Warga Asli Kanada Temui Paus Fransiskus soal Dugaan Genosida Anak-anak
Paus Fransiskus akan mendengarkan secara langsung keprihatinan penduduk asli Kanada menyusul penemuan mayat anak-anak yang dikuburkan di sekolah yang dikelola gereja di Kanada. Rencana itu sempat tertunda tahun lalu.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·3 menit baca
Paus Fransiskus akan bertemu perwakilan suku Indian penduduk asli Kanada pada akhir Maret ini di Vatikan. Pemimpin umat Katolik sedunia itu akan mendengarkan keprihatinan penduduk asli Kanada menyusul penemuan mayat anak-anak yang dikuburkan di sekolah-sekolah yang dikelola gereja di Kanada. Pertemuan serupa dijadwalkan pada akhir tahun lalu, tetapi batal dilaksanakan karena lonjakan kasus Covid-19 di Italia.
Takhta Suci Vatikan dalam pernyataan yang dirilis pada Rabu (23/3/2022) menyebutkan, Paus Fransiskus akan bertemu dengan perwakilan komunitas Inuit, Métis, dan First Nations pada 28 Maret dan 31 Maret. Ketiganya adalah kelompok utama masyarakat adat Kanada sebagaimana diakui dalam Undang-Undang Konstitusi Kanada tahun 1982.
Paus selanjutnya akan menggelar audiensi yang dihadiri perwakilan seluruh kelompok itu bersama Uskup Kanada pada 1 April. Paus akan berkesempatan mendengarkan kesaksian mereka, termasuk kesaksian pribadi tentang sekolah-sekolah berasrama di Kanada. Pertemuan tersebut diharapkan menghasilkan sesuatu di antara para pihak sebagai bekal Paus Fransiskus dalam kunjungannya ke Kanada yang dijadwalkan pada tahun ini.
”Kami memulai perjalanan historis hari ini. Kami menegaskan kepada Gereja, mereka harus bertanggung jawab atas penderitaan akibat peran langsung mereka di lembaga asimilasi dan genosida yang mereka kelola,” kata Gerald Antoine dari suku Dene di Northwest Territories, yang pernah menjadi siswa di salah satu sekolah berasrama.
Polemik yang menyeret Gereja Katolik terjadi atas penemuan ratusan makam yang diduga menjadi tempat pemakaman atas anak-anak penduduk asli Kanada di sejumlah bekas sekolah-sekolah berasrama yang diselenggarakan bagi warga pribumi Kanada. Pada Juni tahun lalu, Paus Fransiskus mengatakan sedih dengan penemuan sisa-sisa lebih dari 200 anak-anak di bekas sekolah Katolik untuk siswa pribumi di Kanada. Perwakilan First Nations dan Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau telah mendesak Paus Fransiskus untuk secara terbuka meminta maaf di Kanada.
Sekolah-sekolah tersebut beroperasi pada tahun 1831-1996 dan dijalankan oleh sejumlah denominasi Kristen di Kanada. Lebih dari 150.000 anak-anak dari penduduk asli Kanada bersekolah di sekolah-sekolah yang dibuka dan diselenggarakan atas nama Pemerintah Kanada itu.
Tujuan sekolah-sekolah itu untuk mengasimilasi anak-anak pribumi dengan warga pendatang di Kanada yang memegang pemerintahan. Sekolah berasrama itu juga dimaksudkan untuk mengisolasi kaum muda pribumi Kanada dari pengaruh adat dan budaya asli mereka. Adat dan kebudayaan itu pada masanya dianggap lebih rendah kastanya oleh para pendatang di Kanada.
Hampir tiga perempat dari 130 sekolah berasrama itu dijalankan oleh kongregasi misionaris Katolik. Pemerintah Kanada telah mengakui bahwa pelecehan fisik dan seksual merajalela di sekolah-sekolah itu. Para siswa-siswi sekolah itu dipukuli karena mereka berbicara dalam bahasa ibu, bukannya bahasa Inggris.
”Masyarakat kami telah meminta pertemuan ini selama bertahun-tahun. Kami harap kunjungan ini akan membuahkan langkah bermartabat dan penghormatan kepada para penyintas,” ujar Antoine.
Aneka pelecehan dan isolasi telah diungkapkan oleh para pemimpin komunitas-komunitas pribumi Kanada. Hal itu dinilai sebagai akar penyebab kecanduan mereka terhadap alkohol dan narkoba. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi pada 2015 menyatakan tindakan itu sebagai ”genosida budaya” di Kanada.
Media resmi Vatikan, Vatican News, menyebutkan pertemuan antara masyarakat adat Kanada dan Paus Fransiskus awalnya diumumkan oleh Konferensi Waligereja Kanada (CCCB) pada November 2021. Konferensi Waligereja adalah otoritas Gereja Katolik di satu wilayah tertentu.
Saat itu, Ketua CCCB Uskup Raymond Poisson mengatakan, ”Perjalanan menuju penyembuhan dan rekonsiliasi adalah perjalanan yang panjang, tetapi kami percaya ini akan menjadi tonggak penting dalam komitmen Gereja Katolik untuk memperbarui, memperkuat dan mendamaikan hubungan dengan masyarakat adat di seluruh negeri Kanada.”
”Lewat delegasi ini, kami berharap untuk berjalan bersama dalam cara yang baru, mendengarkan dengan rendah hati, dan memahami langkah selanjutnya yang dapat diambil Gereja guna mendukung para penyintas sekolah berasrama, keluarga mereka, dan komunitas mereka,” katanya. (AFP/AP)