The New York Times dan NBC News, pekan pertama Mei, menurunkan laporan tentang intelijen Amerika Serikat yang memasok Ukraina soal informasi strategis militer Rusia. Hal sensitif ini kemudian segera ditepis Washington.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
MOSKWA, MINGGU Ketua Parlemen Majelis Rendah Rusia Vyacheslav Volodin menuding Washington mengoordinasi dan merekayasa operasi militer Ukraina pada perang melawan Rusia. Oleh karena itu, Amerika Serikat harus ikut bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan Kiev kepada rakyat Donbas di Ukraina.
”Amerika Serikat (AS) berpartisipasi dalam operasi militer di Ukraina. Hari ini, Washington pada dasarnya mengoordinasi dan merekayasa operasi militer. Jadi, AS secara langsung berpartisipasi dalam aksi militer melawan negara kami,” kata Volodin, lewat saluran Telegram, Sabtu (7/5/2022).
Volodin, mengutip kantor berita Rusia, TASS, Minggu (8/5), tak sekadar bicara pasokan senjata dari AS ke Ukraina. Ia juga menyinggung implikasi yang harus dipertanggungjawabkan Washington.
”Dengan meminta pemberitaan bocoran pertukaran intelijen dengan Ukraina itu dihentikan, Presiden (Joe) Biden mengakui bahwa Washington telah mengategorikannya sebagai (informasi) rahasia. Kepemimpinan AS harus juga bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan rezim Nazi Kiev di Ukraina. Jadi, ini sekaligus menambah daftar panjang kejahatan perang (AS),” katanya.
Pernyataan ini merupakan tanggapan atas sejumlah laporan yang diturunkan The New York Times dan NBC News pada pekan lalu. Kedua media AS itu menerbitkan artikel terpisah mengenai keterlibatan AS dalam perang Rusia-Ukraina. Mereka mengutip pejabat-pejabat Pemerintah AS serta beberapa perwira militer AS yang tidak disebutkan identitasnya.
Kesimpulan dari liputan itu ialah bahwa AS secara spesifik menyediakan intelijen kepada Pemerintah Ukraina. Di dalamnya mencakup lokasi obyek-obyek vital militer Rusia ataupun keberadaan para perwira militernya. Informasi intelijen ini berupa citra satelit dengan resolusi tajam dan dilengkapi koordinat terperinci.
Pada akhir Maret, Penasihat Kepresidenan Ukraina Mykhailo Podolyak mengumumkan melalui akun media sosialnya bahwa Ukraina berhasil membunuh enam perwira militer Rusia. Di antaranya adalah Mayor Jenderal Andrei Sukhovetsky dan Wakil Komandan Batalyon Laut Hitam Andrei Paliy. Pemerintah Rusia sendiri belum menyebarluaskan nama-nama perwira maupun prajurit mereka yang tewas di dalam pertempuran.
Sementara kepada NBC News, seorang perwira AS membocorkan bahwa pihaknya memasok intelijen mengenai keberadaan kapal tempur Rusia, Moskva, di Laut Hitam. Kapal itu kemudian digempur oleh dua kapal Ukraina sehingga karam pada tanggal 14 April. Tenggelamnya Moskva dianggap sebagai salah satu keberhasilan Ukraina dan pukulan berat bagi Rusia.
“Awalnya, Ukraina meminta kepada kami intelijen mengenai sebuah kapal di Laut Hitam. Setelah ditelusuri, kapal itu ternyata Moskva yang mengangkut 510 personel militer Rusia. Akan tetapi, kami sama sekali tidak tahu bahwa Ukraina akan menenggelamkan kapal itu,” tutur pejabat tersebut.
Menurut kedua media AS itu, keberhasilan Ukraina dalam dua serangan itu berkat intelijen dari AS. Dugaan keterlibatan AS dalam operasi militer Ukraina melawan Rusia diperkuat dengan pernyataan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin. Ia dan rekannya, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken berkunjung ke Kiev pada akhir April. Mereka bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.
“Kita harus melemahkan Rusia dengan segala cara agar mereka tidak memiliki kekuatan untuk menyerang Ukraina ataupun negara-negara lain,” kata Austin kepada para wartawan di Kiev. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa AS terlibat lebih dalam di dalam peperangan Rusia-Ukraina, melebihi klaim Washington bahwa bantuan mereka sebatas dana dan persenjataan.
Pemerintah AS melalui Kementerian Pertahanan menyangkal telah memberikan informasi intelijen militer spesifik kepada Ukraina untuk menyerang perwira ataupun obyek militer Rusia.
”Amerika Serikat membantu Ukraina dari segi biaya dan persenjataan untuk melawan Rusia. Kami juga memberi intelijen militer, tetapi tidak pernah bertujuan untuk menyuruh Ukraina menyerang Rusia,” kata Juru Bicara Pentagon John Kirby di Washington DC, AS, Sabtu (7/5).
Kirby mengatakan, Ukraina bertindak secara mandiri berdasarkan pertimbangan mereka sendiri. Pentagon juga tidak pernah memberikan rekomendasi kepada Kiev mengenai langkah militer yang harus diambil.
Terbitnya artikel di The New York Times dan NBC News tersebut membuat para diplomat dan pakar hubungan internasional AS protes. Mereka meminta agar pemerintahan Biden tidak mudah membuka mulut dan membocorkan rahasia negara kepada media massa.
”Hal-hal seperti ini yang dijadikan senjata oleh Putin untuk menggaungkan narasi bahwa Rusia dirundung oleh Barat dan sekutunya. AS, disadari ataupun tidak, telah menguatkan pernyataan Putin sebagai pihak yang menjadi korban dalam konflik ini,” cuit Ketua Dewan Hubungan Internasional AS (CFR), yang juga mantan diplomat, Richard Haass, di Twitter.
Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov dalam jumpa pers di Moskwa, akhir pekan lalu, mengatakan, Rusia sejak awal sudah mengetahui bahwa AS dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) akan melakukan segala cara untuk membantu Ukraina.
Menurut Peskov, AS dan NATO akan bertindak seolah-olah hanya memberi bantuan senjata dan dana. Akan tetapi, Rusia mengetahui bahwa keduanya pasti juga memberi bantuan dalam bentuk lain, salah satunya intelijen.
“Dari awal, operasi militer ini salah satunya untuk melawan hegemoni NATO. Tentu mereka melakukan segala cara untuk mempertahankannya,” kata Peskov. (AFP/REUTERS/DNE)