Perang Energi Bereskalasi, Putin Ultimatum Barat Gunakan Rubel
Mulai 1 April, Rusia mewajibkan pembayaran atas pembelian gas dari negara itu menggunakan rubel. Eropa yang sejauh ini menolak ketentuan itu akan kehilangan lebih dari sepertiga pasokan gas dari Rusia.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·4 menit baca
BERLIN, KAMIS -- Presiden Rusia Vladimir Putin mengultimatum para pembeli asing untuk membayar gas Rusia dalam mata uang rubel mulai Jumat (1/4/2022) atau pasokan kepada mereka dihentikan. Langkah itu dapat mengakibatkan Eropa kehilangan lebih dari sepertiga pasokan gasnya. Negara-negara Eropa, terutama Jerman yang paling bergantung dengan gas Rusia, bersikukuh untuk tetap membeli gas Rusia dengan mata uang euro.
Dalam pernyataan yang disiarkan televisi Rusia, Putin mengatakan pembeli gas Rusia harus membuka rekening rubel di bank Rusia. Dari rekening inilah pembayaran akan dilakukan untuk pengiriman gas mulai 1 April. "Jika pembayaran seperti itu tidak dilakukan, kami akan menganggap ini sebagai gagal bayar dari pihak pembeli, dengan semua konsekuensi berikutnya. Tidak ada yang menjual apa pun kepada kami secara gratis. Dan kami juga tidak sedang beramal. Artinya, kontrak yang ada akan dihentikan ," katanya dalam sambutan yang disiarkan televisi.
Putin mengatakan peralihan mata uang untuk transaksi dengan Rusia menjadi rubel akan memperkuat kedaulatan Rusia. Barat, menurut Putin, menggunakan sistem keuangan sebagai senjata. Maka tidak masuk akal bagi Rusia untuk berdagang dalam dollar AS dan euro ketika aset dalam mata uang itu Rusia dibekukan.
"Apa yang sebenarnya terjadi, apa yang telah terjadi? Kami telah memasok konsumen Eropa dengan sumber daya kami, dalam hal ini gas. Mereka menerimanya, membayar kami dalam euro, yang kemudian mereka bekukan sendiri. Dalam hal ini, ada banyak alasan untuk percaya bahwa kami mengirimkan sebagian dari gas yang diberikan ke Eropa praktis gratis. Hal itu, tentu saja, tidak dapat berlanjut," katanya.
Sejauh ini tidak jelas apakah dalam praktiknya mungkin ada cara bagi perusahaan pembeli gas Rusia untuk melanjutkan pembayaran mereka tanpa menggunakan rubel. Namun keputusan Putin itu bisa membuat Eropa kehilangan lebih dari sepertiga pasokan gasnya. Jerman, yang paling bergantung pada Rusia, telah mengaktifkan rencana darurat yang dapat menyebabkan diterapkannya penjatahan gas di negara dengan ekonomi terbesar Eropa itu.
Di bawah mekanisme yang ditetapkan oleh Putin, pembeli asing wajib menggunakan rekening khusus di Gazprombank untuk membayar gas Rusia. Gazprombank akan membeli rubel atas nama pembeli gas dan lalu mentransfer rubel ke rekening lain. Sebuah sumber mengatakan kepada Reuters bahwa pembayaran gas untuk pengiriman April pada beberapa kontrak dimulai pada paruh kedua April dan Mei. Artinya, Rusia tidak serta merta menghentikan pengiriman gas pada mereka yang belum atau tidak memenuhi ketentuan Moskwa.
Perusahaan dan pemerintah Barat telah menolak aspirasi Rusia untuk mengubah alat pembayaran menjadi transaksi gas menjadi rubel. Sebagian besar pembeli Eropa menggunakan mata uang euro. Sejumlah kalangan eksekutif mengatakan akan memakan waktu berbulan-bulan atau lebih lama untuk menegosiasikan kembali persyaratan pembayaran.
"Penting bagi kami untuk tidak memberikan sinyal bahwa kami akan diperas oleh Putin," kata Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck, seraya menambahkan bahwa Rusia belum mampu memecah belah Eropa. Berlin pun menyatakan akan terus membayar gas Rusia dalam mata uang euro.
Sambil bertahan, negara-negara Eropa telah berlomba untuk mengamankan pasokan alternatif energi mereka. Namun dengan kondisi pasar global yang sudah ketat, mereka hanya memiliki sedikit pilihan. Amerika Serikat, misalnya, telah menawarkan lebih banyak gas alam cair (LNG) tetapi hal itu tidak cukup untuk menggantikan pasokan dari Rusia ke Eropa.
Italia mengatakan telah melakukan kontak dengan mitra Eropanya untuk memberikan tanggapan tegas kepada Rusia. Roma mengaku mengoptimalkan cadangan gasnya sendiri agar memungkinkan kegiatan ekonominya berlanjut sekiranya terjadi gangguan pasokan.
Menteri Ekonomi Perancis Bruno Le Maire mengatakan Perancis dan Jerman sedang mempersiapkan kemungkinan penghentian aliran gas Rusia. Namun dirinya menolak merincinya lebih lanjut. Ia juga menolak menanggapi tuntutan Rusia terbaru soal pembayaran dengan rubel.
Dari Washington DC dilaporkan Presiden AS, Joe Biden, pada Kamis memerintahkan pelepasan 1 juta barel minyak per hari dari cadangan minyak strategis negara itu selama enam bulan. Langkah itu diambil untuk mengendalikan lonjakan harga energi akibat invasi Rusia ke Ukraina. Biden berharap, langkah itu dapat menurunkan harga minyak.
"Intinya adalah jika kita ingin harga gas yang lebih rendah, kita perlu memiliki lebih banyak pasokan minyak sekarang. Ini adalah saat adanya dampak dan bahaya bagi dunia, serta adanya pula penderitaan bagi keluarga Amerika," kata Biden. Ia tidak tahu pasti berapa harga minyak akan turun. "Berapa pun dari 10-35 sen dollar AS per galon," kata dia. Pelepasan cadangan minyak sebelumnya juga telah dilakukan Biden, beberapa waktu lalu.
Biden juga ingin Kongres AS untuk menjatuhkan hukuman finansial pada perusahaan minyak dan gas yang menyewakan lahan publik tetapi tidak berproduksi. Tindakan tersebut menunjukkan bahwa AS pun rentan karena dinamika harga minyak dunia. Meroketnya harga minyak di AS menyebabkan angka persetujuan masyarakat terhadap Biden anjlok di dalam negeri. (AP/AFP/REUTERS/BEN)