Selama enam tahun terakhir, kerawanan pangan berlipat ganda. Perang di Ukraina bakal memperburuk situasi karena produksi pangan global terganggu.
Oleh
FRANSISCA ROMANA
·3 menit baca
Tak ada cukup makanan untuk disantap setiap hari. Itulah yang dihadapi hampir 193 juta orang di 53 negara sepanjang tahun 2021. Diperkirakan, tahun ini jumlahnya bakal bertambah berkat kombinasi tiga faktor ”pahit”: konflik, cuaca ekstrem, dan dampak pandemi Covid-19.
Situasi ini tergambar dalam Laporan Global Krisis Pangan yang dirilis bersama oleh Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), Program Pangan Dunia PBB (WFP), dan Uni Eropa, Selasa (/5/2022). Tren yang muncul dalam laporan dari tahun ke tahun sungguh mengkhawatirkan. Jumlah orang yang mengalami kerawanan pangan itu naik 20 persen atau sekitar 40 juta dibandingkan tahun sebelumnya.
Laporan itu menyebutkan, krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 memukul 30,2 juta orang di 21 negara. Cuaca ekstrem menjadi penyebab utama kerawanan pangan akut yang menimpa 23,5 juta orang di delapan negara Afrika.
Selama enam tahun terakhir, kerawanan pangan berlipat ganda. PBB mendefinisikan kerawanan pangan akut sebagai ketidakmampuan seseorang untuk mengonsumsi cukup makanan untuk menopang hidupnya. ”Ini kelaparan yang bisa menyebabkan kematian,” sebut FAO.
Negara-negara yang didera konflik berlarut-larut, seperti Afghanistan, Republik Demokratik Kongo, Etiopia, Nigeria, Sudan Selatan, Suriah, dan Yaman, memiliki jumlah populasi terbesar yang mengalami kerawanan pangan akut.
Laporan itu juga memperkirakan Somalia akan mengalami krisis pangan terburuk di dunia tahun 2022 ini akibat kemarau berkepanjangan. Dampaknya harga bahan pangan melonjak dan kekerasan tidak kunjung berhenti.
Lebih gawat
Perang di Ukraina bakal memperburuk situasi karena produksi pangan global terganggu. Perang berisiko ”menjerumuskan” Somalia, Etiopia, Haiti, Afghanistan, Sudan Selatan, Suriah, dan Yaman ke dalam krisis yang lebih gawat karena mereka bergantung pada Ukraina dan Rusia untuk gandum, pupuk, dan suplai makanan lain.
Tahun 2021, Somalia memperoleh 90 persen gandum dari Rusia dan Ukraina. RD Kongo menggantungkan 80 persen kebutuhan gandum dan Madagaskar mengimpor 70 persen makanan pokok dari kedua negara yang berkonflik itu. Bisa dibayangkan kala lebih dari dua bulan terakhir pasokan itu terganggu.
”Jika kita lihat konsekuensi perang di Ukraina, ada kekhawatiran nyata bagaimana perang itu memperberat kerawanan pangan akut yang sudah terjadi di negara-negara dengan krisis pangan,” kata Direktur Kantor Kedaruratan dan Ketahanan FAO Rein Paulsen.
Jika komunitas internasional tidak lekas berbuat sesuatu secara drastis, skala krisis pangan akan meluas dan membesar. Bantuan kemanusiaan harus segera didistribusikan kepada jutaan orang yang tak bisa makan setiap hari ini.
”Apabila tidak ada upaya lebih besar untuk mendukung komunitas perdesaan, skala kelaparan dan hilangnya penghidupan akan mengerikan. Aksi kemanusiaan dalam skala besar amat diperlukan untuk mencegahnya,” sebut PBB.
FAO menyatakan perlu setidaknya 1,5 miliar dollar AS guna menstabilkan dan meningkatkan produksi pangan lokal di wilayah berisiko, terutama saat musim tanam dimulai. (AP/AFP/REUTERS)