Presiden Joko Widodo, Senin (21/3/2022), akan memutuskan soal undangan pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral anggota G-20 di Washington DC, 20 April. Beberapa negara minta Indonesia tidak undang Rusia.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO, FX LAKSANA AGUNG SAPUTRA
·3 menit baca
AFP/POOL/BAY ISMOYO
Presiden Joko Widodo (tampak di layar) menyampaikan pidato pada pembukaan Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G-20 di Jakarta, Kamis (17/2/2022).
JAKARTA, KOMPAS Indonesia berencana mengundang semua anggota G-20, termasuk Rusia, pada pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral G-20 di Washington DC, Amerika Serikat, pada 20 April 2022. Tekad mengemban tanggung jawab sebagai Presiden G-20 sekaligus keinginan untuk mencairkan polarisasi menjadi dasar Indonesia dalam mengambil keputusan itu.
”Presiden G-20 selalu mengundang semua anggota, termasuk G-20, tahun ini. Ini tradisi G-20. Tak ada yang dikecualikan. Harapannya, semua hadir. Kalau Rusia hadir, semua diharapkan juga hadir,” kata Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Edi Prio Pambudi yang juga Co-Sherpa Presidensi G-20 Indonesia 2022, di Jakarta, Minggu (20/3/2022).
Kompas mendapat informasi bahwa sejumlah negara meminta Indonesia tidak mengundang Rusia pada agenda G-20. Jika Rusia diundang, ada risiko negara- negara tersebut hanya akan mengirim perwakilan di bawah level menteri dan gubernur bank sentral. Skenario terburuk, negara-negara tersebut tidak hadir alias memboikot.
Sementara Rusia sebagai anggota telah menyatakan diri ingin berpartisipasi dalam G-20. Bahkan, jauh-jauh hari, Presiden Rusia Vladimir Putin telah menyampaikan akan hadir di pertemuan puncak.
(PHOTO BY ALEXANDER ZEMLIANICHENKO / POOL / AFP) /
President Rusia, Vladimir Putin, memberikan konferensi pers usai pertemuan dengan Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, di Geneva, Swiss, Rabu (16/6/20210). (Alexander Zemlianichenko / POOL / AFP)
Sebagai Presiden G-20, Edi melanjutkan, Indonesia akan menjaga keutuhan G-20. Indonesia akan mengelola dinamika sebaik-baiknya agar G-20 membuahkan hasil optimal. ”Indonesia mengingatkan kepada seluruh anggota bahwa G-20 dibentuk justru tidak untuk membuat krisis, tetapi untuk menyelesaikan krisis. Indonesia tidak mau diseret ke kanan atau ke kiri. Kita justru ingin memediasi,” ucapnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, kesepakatan mengundang semua negara anggota G-20 itu dihasilkan dalam rapat pimpinan di Jakarta, Jumat (18/3). Hadir dalam rapat itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
Senin (21/3), kesepakatan itu akan dibawa ke Presiden Joko Widodo untuk diputuskan secara definitif. Sri Mulyani dan ketiga unsur pimpinan lainnya dijadwalkan menghadap Presiden. Keputusan definitif itu diperlukan segera karena Pemerintah Indonesia harus mengirim surat undangan kepada anggota G-20 paling lambat Senin ini. Meski lokasi pertemuan di AS, Indonesia sebagai Presiden G-20 tetap sebagai tuan rumah sehingga bertanggung jawab menyebarkan undangan. Pertemuan digelar tatap muka. Namun, Indonesia juga akan memfasilitasi secara hibrida. Ada kemungkinan Rusia dan China berpartisipasi secara virtual. Sementara anggota G-20 lainnya dikabarkan hadir fisik.
Pada kondisi normal, menyebarkan undangan kepada anggota G-20 lebih banyak urusan administrasi. Namun kali ini, urusan menjadi pelik, sensitif, dan sangat politis akibat eskalasi konflik yang dipicu krisis di Ukraina.
BIRO PERS SEKRETARIAT PRESIDEN/LAILY RACHEV
Presiden Joko Widodo menggelar pertemuan bilateral dengan Presiden Dewan Eropa, Charles Michel, di sela-sela KTT G-20 di Roma, Italia, Minggu (31/10/2021). Pertemuan membahas beberapa isu politik dunia, antara lain perkembangan di Afghanistan dan perubahan iklim. Indonesia juga menyampaikan kekhawatiran terhadap diskriminasi terhadap beberapa jenis vaksin yang dilakukan oleh Uni Eropa. (BIRO PERS SEKRETARIAT PRESIDEN/LAILY RACHEV)
Pengajar hubungan internasional dan pendiri Synergy Policies, Dinna Prapto Raharja, mendukung sikap pemerintah untuk mengundang seluruh anggota G-20. Ini akan memperkuat pesan Indonesia bahwa G-20 tidak berkepentingan berpihak kepada kubu mana pun yang sedang berkonflik.
”Ini justru momentum bagus buat Indonesia menunjukkan keaktifannya menjaga ketertiban dan perdamaian dunia lewat forum internasional. Semua negara G-20 wajib diundang,” tutur Dinna.
Pengajar Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada, Muhadi Sugiono, optimistis forum G-20 dapat menjadi sarana bagi RI menunjukkan kepemimpinannya. Ia menilai tepat jika Indonesia mengundang seluruh anggota G-20 dalam seluruh kegiatan. ”Indonesia bisa saja gagal mendatangkan seluruh anggota G-20 di level pertemuan-pertemuan tingkat tinggi. Namun, itu tak berarti Presidensi G-20 Indonesia gagal,” kata Muhadi.
Pengajar Departemen Politik di Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi Kusman, berpendapat, G-20 mesti bisa digunakan untuk menginisiasi pemulihan hubungan politik internasional, terutama relasi Rusia dan AS-sekutunya.
”Kita berharap pertemuan G-20 ini bisa menjadi momentum bagi penyelesaian persoalan invasi Rusia ke Ukraina dan membangun hubungan baik dengan negara-negara yang terlibat konflik,” ujar Airlangga. (BEN/LAS)