Pertempuran yang berlarut-larut antara Ukraina dan Rusia menjadi dalih bagi sejumlah pihak untuk melibatkan milisi asing. Sejumlah pihak mengkhawatirkan keterlibatan itu memiliki dampak panjang.
Oleh
Musthafa Abd. Rahman dari Kairo, Mesir
·5 menit baca
Setelah lebih dari dua pekan invasi militer Rusia ke Ukraina, mulai mengemuka realitas baru yang bisa disebut membentangnya jalur neraka dari Timur Tengah menuju Ukraina. Sebutan itu untuk menyebut derasnya aliran tentara bayaran dari Suriah menuju Ukraina.
Tren itu menyusul langkah Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengajukan konsep baru dalam pertemuan dewan keamanan nasional Rusia yang dipimpin Presiden Vladimir Putin, Jumat (11/3/2022). Dalam konsep baru perang di Ukraina itu, antara lain, disebutkan pelibatan milisi bayaran dari Suriah.
Shoigu mengungkapkan, Rusia mendapat tawaran dari sukarelawan Timur Tengah untuk ikut membantu Rusia dalam perang di Ukraina. Menurut Shoigu, milisi itu telah membantu Rusia dalam perang melawan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) di Suriah dalam beberapa tahun terakhir ini.
Presiden Putin langsung menyetujui konsep itu, termasuk menerima milisi asing bersenjata dari Suriah untuk bertempur bersama militer Rusia. Putin berdalih, negara-negara Barat juga mendanai Pemerintah Ukraina untuk mengundang milisi asing ke Ukraina.
Sebelumnya, harian berbahasa Arab, Asharq Al Awsat, Sabtu (5/3/2022), mengungkap, para pialang perang di Suriah menggunakan sandi ”Pangkalan Khmeimim” dalam melakukan operasi perekrutan pemuda Suriah yang akan diterjunkan dalam perang Ukraina. Pangkalan udara Khmeimim adalah pangkalan udara militer di Provinsi Latikia-Suriah Barat yang dikontrol Rusia sejak 2015.
Disebutkan, 23.000 pemuda Suriah sudah mendaftar sebagai milisi bersenjata bayaran untuk membantu Rusia dalam perang di Ukraina. Harian Asharq Al Awsat edisi Kamis (10/3/2022) mengungkapkan, sudah ada 12 tempat pendaftaran di seantero Suriah. Mereka, antara lain, berasal dari milisi Batalyon Al-Bustan pimpinan Rami Makhluf (saudara sepupu Presiden Bashar al-Assad) dan Satuan Pertahanan Nasional yang dibentuk Iran pada 2012.
Mereka telah menandatangani kontrak dengan gaji 7.000 dollar AS untuk tujuh bulan di Ukraina. Mereka menerima dua syarat, yaitu pertama, tidak boleh pulang ke Suriah selama tujuh bulan bertugas di Ukraina. Kedua, kontrak itu tidak ada hubungan dengan Pemerintah Suriah. Tugas utama mereka di Ukraina adalah menjaga tempat-tempat strategis di sejumlah kota di Ukraina yang berhasil direbut pasukan Rusia.
Saling tuduh
Langkah Moskwa itu seolah membenarkan tuduhan Pentagon yang mengatakan, Rusia aktif merekrut milisi bayaran dari Suriah. Pentagon menyebut, Moskwa terpaksa merekrut milisi asing untuk membantu militer Rusia di Ukraina.
Harian The Wall Street Journal edisi Minggu (6/3/2022) juga melansir, militer Rusia yang menghadapi perlawanan sengit di luar dugaan akhirnya terpaksa merekrut milisi bersenjata bayaran dari Suriah. The Wall Street Journal menyebut, milisi dari Suriah yang punya pengalaman perang kota di Suriah dalam 10 tahun terakhir ini dibutuhkan Rusia untuk diterjunkan dalam perang kota di Ukraina.
Sebaliknya, dinas intelijen Rusia menuduh AS juga merekrut dan melatih pemuda Suriah dari wilayah Suriah Timur dan Utara yang dikontrol AS untuk dikirim ke Ukraina guna membantu pasukan Pemerintah Ukraina melawan pasukan Rusia. Mereka kini dilatih secara rahasia untuk perang kota di pangkalan militer Al-Tanf di Suriah Timur dekat perbatasan dengan Jordania dan Irak. Wilayah itu saat ini dikontrol AS.
AS menjadikan pangkalan militer Al-Tanf sebagai pusat latihan militer milisi loyalisnya di Suriah, seperti milisi Kurdi dari Unit Perlindungan Rakyat (YPG), untuk berperang melawan NIIS.
Meskipun demikian, Juru Bicara Militer Nasional Suriah (SNA/Syrian National Army) Mayor Yousef Hammoud, seperti dikutip harian Al-Quds Al-Arabi edisi Kamis (10/3/2022), membantah bahwa SNA ikut mengirimkan sukarelawan ke Ukraina sebagaimana dituduhkan Rusia.
Sebaliknya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy telah menyerukan para sukarelawan dari mancanegara untuk membantu pasukan Ukraina melawan agresi Rusia. Pemerintah Ukraina melakukan komunikasi dengan kantor kedutaan dan konsulat Ukraina di mancanegara agar mengatur perjalanan sukarelawan asing dari mancanegara yang berminat membantu pasukan Ukraina melawan Rusia.
Pemerintah Ukraina mengklaim lebih dari 16.000 sukarelawan asing dari Inggris, Australia, Italia, Jepang, dan Polandia berminat menjadi milisi untuk bertempur membantu pasukan Ukraina.
Bukan baru
Keterlibatan milisi Suriah dalam konflik di negara lain bukanlah hal baru. Mereka pernah terlibat dalam Perang Tripoli 2019-2020. Mereka diundang pihak yang bertikai di Libya. Turki yang membantu Pemerintah Tripoli telah mengirim milisi Suriah loyalisnya untuk membantu pasukan Tripoli. Sebaliknya, Jenderal Khalifa Haftar yang ingin merebut Tripoli juga mengundang milisi bayaran dari Suriah, loyalis Presiden Suriah Bashar al-Assad, untuk membantu pasukannya.
Turki juga mengirimkan 2.000 milisi bayaran dari SNA dalam perang Nogorno-Karabakh antara Azerbaijan dan Armenia yang terjadi pada 27 September 2020 hingga 10 November 2020. Milisi itu membantu pasukan Azerbaijan. Menurut harian Al Quds al-Arabi, sebagian dari 2.000 milisi SNA kini dialihkan ke Ukraina untuk membantu pasukan Ukraina.
Perang saudara berkepanjangan di Suriah yang meletus segera setelah revolusi rakyat negara itu tahun 2011 mengantarkan Suriah menjadi lahan subur bersemainya milisi-milisi bersenjata. Mereka menjadi peliharaan dan mendapat dana dari para pengusaha, pejabat tinggi negara, dan bahkan negara tertentu di Timur Tengah.
Ada milisi Al-Bustan yang mendapat suntikan dana dan sekaligus di bawah pimpinan Rami Makhlouf, sepupu Presiden Bashar al-Assad dan seorang pengusaha besar di Suriah. Ada Satuan Pertahanan Nasional yang dibentuk Iran tahun 2012. Milisi loyalis Iran itu tersebar di sekitar Damaskus dan wilayah sepanjang perbatasan Suriah-Lebanon.
Ada pula SNA yang mendapat suntikan dana dari Turki. SNA tersebar di Provinsi Idlib dan wilayah Suriah Utara. Ada juga milisi Kurdi dari YPG yang dipersenjatai dan mendapat suntikan dana dari AS. YPG tersebar di Suriah timur laut dan Suriah timur.
Pengamat politik Mesir, Hassan Abou Thalib, dalam artikelnya di harian Asharq Al Awsat edisi hari Selasa (8/3/2022), mengingatkan dampak buruk dari kehadiran milisi asing di Ukraina. Ia menyebut, Ukraina bisa seperti Afghanistan tahun 1980-an saat milisi asing dari sejumlah negara Arab berbondong-bondong ke Afghanistan untuk membantu para Mujahidin Afghan melawan pasukan pendudukan Uni Soviet.
Setelah berakhirnya perang Afghanistan tahun 1989, para milisi asing yang punya pengalaman perang itu justru melancarkan aksi kekerasan di negara mereka masing-masing dan mengancam keamanan negara-negara tersebut.
Menurut Abou Thalib, milisi asing yang berbondong-bondong ke Ukraina saat ini bisa mengancam keamanan Eropa setelah berakhirnya perang Ukraina nanti. Ia menegaskan, skenario Afghanistan tahun 1980-an bisa terulang di Ukraina saat ini.