Krisis Energi Berdampak pada Ketersediaan Pangan Dunia
Pemerintah China memerintahkan perusahaan tambang batubara di Shanxi dan Mongolia meningkatkan kapasitasnya hingga 160 juta ton untuk mengatasi kekurangan pasokan. Krisis energi bisa berdampak pada produksi pangan.
Oleh
Mahdi Muhammad dan Kris Mada
·5 menit baca
BEIJING, JUMAT — Krisis energi di banyak negara, terutama akibat lonjakan harga gas, membuat Pemerintah China meminta para petambang di dua wilayah utama penghasil batubara meningkatkan kapasitas produksi tahunan hingga 160 juta ton. Pada saat yang sama, krisis energi memperlihatkan kesulitan dunia untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan memicu krisis pangan.
Kekurangan listrik di China telah memicu perusahaan listrik melakukan penggiliran atau penjatahan aliran listrik, baik ke rumah-rumah maupun industri, melumpuhkan operasi industri yang mengancam pertumbuhan ekonomi. Pemerintah China semula telah membatasi produksi batubara untuk tujuan iklim global. Namun, Beijing, Jumat (8/10/2021), meminta 98 perusahaan tambang batubara di Shanxi untuk meningkatkan kapasitas produksi tahunan 55,3 juta ton sepanjang sisa akhir tahun ini.
Di lokasi yang sama, pemerintah juga mengizinkan 51 perusahaan tambang batubara yang telah mencapai tingkat produksi maksimum untuk tetap berproduksi, meningkatkan kapasitas sebesar 8 juta ton. Perpanjangan izin ini diperkirakan bisa menambah pasokan batubara dalam negeri hingga 20,65 juta ton.
Mongolia dalam, wilayah penghasil batubara nomor dua terbesar China, juga diminta menambah kapasitas produksi 100 juta ton hingga akhir tahun ini. Media di Mongolia melaporkan, satuan tugas khusus batubara Pemerintah China mendesak petambang dan perusahaan tambang untuk meningkatkan produksi tanpa kompromi. Tujuannya agar perusahaan listrik dan pembangkit yang dikelolanya mampu memenuhi permintaan listrik dan pemanas selama musim dingin.
Sebanyak 72 perusahaan tambang di wilayah Mongolia dalam, yang sebagian besar tambang terbuka, sebelumnya memiliki kapasitas tahunan resmi 178,45 juta ton. Menurut perhitungan Reuters, dengan pemberitahuan Beijing, para pengelola tambang diminta meningkatkan produksi hingga setidaknya 98,35 juta ton.
Krisis energi yang dialami sejumlah negara tidak terlepas dari mulai berjalannya aktivitas ekonomi dan industri di banyak negara. Dicabutnya sejumlah aturan pembatasan gerak membuat perekonomian kembali berjalan. Namun, hal itu juga memperlihatkan rendahnya kemampuan produsen gas alam serta mendorong pelaku industri dan pemerintah berebut persediaan ketika belahan bumi utara bersiap memasuki musim dingin.
Pemadaman listrik juga terjadi di India. Menurut operator jaringan federal India, setengah pembangkit listrik di negara itu masih menggunakan batubara. Diperkirakan persediaan batubara untuk seluruh pembangkit di India hanya tinggal tiga hari.
Kebutuhan sumber energi yang meningkat karena normalisasi kegiatan ekonomi tidak dibarengi dengan melimpahnya stok sehingga membuat harga batubara naik. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, harga batubara acuan mengalami kenaikan hingga dua kali lipat sepanjang tahun ini. Harga batubara acuan Januari 2021 masih 75,84 dollar AS per ton. Pada bulan ini, harga batubara acuan telah mencapai 161,63 dollar AS per ton.
Selain harga batubara yang terus naik, harga minyak juga diyakini pada jalur yang sama. Diperkirakan harga minyak akan mengalami kenaikan hingga 5 persen pada minggu ini. ”Banyak katalis di luar sana untuk menjaga pasar minyak tetap ketat,” kata Edward Moya, analis pasar senior di broker OANDA.
Krisis pangan
Kenaikan harga batubara, minyak, dan gas alam, mulai berdampak pada produksi pangan. Sejumlah pabrik pupuk dan karbon dioksida, yang dibutuhkan dalam industri pangan, menghentikan produksi.
Pemasok 33 persen amonia global, Yara International, telah mengumumkan pemangkasan kapasitas produksi hingga 40 persen untuk pabrik di Eropa. Keputusan diambil menyusul harga gas, bahan baku utama dalam produksi amonia, terus melonjak.
Dalam indeks Bloomberg pada Jumat, harga gas mencapai 5,86 dollar AS per juta metrik british thermal unit (MMBTU). Pada Januari 2021, harga gas masih di kisaran 2,2 dollar AS per MMBTU. Dengan demikian, harga gas sudah melonjak lebih dari 100 persen dalam sembilan bulan terakhir.
Sebelum Yara, CF Industries, produsen utama karbon dioksida Inggris juga mengumumkan penghentian produksi di dua pabriknya. Seperti Yara, CF Industries menyebut kenaikan harga gas jadi pemicu utamanya.
Pengumuman Yara dan CF menjadi indikasi awal bahwa krisis energi berdampak pada produksi pangan global. Pertanian membutuhkan pupuk yang salah satu bahan baku utamanya adalah amonia. Pemangkasan produksi berarti semakin sedikit pupuk.
Sementara dalam industri pengolahan, karbon dioksida terutama dibutuhkan untuk pengawet makanan. Keterbatasan pasokan karbon dioksida membuat produksi pangan olahan dipangkas pula. Sebab, produsen tidak bisa menanggung risiko produknya lebih cepat rusak gara-gara tidak cukup pasokan karbon dioksida. Pangan yang membutuhkan karbon dioksida terentang mulai dari daging kemasan hingga sereal.
Di Inggris, Irlandia, dan sebagian Eropa, kekurangan pasokan pangan olahan gara-gara keterbatasan karbon dioksida sudah mulai terasa. Sebagian toko sudah kehabisan stok pangan. Khusus di Inggris, keterbatasan pasokan juga disebabkan kekurangan tenaga kerja.
Karbon dioksida juga dibutuhkan dalam pertanian modern berbasis rumah kaca (green house). Para pengelola rumah kaca membutuhkan pasokan gas itu untuk disebar secara terkendali dalam gas rumah kaca. Bagi tumbuhan, karbon dioksida adalah sumber makanan. Gangguan pasokan karbon dioksida dan pupuk bisa mengganggu pertanian.
Pertanian modern juga sangat membutuhkan listrik untuk menjaga pasokan cahaya dan air. Kenaikan harga gas menyebabkan tarif listrik melonjak. Sejumlah pengelola rumah kaca Eropa sudah menyatakan pembatasan operasi karena kombinasi kenaikan tarif listrik dan keterbatasan pasokan karbon dioksida dan pupuk.
Di China, akibat krisis energi, sejumlah pabrik pupuk membatasi operasi. Sejumlah pabrik pengolahan kedelai malah sudah berhenti beroperasi.
Penghentian operasi pabrik pengolahan kedelai bisa menjadi ancaman serius bagi China. Kedelai merupakan salah satu unsur penting dalam struktur pangan China. Selain untuk kecap dan tahu yang dikonsumsi secara luas di China, kedelai juga menjadi pakan ternak.
Peternakan babi dan ayam mengandalkan kedelai olahan sebagai sumber pakan. Jika produksi pakan terganggu, peternak akan kesulitan mendapat pasokan sehingga jumlah ternak yang dipelihara juga berkurang.
Sebagaimana dilaporkan Bloomberg dan Financial Times, cadangan daging babi adalah persoalan strategis bagi China. Kelangkaan daging babi bisa memicu kekurangan pangan di China. Beijing tidak mau sampai terjadi kekurangan pangan di antara 1,4 miliar warga China. (AFP/Reuters)