Diplomat Afghanistan dipilih oleh pemerintahan Presiden Ashraf Ghani. Mereka tidak mendukung Taliban, tetapi tidak bisa mengakses dana pemerintah. Kelanjutan nasib mereka di ujung tanduk.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
WASHINGTON, SENIN — Para diplomat Afghanistan yang berada di luar negeri berada di bawah tekanan, baik dari Taliban maupun dari komunitas internasional. Status mereka tidak jelas dan beberapa bahkan terancam kehilangan kekebalan diplomatik. Selain itu, ketiadaan dana dari Afghanistan mengakibatkan pegawai tidak digaji dan kedutaan besar terancam ditutup.
Taliban mengambil alih pemerintahan Afghanistan pada Agustus 2021 seusai Amerika Serikat memutuskan menarik pasukan militernya setelah berada di negara tersebut sejak tahun 2001. Presiden Ashraf Ghani terpaksa melarikan diri ke luar negeri. Akibat peristiwa ini, Presiden AS Joe Biden memberlakukan sanksi untuk membekukan semua aset Pemerintah Afghanistan yang berada di AS.
Pembekuan aset berarti tidak ada dana yang mengucur ke Afghanistan. Padahal, 40 persen pendapatan negara ini berasal dari bantuan internasional. Bencana kemanusiaan tidak membutuhkan waktu lama untuk terjadi. Kelaparan dan kedinginan mengakibatkan kemiskinan akut. Bahkan, banyak orangtua yang terpaksa menjual anak-anak mereka demi makanan.
Biden mengatakan, dari 7 miliar dollar AS dana sitaan Afghanistan di bank-bank AS, separuhnya akan dipakai untuk membayar ganti rugi kepada keluarga korban peristiwa 11 September 2001. Berbagai pihak mengkritisi niat ini karena sama saja dengan mencuri hak dari rakyat Afghanistan yang didera kemiskinan dan kelaparan.
Terdapat lebih dari 60 duta besar, konsul jenderal, dan kepala misi Afghanistan yang tersebar di dunia. Ini belum mencakup atase dan diplomat. Para pejabat dan diplomat ini tidak mengakui Taliban sebagai pemerintah sekarang dan sebaliknya Taliban tidak mengakui mereka sebagai perwakilan negara di luar negeri.
Selain rakyat, para diplomat juga terkena imbas pembekuan dana ini. Surat kabar The New York Times melaporkan bahwa Kedutaan Besar Afghanistan di Washington, AS, terancam ditutup karena tidak ada dana. Terdapat lebih dari 60 duta besar, konsul jendral, dan kepala misi Afghanistan yang tersebar di dunia. Ini belum mencakup atase serta diplomat. Mereka semua dilantik oleh Presiden Ashraf Ghani. Para pejabat dan diplomat ini tidak mengakui Taliban sebagai pemerintah sekarang dan sebaliknya Taliban tidak mengakui mereka sebagai perwakilan negara di luar negeri.
Di Washington, dari 100 staf kedutaan, ada 25 diplomat yang visanya hanya tinggal berlaku satu bulan. Mereka harus melamar perpanjangan visa, itu pun belum jelas statusnya. Hingga kini, belum ada yang mengakui Taliban sebagai pemerintah sah Afghanistan. Oleh sebab itu, ada kemungkinan para diplomat ini tidak bisa memperoleh visa dinas diplomatik. Jika demikian, pilihan yang lebih masuk akal ialah visa pengungsi.
Pendaftaran visa pengungsi ini juga tidak dijamin bisa lolos. Apabila diplomat gagal mendapat visa, mereka terpaksa dideportasi ke Afghanistan. Di sana, keamanan mereka terancam karena dianggap dekat dengan negara asing, terutama AS. Di samping itu, para diplomat ini diberi memo bahwa kekebalan diplomatik mereka akan segera kedaluwarsa.
Liputan The New York Times itu mengungkapkan bahwa rekening bank Kedubes Afghanistan di Washington dibekukan oleh Citibank. Alasannya, Citibank takut dihukum oleh Pemerintah AS yang memberlakukan sanksi terhadap Afghanistan. Akibatnya, karyawan kedubes tidak menerima gaji sejak Oktober 2021.
Terus bertugas
Di negara-negara tetangga Afghanistan, seperti Pakistan dan Uzbekistan, Taliban telah mencopot duta besar dari pemerintah sebelumnya dan mengganti dengan orang-orang mereka. Meskipun begitu, dana yang diberikan sangat minim. Seorang anggota staf Konsulat Jenderal Afghanistan di Peshawar, Pakistan, mengatakan bahwa konsul jenderal sekarang hanya menerima 280 dollar AS (sekitar Rp 4 juta) per bulan. Pejabat sebelumnya menerima setidaknya 5.000 dollar AS (Rp 71 juta) per bulan.
Di Italia dan Norwegia, Kedubes Afghanistan berjalan dengan dana yang sangat sedikit. Bahkan, diplomatnya terpaksa meminjam uang ke kenalan mereka. Di Italia, Dubes Afghanistan Khaled Zekriya sempat terlibat cekcok dengan seorang anggota Taliban yang mengaku datang ke Roma menggantikan posisi dia.
”Untung kami mendapat bantuan dari aparat penegak hukum Italia. Kedubes ini tidak mengakui pemerintahan Taliban dan akan terus mengupayakan dukungan internasional untuk pemerintahan yang dipilih oleh rakyat,” katanya.
Youssof Ghaafoorzai, Dubes Afghanistan di Oslo, Norwegia, juga mengatakan, lembaganya terus bekerja keras dengan dana sesedikit mungkin. Fokus mereka saat ini ialah menghimpun bantuan kemanusiaan untuk dikirim ke Afghanistan dan terus mengadakan berbagai diskusi politik mengenai upaya menstabilkan kondisi di sana. (AFP)