang mengalami kelaparan parah tinggal hanya di 10 negara, yakni Afghanistan, Republik Demokratik Kongo, Etiopia, Haiti, Nigeria, Pakistan, Sudan Selatan, Sudan, Suriah, dan Yaman. Delapan negara di antaranya berada dalam agenda Dewan Keamanan PBB.
“Saat kalian di Dewan Keamanan memperdebatkan konflik, kalian memperdebatkan kelaparan. Saat kalian membuat keputusan soal misi penjaga perdamaian, kalian membuat keputusan soal kelaparan. Dan, ketika kalian gagal meraih konsensus, orang-orang lapar ini menanggung akibatnya,” cetus Guterres.
Dunia tak bisa mengatasi kelaparan tanpa mengatasi konflik. Bantuan kemanusiaan dalam jumlah berapa pun kemungkinan tak akan mengatasi kelaparan jika konflik masih terus berlangsung. Guna memulai langkah mengakhiri duet mematikan, konflik dan kelaparan, mutlak diperlukan solusi politik mengatasi konflik yang sedang terjadi, mencegah munculnya konflik baru, dan membangun perdamaian berkelanjutan.