Perlawanan Ukraina Makin Kuat, Rusia Alihkan Fokus Serangan ke Donbas
Perlawanan pasukan Ukraina meningkat sehingga membuat Rusia kewalahan dan terdesak di beberapa wilayah Ukraina. Rusia pun mengalihkan fokus serangan ke Donbas, Ukraina timur.
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·4 menit baca
MOSKWA, SABTU — Pasukan Rusia mengubah strategi perang setelah gagal mematahkan perlawanan keras pasukan Ukraina. Kini, fokus utama Rusia ialah menggempur wilayah Donbas, Ukraina timur. Meski demikian, Moskwa tidak mengaku telah terdesak, hanya mengatakan ingin ”tujuan utama” yang lebih kecil, yakni menguasai Donbas, wilayah yang sejak 2014 telah dikuasai pasukan proksi Rusia.
Kantor berita AFP, Sabtu (26/3/2022), melaporkan, Rusia pada Jumat (25/3/2022) telah memberikan isyarat bahwa mereka hanya ingin merebut sebagian dari Ukraina. Moskwa mengisyaratkan mungkin akan menghentikan perang dan beralih fokus di Ukraina timur. Strategi fokus ke Ukraina timur itu diputuskan setelah gagal mematahkan perlawanan pasukan Ukraina.
Dilaporkan, dalam pertempuran dan serangan terhadap warga sipil, termasuk pengeboman sebuah teater yang ramai pengungsi di Mariupol, Rusia terdesak. Serangan itu menewaskan 300 orang. Sementara pejabat Barat menyebutkan, sejauh ini tujuh perwira tinggi militer Rusia tewas. Korban terakhir adalah Letnan Jenderal Yakov Rezanstev, Komandan Angkatan Darat Gabungan ke-49 Rusia. Perkembangan ini secara psikologis menyulitkan Rusia dalam aksi militernya di Ukraina.
Sergei Rudskoi, Kepala Direktorat Operasional Utama Staf Umum Angkatan Bersenjata Rusia, menyarankan agar pasukannya lebih fokus pada ”tujuan utama” yang jauh lebih kecil, yakni mengendalikan wilayah Donbas. Wilayah itu meliputi Donetsk dan Luhansk, yang masing-masing telah mengklaim sebagai republik dan kedaulatan keduanya diakui hanya oleh Moskwa.
Rudskoi, ketika menyarankan fokus ke Ukraina timur, tidak mengacu pada tanda-tanda kemunduran yang luas dari pasukan Rusia. Dia sebaliknya mengklaim bahwa fase awal invasi Rusia ke Ukraina telah berhasil. Namun, faktanya sebagian besar wilayah Ukraina melakukan perlawanan ketat yang menyebabkan pasukan Rusia kewalahan dan gagal menguasai ibu kota Kiev.
Dengan memperkecil wilayah serangan, yakni ke Ukraina timur, pasukan Rusia berharap bisa lebih fokus dalam menyerang dan kendala distribusi logistik dapat dengan mudah diatasi. Setidaknya, pergeseran fokus serangan itu akan mengurangi biaya militer Rusia dan meminimalisasi korban jiwa. Meski telah menggunakan rudal balistik dan rudal jelajah, pasukan Rusia dapat dihadang Ukraina.
Pergeseran itu terjadi ketika Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, yang baru saja menyelesaikan pertemuan puncak Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Brussel, mengunjungi pasukan elite AS yang bertugas untuk NATO di Polandia. Biden sebelumnya memuji perlawanan Ukraina yang ”luar biasa”. Dia membandingkan konflik Ukraina dengan penumpasan protes di Tiananmen, China, 1989.
Pasukan Rusia memang telah berhasil menghancurkan ribuan fasilitas militer Ukraina, seperti pangkalan udara, gudang senjata, amunisi, depot logistik militer, hingga permukiman warga. Walau demikian, dengan meningkatnya pasokan senjata oleh Barat, Ukraina berhasil bertahan dan bahkan tengah berjuang untuk merebut kembali kota Kherson dari Rusia.
Pasukan Ukraina melancarkan serangan balasan di Kherson, satu-satunya kota besar di Ukraina yang direbut pasukan Rusia. ”Ukraina berusaha merebut kembali Kherson. Kami berpendapat, Kherson sebenarnya kembali menjadi wilayah yang diperebutkan,” kata pejabat Pentagon, Jumat, sambil mengatakan bahwa kendali Rusia atas Kherson tidak sekokoh sebelumnya.
Menurut Pentagon, jika pasukan Ukraina berhasil merebut kembali kota strategis yang terletak di muara Sungai Dnieper itu, pasukan Rusia di sekitar Mikolaiv akan terjepit antara pasukan Ukraina yang sedang mempertahankan Mikolaiv dan pasukan Ukraina di Kherson. Itu akan membuat Rusia kesulitan melakukan manuver darat apa pun di pelabuhan utama Odessa yang dikendalikan Ukraina.
Presiden Rusia Vladimir Putin awalnya memerintahkan ”operasi militer khusus” untuk menghancurkan Ukraina, menggulingkan rezim Kiev di bawah Presiden Volodymyr Zelenskyy yang pro-Barat, dan menggiring Ukraina ke orbit kekuasaan Rusia. Dalam perjalanannya, Rusia menderita kerugian besar, yakni terisolasi sanksi ekonomi, terkuras biaya operasional, dan jatuhnya korban militer.
Militer Rusia yang jauh lebih besar tetap kerepotan menghadapi perlawanan Ukraina. Pasokan senjata Barat membuat Ukraina mampu bertahan di Kiev, Kharkiv, wilayah Donbas, dan kota pelabuhan Mariupol di selatan yang hancur. Pasukan darat Rusia dapat dipukul mundur.
Pasukan Rusia yang menyerang Mariupol menganggap kota itu sebagai kunci utama dalam menciptakan koridor darat antara Crimea yang telah direbut Moskwa pada tahun 2014 dan Donbas. Namun, pasukan Ukraina terbukti dapat bertahan, bahkan membuat pasukan Rusia kewalahan.
Pihak berwenang Rusia, Jumat, mengatakan bahwa 1.351 tentara Rusia tewas sejak invasi dimulai pada 24 Februari 2022. Jumlah itu jauh di bawah perkiraan Barat. Seorang pejabat senior NATO mengatakan, antara 7.000 dan 15.000 tentara Rusia tewas. (AFP/AP/REUTERS)