Sejumah negara Eropa berkeinginan tetap melanjutkan kontrak pembelian gas dari Rusia. Namun, beberapa negara juga bersikukuh tetap membayar dengan mata uang selain rubel, terutama euro dan dollar AS.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·5 menit baca
BERLIN, JUMAT — Negara-negara Eropa menanggapi secara beragam atas ultimatum Rusia yang mewajibkan pembayaran impor gas dengan mata uang rubel mulai Jumat (1/4/2022). Jika tidak, Moskwa akan menghentikan pengiriman gas. Sejumah negara berkeinginan tetap melanjutkan kontrak pembelian gas dari Rusia. Namun, beberapa negara bersikukuh membayar dengan mata uang selain rubel, terutama euro dan dollar AS.
Ultimatum Rusia disampaikan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Kamis (31/3/2022). Dalam pernyataan yang disiarkan televisi Rusia, Putin mengatakan, pembeli gas Rusia harus membuka rekening rubel di bank Rusia. Dari rekening inilah pembayaran akan dilakukan untuk pengiriman gas mulai 1 April.
”Jika pembayaran secara demikian tidak dilakukan, kami akan menganggap sebagai gagal bayar dari pihak pembeli dengan semua konsekuensi berikutnya. Tidak ada yang menjual apa pun kepada kami secara gratis dan kami juga tidak sedang beramal atas kontrak,” katanya.
Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov, Jumat, menyatakan, pembayaran rubel yang diminta Rusia akan memengaruhi penyelesaian pembayaran yang jatuh tempo pada akhir April dan Mei. Rusia tidak serta-merta mematikan pasokan gas ke Eropa pada Jumat. ”Apakah berarti jika tidak ada pembayaran dalam rubel, pasokan gas akan terputus mulai 1 April? Tidak, tidak demikian,” kata Peskov kepada wartawan.
Peskov mengatakan, kebijakan itu akan memengaruhi pembayaran mulai paruh kedua April. Perusahaan gas Rusia, Gazprom, akan bekerja dengan pelanggannya untuk menerapkan aturan baru. Ia juga mengatakan, Rusia pada titik tertentu dapat meninggalkan opsi rubel apabila kondisinya berubah. Namun, pada saat ini ia menegaskan pembayaran melalui rubel adalah opsi yang dipilih dan diandalkan Moskwa.
Jika Rusia menghentikan pengiriman gas, secara total Eropa bisa kehilangan lebih dari sepertiga pasokan gasnya. Harga minyak dan gas telah melonjak seiring meningkatnya permintaan karena perekonomian mulai pulih dari pandemi Covid-19. Harga kian membubung setelah Rusia, produsen minyak dan gas besar dunia, menginvasi Ukraina dan Barat menjatuhkan sanksi. Dunia mengkhawatirkan aneka sanksi dan larangan ekspor Rusia semakin menyusutkan pasokan minyak dan gas global.
Sejumlah negara Benua Biru merespons langkah Rusia dengan beragam. Beberapa negara Barat, termasuk AS, memberlakukan larangan impor langsung energi Rusia menyusul invasi Rusia ke Ukraina. Bersama Australia, Inggris, dan Kanada, AS telah melarang impor minyak Rusia setelah agresi dimulai pada 24 Februari.
Jerman, negara Eropa yang paling bergantung pada gas Rusia, menghindari tindakan drastis seperti embargo. namun, Jerman bersikukuh membeli gas Rusia dengan mata uang euro. Embargo membutuhkan kesepakatan bulat seluruh anggota Uni Eropa (UE). Sebanyak 27 anggota UE tidak sepakat dengan embargo. Tindakan yang tergesa-gesa dalam merespons Rusia dikhawatirkan dapat mendorong ekonomi Eropa ke dalam resesi.
Sambil bertahan, negara-negara Eropa berlomba untuk mengamankan pasokan alternatif untuk kebutuhan energi. Namun, dengan kondisi pasar global yang sudah ketat, mereka hanya memiliki sedikit pilihan. AS telah menawarkan lebih banyak gas alam cair (LNG) tetapi tidak cukup untuk menggantikan pasokan dari Rusia ke Eropa.
Italia menyatakan telah melakukan kontak dengan mitranya di Eropa untuk memberikan tanggapan tegas kepada Rusia. Roma mengoptimalkan cadangan gas agar memungkinkan kegiatan ekonomi berlanjut sekiranya terjadi gangguan pasokan. Menteri Ekonomi Perancis Bruno Le Maire mengatakan, Perancis dan Jerman sedang mempersiapkan kemungkinan penghentian aliran gas Rusia. Ia tidak merinci teknis persiapan dan menolak menanggapi tuntutan Rusia untuk membayar gas dengan rubel.
Sejumlah kalangan menilai permintaan Putin terhadap para importir energi tampaknya bagian dari upaya Rusia untuk meningkatkan posisi mata uang rubel. Nilai tukar mata uang itu jatuh di bawah aneka sanksi Barat pascainvasi Mokswa ke Kiev. Posisi rubel pekan ini kembali ke kisaran level saat invasi dimulai.
Namun, sejumlah ekonom mengatakan, pengalihan pembayaran gas dalam rubel tidak akan banyak membantu mata uang itu. Sebab, Gazprom harus menjual 80 persen dari pendapatan mata uang asingnya ke rubel. Gedung Putih menyatakan, rubel tidak lagi menjadi ukuran ekonomi Rusia yang dapat diandalkan karena disangga secara artifisial.
Analis di lembaga Evercore ISI mengatakan, motif utama Putin tampaknya untuk membuktikan dia dapat menundukkan para pemimpin UE sesuai keinginannya. Bahkan, jika Rusia mampu memaksa UE untuk membayar gas dalam rubel, negara-negara Eropa dapat membalas. Salah satunya dengan mengenakan lebih banyak tarif pada impor minyak Rusia atau melarangnya secara langsung. Saat Rusia pada akhirnya bisa menjual minyak, harganya kemungkinan telah didiskon relatif besar.
Dari Washington DC dilaporkan, Presiden AS Joe Biden, Kamis, memerintahkan pelepasan 1 juta barel minyak per hari dari cadangan minyak strategis selama enam bulan. Langkah itu diambil untuk mengendalikan lonjakan harga energi akibat invasi Rusia ke Ukraina. Menurut Biden, langkah itu diharapkan dapat menurunkan harga minyak.
”Intinya, jika kita ingin harga gas yang lebih rendah, kita perlu memiliki lebih banyak pasokan minyak sekarang. Ini momen konsekuensi dan bahaya bagi dunia, dan penderitaan bagi keluarga Amerika,” kata Biden.
Ia tidak tahu pasti berapa harga minyak akan turun. ”Berapa pun dari 10 sen sampai 35 sen dollar AS per galon,” katanya. Beberapa waktu lalu Biden pun pernah melepaskan cadangan minyak.
Biden ingin Kongres menjatuhkan hukuman finansial pada perusahaan minyak dan gas yang menyewakan lahan publik tetapi tidak berproduksi. Tindakan tersebut menunjukkan bahwa AS pun rentan karena dinamika harga minyak. Harga yang lebih tinggi telah merusak dukungan bagi Biden di dalam negeri dan menambahkan miliaran dollar AS ekspor minyak ke Pemerintah Rusia. (AP/AFP/REUTERS)