Presiden Erdogan menyebut invasi Rusia ke Ukraina tidak dapat diterima, tetapi tidak ikut menjatuhkan sanksi. Secara tradisional, Turki juga sekutu Ukraina.
Oleh
FRANSISCA ROMANA
·3 menit baca
ANTALYA, KAMIS — Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dan Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba bersiap untuk berhadap-hadapan dalam pertemuan yang diorganisasi Turki, Kamis (10/3/2022). Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berharap dengan mediasi ini tragedi lebih jauh bisa dihindari dan gencatan senjata bisa diwujudkan meski para pengamat meragukannya.
Lavrov tiba di Turki pada Rabu (9/3/2022) malam di Antalya. Kantor berita Rusia, RIA, menjelang rencana pertemuan, melaporkan, delegasi Rusia tidak akan mengalah pada satu pun poin negosiasi. Rusia dan Ukraina telah menggelar tiga pembicaraan sejak invasi Rusia pada 24 Februari 2022, khususnya terkait isu kemanusiaan.
Pertemuan antara Lavrov dan Kuleba kemungkinan akan panas. Dalam wawancara dengan CNN pekan lalu, Kuleba menggambarkan Lavrov sebagai ”Ribbentrop” pada zamannya. Ia merujuk pada menteri luar negeri Nazi Jerman semasa Perang Dunia II.
Dalam video yang diunggah di Facebook, Kuleba menyatakan harapannya tipis akan hasil pertemuan itu. Ia mengatakan, keberhasilan pembicaraan akan bergantung pada instruksi dan arahan yang diterima Lavrov dari Kremlin. ”Saya tidak berharap banyak pada mereka, tetapi kami akan mencoba dan memperoleh hasil terbaik dengan persiapan efektif,” katanya.
Menlu Turki Mevlut Cavusoglu akan bergabung dalam pertemuan kedua menlu. Turki adalah anggota NATO, tetapi ingin menjaga hubungan baik dengan kedua pihak yang berkonflik. Hubungan baik dengan Rusia diperlukan lantaran Turki sangat bergantung pada impor gas dan pariwisata dari Rusia.
Erdogan menyebut invasi Rusia ke Ukraina tidak dapat diterima, tetapi Ankara tidak bergabung dengan negara-negara Barat untuk menjatuhkan sanksi terhadap Rusia. Turki juga menolak untuk menutup wilayah udaranya bagi pesawat Rusia.
Secara tradisional, Turki juga sekutu Ukraina. Turki menyuplai negara itu dengan pesawat nirawak Bayraktar yang dibuat oleh perusahaan Turki. Kiev menggunakan pesawat nirawak itu untuk membalas serangan Rusia.
”Kami berupaya menghentikan krisis ini menjadi tragedi. Saya berharap pertemuan di antara para menlu akan membuka jalan terwujudnya gencatan senjata permanen,” ujar Erdogan, Rabu.
Perang di Ukraina memicu krisis pengungsi terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II. Setidaknya 2 juta warga Ukraina telah melintasi perbatasan untuk menyelamatkan diri, berdasarkan data PBB. Barat telah menjatuhkan beragam sanksi tetapi gagal membuat Presiden Rusia Vladimir Putin menghentikan serangannya.
Berk Esen dari German Institute for International and Security Affairs menyebut, jalan netral dan aktif yang ditempuh Turki berhasil membawanya ke pusat upaya mediasi. Meski demikian, seperti diutarakan Direktur Program Timur Tengah pada Foreign Policy Research Institute Aaron Stein, tidak banyak harapan munculnya terobosan.
Posisi Erdogan
Pengamat menilai, pertemuan menlu Rusia dan Ukraina mendongkrak posisi Erdogan yang dalam beberapa tahun terakhir dijauhi Barat menyusul operasi Turki di Suriah dan persoalan hak asasi manusia. Turki juga tengah dilanda krisis ekonomi yang membuat nilai mata uang lira anjlok. Penguatan relasi dengan Rusia dianggap bisa meringankan krisis tersebut.
Peneliti pada Washington Institute, Soner Cagaptay, mengatakan, bakal terkejut jia pembicaraan di Antalya menghasilkan terobosan besar di tengah keinginan pemimpin negara lain, seperti Perancis dan Israel, untuk memediasi Rusia-Ukraina.
Namun, Cagaptay memuji keberhasilan besar diplomasi Turki karena bisa mempertemukan dua menlu negara yang berseteru di wilayah netral. ”Langkah itu cukup signifikan meski nanti tidak ada terobosan,” katanya.
Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Internasional Rafael Grossi mengatakan, Turki juga telah mengundangnya dalam pembicaraan di Antalya menyusul meningkatnya kekhawatiran akan nasib instalasi nuklir Ukraina selama invasi Rusia. ”Saya berharap ada kemajuan dalam isu mendesak tentang keselamatan dan keamanan fasilitas nuklir Ukraina,” ujar Grossi.
Erdogan juga dijadwalkan akan berbicara melalui telepon dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Kamis sore waktu setempat. (AFP/REUTERS)