Stabilitas Politik Pakistan Terguncang, PM Khan di Ujung Tanduk
Pakistan sedang mengalami guncangan politik yang keras setelah oposisi menggalang mosi tidak percaya kepada PM Imran Khan. Nasib Khan kini ibarat telur di ujung tanduk.
Gejolak politik di Pakistan meningkat setelah oposisi mendorong mosi tidak percaya kepada Perdana Menteri Imran Khan. Satu-satunya cara menyelamatkan posisinya, yaitu Khan harus mencegah oposisi tidak mencapai ambang 172 suara yang diperlukan. Namun, itu sulit karena sebagian anggota parlemen dari partai Khan membelot.
Sejumlah legislator dari partai berkuasa, yakni partai Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI), telah mengumumkan langkah mereka untuk menarik dukungannya kepada Khan. Hal ini memicu lebih banyak ketidakpastian mengenai apakah mantan pemain kriket Pakistan itu dapat mempertahankan kekuasaan atau tidak?
Kubu oposisi menyuarakan mosi atau pernyataan tidak percaya kepada Khan sejak dua pekan silam. Biasanya, setiap orang yang dijatuhi mosi tidak percaya pada dasarnya diminta untuk mengundurkan diri dari jabatannya atau dipaksa turun. Demikian pula target utama oposisi di parlemen Pakistan, yakni mencopot Khan.
Baca juga: Faktor di Balik Macetnya Proyek Global China di Koridor Pakistan
Para legislator oposisi Pakistan, Senin (28/3/2022), meluncurkan mosi atau pernyataan tidak percaya terhadap Khan di parlemen. Mereka ingin pemerintahan Khan dapat dibubarkan di tengah tuduhan dia salah mengurus ekonomi negara yang menyebabkan inflasi meroket, nilai rupee melemah, dan utang menggunung.
Selain itu, Khan dituduh oposisi telah menjalankan kebijakan luar negeri yang ceroboh. Namun, di bawah pemerintahan Khan, kebijakan luar negeri Pakistan dikritik habis-habisan. Orang-orang Pakistan dan komunitas internasional terkejut ketika Khan memuji Osama bin Laden sebagai martir atau mati syahid.
Pada 15 Agustus 2021, ketika Taliban menyerbu Kabul dan mengambil alih pemerintahan Afghanistan yang pro-Barat, Islamabad menyambut gembira. ”Warga Afghanistan telah bebas dari belenggu perbudakan,” kata Khan sehari setelah Taliban menguasai Kabul. Para oposannya menjuluki dia dengan sebutan “Taliban Khan”.
Kembalinya Taliban memicu kebangkitan militansi di Pakistan, termasuk pengeboman masjid Syiah di Peshawar awal Maret ini oleh sayap kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Hampir 60 orang tewas dalam insiden itu. Khan adalah salah satu dari sedikit pemimpin dunia yang menghadiri pembukaan Olimpiade Musim Dingin Beijing ketika banyak pemimpin dunia lainnya memboikot sebagai protes atas kekerasan di Xinjiang, China bagian barat.
Baca juga: China Kembali Dukung Pakistan
Khan bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin pada 24 Februari saat Rusia memulai invasi ke Ukraina. Dia meletakkan karangan bunga di ”Makam Prajurit Tidak Dikenal” di Moskwa. Sekutu tradisional Barat itu juga abstain dalam pemungutan suara Majelis Umum PBB untuk resolusi yang mengecam invasi Rusia ke Ukraina.
Mosi tak percaya
Untuk berbagai alasan itu, Senin kemarin, sebuah aliansi anggota parlemen oposisi yang disebut Gerakan Demokratik Pakistan berusaha membujuk mitra koalisi untuk mendukung mosi tidak percaya. Oposisi mengaku telah mengantongi 172 suara yang dibutuhkan, dari 342 suara di Majelis Nasional (majelis rendah parlemen), untuk menggulingkan Khan.
Shahbaz Sharif, pemimpin oposisi di Majelis Nasional, mengusulkan mosi tidak percaya terhadap Khan. Qasim Suri, wakil ketua majelis, menerimanya dan menjadwalkan untuk dibahas mulai Kamis (31/3/2022). Parlemen akan memulai debat selama tiga hingga tujuh hari sebelum akhirnya melakukan pemungutan suara.
Dalam rapat umum pada Minggu (27/3/2022) itu, Khan menuduh oposisi telah mendapat dukungan asing. Dia menyebut dirinya sebagai korban dari ”konspirasi asing” yang bertujuan menggulingkannya.
Kekacauan politik ini membahayakan masa depan Khan dan menjadi tantangan terberat dalam perjalanan politiknya. Perkembangan pada Senin di parlemen terjadi sehari setelah Khan dalam sebuah rapat umum bersumpah untuk menghadang mosi tidak percaya itu. Andalannya adalah anggota parlemen PTI dan sekutu politiknya.
Aliansi oposisi merespons rapat umum Khan dengan menggelar rapat umum anti-pemerintah yang dihadiri oleh puluhan ribu orang di Islamabad, Minggu malam. Empat anggota parlemen, Senin (28/2/2022), mundur dari pemerintahan koalisi Khan untuk memperkuat oposisi.
Baca juga: Ribuan Anggota Taliban Pakistan Bersembunyi di Afghanistan
Salah satu legislator mitra kolasisi Khan, Raja Riaz, menjelaskan kepada Geo News TV setempat tentang alasan meninggalkan Khan. ”Kami memiliki perbedaan dengan perdana menteri,” kata Riaz. ”Kami akan memilih sesuai dengan hati nurani kami,” katanya. Riaz mengklaim ada lebih dari 20 anggota parlemen telah keluar dari koalisi.
Khan meraih kekuasaan dalam pemilihan pada 2018. Saat itu dia mengamankan 176 suara parlemen. Kini, dia pun membutuhkan 172 suara untuk tetap berkuasa, tetapi itu menjadi persoalan. Menurut kantor berita Associated Press (AP), ada selusin anggota parlemen telah membelot.
”Kami telah mendapat dukungan yang diperlukan dari anggota parlemen untuk menggulingkan pemerintahan Imran Khan,” kata Bilawal Bhutto Zardari, pemimpin oposisi utama Partai Rakyat Pakistan, seperti dilaporkan AP.
Menteri Dalam Negeri Sheikh Rashid Ahmed bersumpah bahwa mosi tidak percaya akan digagalkan. Namun, tanpa mitra koalisi dan anggota perlemen PTI yang membelot, partai Khan itu hanya mengantungi 155 kursi di majelis rendah atau jauh di bawah ambang yang dibutuhkan 172 suara untuk mempertahankan kekuasaan.
Pakar hukum mengatakan, ketua majelis mungkin berusaha untuk menunda proses pemungutan suara. Peluang ini dapat digunakan Khan dan mitranya untuk menggagalkannya karena pemungutan suara adalah persoalan permainan angka dan kekuatan lobi politik Khan. Atau, konflik politik itu dapat berakhir di pengadilan.
Baca juga: Kala Pakistan-Iran Mesti Bekerja Sama ”Mengelola” Taliban
Tidak ada jalan keluar lain bagi Khan dan kabinetnya. Satu-satunya cara Khan untuk bisa mempertahankan posisinya ialah bagaimana dia menjegal oposisi agar gagal mendapat 172 suara di Majelis Rendah selama pemungutan suara minggu depan. Dia juga bisa luput, jika jika oposisi menarik mosi tidak percaya, walau itu tampak mustahil.
Oposisi terdiri dari gabungan partai-partai besar, seperti Liga Muslim Pakistan (PML) pimpinan mantan PM Pakistan Nawaz Sharif dan Partai Rakyat Pakistan (PPP) yang dipimpin Benazir Bhutto. Oposisi memiliki lebih dari 160 kursi di majelis rendah. Jika belasan hingga 20 anggota parlemen koalisi Khan membelot, situasi ini membahayakan posisi Khan.
Berselisih dengan militer
Oposisi dan analis politik juga mengatakan bahwa posisi Khan saat ini goyang. Dia telah berselisih dengan militer Pakistan, institusi yang dukungannya dianggap penting bagi setiap partai politik mana pun di Pakistan untuk mencapai kekuasaan, seperti yang dilakukan PTI pada empat tahun lalu.
Menurut Talat Masood, seorang pensiunan jenderal yang beralih menjadi analis politik, ”Saya pikir kepemimpinan militer sangat prihatin melihat apa yang terjadi di panggung politik saat ini,”. ”Dia telah mengelola partai politiknya sendiri dan sekutunya dengan buruk,” kata analis politik Hasan Askari Rizvi tentang Khan.
Para analis mengatakan, Khan telah kehilangan dukungan penting dari militer. Klaim ini dibantah oleh Khan dan militer. Namun, militer Pakistan adalah kunci kekuatan politik di negara itu. Ada tiga kudeta militer, banyak yang gagal, sejak Pakistan merdeka pada 1947. Negara itu telah menghabiskan lebih dari tiga dekade di bawah kekuasaan tentara.
Kini, terbuka kemungkinan Kepala Staf Angkatan Darat Pakistan Qamar Javed Bajwa menggulingkan Khan. Kemungkinan itu tidak dapat dikesampingkan karena angkatan darat di masa lalu telah melakukan manuver serupa. Bajwa bisa saja membentuk pemerintahan boneka Shahbaz Sharif, saudara Nawaz Sharif.
Dalam sejarah Pakistan, tidak ada PM yang pernah menikmati penuh masa jabatannya. Nasib Khan kini bak telur di ujung tanduk. Jika mosi tidak percaya pada akhirnya memojokkan Khan, dia kemungkinan akan turun dari jabatannya menjelang pemilihan yang harus diadakan sebelum akhir tahun depan. Kini dia harus berjuang agar tidak dilengserkan dari jabatannya. (AFP/AP/REUTERS)