Gejolak Monarki Jordania Memanas, Mantan Putra Mahkota Lepaskan Gelar
Setelah ”adem ayem” selama setahun terakhir, Kerajaan Jordania kembali bergejolak. Pangeran Hamzah memprotes jalannya roda pemerintahan dengan melepaskan gelar bangsawan.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
Gejolak di internal Kerajaan Jordania semakin panas. Pangeran Hamzan bin Hussein, mantan putra mahkota dan saudara tiri Raja Abdullah II, Minggu (3/4/2022), melepaskan gelar kebangsawanannya sebagai protes terhadap jalannya roda pemerintahan negara tersebut.
Pelepasan gelar kebangsawanan itu diumumkan Pangeran Hamzah melalui akun Twitter pribadinya. Dalam cuitan tersebut, dia menyatakan, pelepasan gelar kebangsawanan tersebut didorong keyakinannya bahwa upaya rekonsiliasi tidak berjalan. Konflik tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan, kebijakan, dan metode yang diterapkan oleh institusi kerajaan.
Hingga saat ini tidak ada komentar resmi yang dikeluarkan oleh kerajaan.
Seorang analis kerajaan, Amer Sabaileh, mengatakan, pengumuman pelepasan gelar kebangsawanan Pangeran Hamzah telah membuat mata rakyat Jordania terbuka kembali soal konflik internal kerajaan yang sempat padam. ”Dia mencoba untuk kembali terlibat dengan narasi lama. Kita kembali ke titik di mana dia mengatakan tidak puas, bahwa dia masih merasa getir, dan tidak ada rekonsiliasi,” kata Sabaileh.
Tidak segera jelas apakah keputusan Hamzah melepaskan gelarnya akan membantu memulihkan kebebasannya bergerak atau malah sebaliknya.
Konflik
Pangeran Hamzah bin Hussein adalah putra pertama mendiang Raja Hussein dari pernikahannya dengan Ratu Noor Al Hussein, yang merupakan istri keempat. Pangeran Hamzah yang memiliki karier cemerlang di militer setelah mengenyam pendidikan di Akademi Militer Kerajaan Sandhurst di Inggris. Ia juga memiliki beberapa gelar nonmiliter dari sejumlah universitas terkemuka dunia.
Raja Abdullah II adalah saudara tiri Pangeran Hamzah dari ibu yang berbeda. Raja Abdullah II yang saat ini memerintah Jordania adalah putra tertua mendiang Raja Hussein dengan istri pertamanya, Putri Muna Al Hussein. Sebagai putra tertua dari silsilah kerajaan, Abdullah kemudian diangkat sebagai penguasa takhta Kerajaan Jordania yang ditinggalkan Raja Hussein. Pada saat yang sama, Pangeran Hamzah juga dinobatkan sebagai putra mahkota, yang akan menggantikan Abdullah II bila meninggal.
Namun, lima tahun kemudian, Raja Abdullah melucuti status Hamzah sebagai putra mahkota. Mengutip surat Raja Abdullah II yang berisi alasan pencopotan Pangeran Hamzah sebagai putra mahkota, di laman BBC akhir November 2004 dikatakan, pelepasan status sebagai putra mahkota akan memberi Pangeran Hamzah kebebasan lebih luas untuk bekerja dalam tugas apa pun yang dibebankan kepadanya dari Kerajaan.
Dalam surat yang dibacakan secara terbuka di televisi, Raja Abdullah II mengatakan, gelar putra mahkota merupakan sebuah posisi kehormatan yang tidak memberikan wewenang dan tanggung jawab apa pun pada pemegangnya. Hal itu membuat Raja Abdullah kesulitan untuk menugaskan atau memberikan tanggung jawab tertentu kepada Pangeran Hamzah.
Dengan pencopotan status sebagai putra mahkota, Raja Abdullah II memandang, situasi tersebut memungkinkan Pangeran Hamzah untuk memegang jabatan lain. Hal ini tidak mungkin dilakukan apabila dia berstatus sebagai putra mahkota kerajaan.
Pada April 2021, Raja Abdullah II menempatkan Hamzah dalam status sebagai tahanan rumah karena dugaan akan melakukan konspirasi jahat dengan pihak asing dan mengancam keamanan nasional. Otoritas keamanan menahan dua pejabat senior, yakni Bassem Ibrahim Awadallah dan Sharif Hassan bin Zaid, dan sejumlah orang yang diduga ikut serta dalam rencana jahat tersebut.
Kedua pejabat senior itu divonis hukuman penjara selama 15 tahun. Namun, yang dimaksud rencana jahat itu tak pernah dijelaskan secara detail oleh kerajaan pada publik.
Menurut Royal Court, Pangeran Hamzah meminta maaf kepada Raja Abdullah. Saat itu, menurut pernyataan Royal Court, Hamzah berharap mereka bisa menutup peristiwa tahun lalu itu dan berjalan bersama kembali.(AP)