Negara-negara Tetangga Afghanistan Desak AS Kembalikan Aset Afghanistan
Sejak Taliban berkuasa lagi di Kabul, AS dan mitranya membekukan aset bank sentral dan Pemerintah Afghanistan senilai 10 miliar dollar AS. Negara-negara tetangga Afghanistan mendesak dana itu dikembalikan ke Afghanistan.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
TUNXI, JUMAT — Sejumlah negara tetangga Afghanistan mendesak Amerika Serikat dan sekutunya segera mengembalikan aset Afghanistan tanpa syarat. Mereka juga mengajak komunitas internasional bersama-sama mencegah kebangkrutan Afghanistan.
Desakan dan ajakan itu disampaikan setelah pertemuan para menteri luar negeri negara-negara tetangga Afghanistan, Kamis (31/3/2022), di Distrik Tunxi, Provinsi Anhui, China timur. Dengan kontribusi yang diberikan pada bina damai Afghanistan selama ini, Indonesia dan Qatar ikut diundang dalam pertemuan itu.
”Kami mendesak negara-negara yang bertanggung jawab pada penderitaan di Afghanistan agar segera memenuhi komitmen pemulihan ekonomi dan pembangunan Afghanistan,” demikian tercantum dalam pernyataan bersama mereka.
Sementara Menlu China Wang Yi membuat pernyataan lebih lugas. ”Kami mendesak Amerika Serikat menjadi penanggung jawab utama selaku penyebab penderitaan di Afghanistan, menghentikan sanksi sepihak, dan mengembalikan aset nasional Afghanistan tanpa syarat,” katanya, sebagaimana dikutip kantor berita Xinhua dan media China, Global Times.
Sejak Taliban kembali berkuasa di Kabul, AS dan sekutunya membekukan aset bank sentral dan Pemerintah Afghanistan senilai total 10 miliar dollar AS. Dari jumlah tersebut, hingga 7 miliar dollar AS dibekukan AS.
Presiden AS Joe Biden telah mengumumkan, 3,5 miliar dollar AS dari dana itu akan dibagikan sebagai ganti rugi kepada keluarga korban peristiwa 11 September 2001 atau 9/11. Keputusan sepihak ini memicu kecaman dari berbagai pihak. Mereka menyebut Biden dan AS mencuri dana dari bangsa miskin dan kelaparan.
Apalagi, setelah 9/11, AS dan sekutunya menyerbu dan menduduki Afghanistan selama 20 tahun. Berbagai infrastruktur dan fasilitas publik hancur selama pendudukan itu. Penghancuran dilakukan oleh AS dan sekutunya ataupun milisi bersenjata.
Direktur Kajian Afghanistan pada Lanzhou University Zhu Yongbiao mengatakan bahwa AS dan sekutunya tidak bisa lepas tangan atas penderitaan Afghanistan. Tidak patut membiarkan Afghanistan dan tetangganya membereskan aneka persoalan yang dihasilkan pendudukan AS dan sekutunya.
Sementara Direktur Riset Pada Institut Strategi Nasional China Qian Feng mengatakan, AS berkepentingan menjaga kestabilan dan kedamaian di Afghanistan. AS, China, dan Rusia berkepentingan mencegah Afghanistan kembali menjadi ladang terorisme.
Komunitas internasional perlu menerima fakta bahwa Taliban kini menjadi penguasa faktual di Afghanistan dan perlu bekerja sama dengan kelompok itu. Di sisi lain, Taliban harus membuktikan komitmen mencegah terorisme, membentuk pemerintahan inklusif, dan penghormatan HAM berbasis nilai universal.
Pesan Indonesia
Pesan senada disampaikan Menlu RI Retno Marsudi dalam pertemuan di Anhui. Ia meminta Taliban sebagai penguasa faktual Afghanistan meninjau larangan pendidikan bagi perempuan.
”Perempuan dan laki-laki di mana pun saja, termasuk di Afghanistan, memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan yang setara dan dipenuhi hak-haknya, termasuk hak terhadap pendidikan. Oleh karena itu, saya sampaikan harapan agar larangan sekolah bagi perempuan Afghanistan di tingkat sekolah menengah dapat ditinjau kembali,” kata Retno.
Indonesia menyarankan agar Taliban menyusun peta jalan untuk mewujudkan janji dan komitmennya. ”Hal penting yang perlu dihindari adalah semakin tertundanya pemenuhan janji atau bahkan terjadi kemunduran,” kata Retno.
Pemenuhan janji-janji itu oleh Taliban memungkinkan dukungan internasional pada upaya pemulihan Afghanistan bisa berjalan. Pemulihan Afghanistan penting karena tidak mungkin negara itu terus mengandalkan bantuan kemanusiaan saja. ”Perlu memikirkan isu pembangunan,” kata Retno.
Taliban perlu mengupayakan kepercayaan dari internasional. Kepercayaan tidak mungkin datang begitu saja. Kepercayaan komunitas internasional pada Taliban akan meningkat jika Taliban mau memenuhi komitmen yang pernah disampaikannya.
Cegah bencana
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres memperingatkan 95 persen penduduk Afghanistan tidak punya cukup makanan. Adapun 9 juta orang Afghanistan terancam kelaparan. ”Tanpa tindakan segera, kita akan menghadapi kelaparan dan krisis pangan di Afghanistan. Orang-orang di sana menjual organ tubuhnya dan anak-anaknya agar bisa membeli makanan,” katanya.
Sedikitnya 80 persen penduduk Afghanistan terbelit utang dan hampir mustahil menambah utang baru. Dunia usaha sulit bergerak karena pembeli sudah tidak punya uang dan pasokan uang dari luar negeri terhambat. Organisasi kemanusiaan juga sulit bergerak. Pada pertengahan 2022, hanya 3 persen penduduk Afghanistan berada di atas garis kemiskinan.
Guterres mengatakan, Afghanistan kini berada di spiral kematian. Harus ada tindakan segera untuk menghentikan spiral itu.
PBB telah memohon komunitas internasional menyediakan 4,4 miliar dollar AS untuk menyediakan bantuan kemanusiaan bagi Afghanistan. Bantuan itu untuk menjangkau 22 juta orang di Afghanistan. Sejauh ini, tidak sampai 600 juta dollar AS terkumpul.
”Saya memohon Anda menyediakan bantuan lentur dan tanpa syarat sesegera mungkin. Saya juga mengajak kepada siapa pun untuk memastikan kelanjutan distribusi bantuan kepada seluruh orang di Afghanistan tanpa syarat,” ujar Guterres. (AFP/REUTERS)