Tak Mau Ikut Perang, NATO Buka Celah Dialog dengan Rusia
Dalam krisis Ukraina, NATO tak mau berperang melawan Rusia, negara dengan kekuatan militer terbesar kedua di dunia. Apakah kebijakan NATO akan sama misalnya jika yang dihadapi negara dengan kekuatan militer kecil?
Oleh
FX LAKSANA AGUNG SAPUTRA, MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
BRUSSELS, JUMAT - Untuk pertama kalinya sejak Rusia menyerang Ukraina per 24 Februari, Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO secara lebih terbuka mengisyaratkan celah dialog dengan Rusia. Namun, aliansi militer yang dipimpin Amerika Serikat itu tetap mengklaim bukan bagian dari konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina.
”Kami bukan bagian dari konflik ini, dan kami punya tanggung jawab untuk memastikan konflik ini tidak bereskalasi dan meluas keluar Ukraina. Sebab, itu akan membuat situasi lebih rusak dan berbahaya, dengan penderitaan manusia yang lebih berat lagi. NATO tidak sedang mencari perang dengan Rusia,” kata Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg pada keterangan pers seusai Pertemuan Luar Biasa para Menteri Luar Negeri NATO di Brussels, Belgia, Jumat (4/3/2022).
Agresi Rusia ke Ukraina, menurut Stoltenberg, telah menciptakan normal baru pada wawasan keamanan NATO. Prinsip-prinsip dasar dikontestasi menggunakan kekuatan pemaksa. Dengan itu pula, NATO berpandangan bahwa hubungan NATO dan Rusia secara fundamental berubah dalam jangka panjang.
”Namun, kami tetap berkomitmen menjaga saluran-saluran untuk diplomasi dan meredakan konflik tetap terbuka guna menghindari eskalasi yang tak diinginkan, salah paham, dan salah perhitungan,” katanya.
Terkait bantuan untuk Ukraina, Stoltenberg melanjutkan, NATO telah meningkatkan dukungan guna membantu negara itu menegakkan haknya dalam mempertahankan diri sebagaimana tertuang dalam Piagam PBB. NATO juga telah memperkuat daya gertak dan pertahanan di darat, udara, dan laut.
NATO mengirimkan tambahan ribuan tentara ke sayap timurnya. Untuk pertama kali, NATO mengerahkan Pasukan Tanggap NATO. ”Kami memiliki lebih dari 130 jet dalam posisi siaga dan lebih dari 200 kapal dari High North sampai Mediterranean,” katanya.
Selanjutnya, Stoltenberg menegaskan bahwa NATO akan meneruskan apa yang diperlukan untuk melindungi dan mempertahankan setiap inci wilayah NATO. NATO adalah aliansi pertahanan yang bertugas menjaga 30 negara anggotanya aman. ”Kami minta Presiden Putin untuk segera menghentikan perang, menarik seluruh pasukan dari Ukraina tanpa syarat, dan terlibat dalam diplomasi yang sejati. Sekarang,” katanya.
Menjawab pertanyaan wartawan, Stoltenberg mengatakan, NATO tidak akan menciptakan zona larangan terbang di angkasa Ukraina. Skema yang mensyaratkan pengerahan jet-jet tempur NATO di wilayah udara Ukraina itu sebenarnya menjadi aspirasi Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy untuk menangkal serangan udara Rusia.
Sementara itu, memasuki hari ke-9, delegasi Rusia dan delegasi Ukraina berunding di Belarus. Ini merupakan perundingan kedua sejak Rusia menyerang Ukraina per 24 Februari. Namun, pertemuan itu lagi-lagi belum memperlihatkan hasil yang mengarah pada penghentian perang atau gencatan senjata. Sejauh ini mereka bersepakat untuk menyediakan koridor kemanusiaan bagi warga sipil yang ingin keluar dari wilayah perang dengan aman dan untuk pengiriman bantuan kemanusiaan.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, sejak awal pekan ini, mengatakan, koridor kemanusiaan penting karena tingkat ketersediaan oksigen di berbagai rumah sakit di Ukraina dalam kondisi kritis. ”Sangat penting bagi semua pihak untuk memastikan ketersediaan obat-obatan, peralatan medis, serta oksigen,” kata Tedros.
Keputusan Putin menyerang Ukraina didasarkan atas fakta bahwa NATO terus memperluas wilayahnya ke timur sekaligus mengerahkan infrastruktur militernya lebih dekat ke perbatasan Rusia. Keberatan Rusia telah disampaikan selama ini. Namun, NATO tidak pernah menghiraukan.
Negosiasi delegasi Rusia dan Ukraina sejauh ini gagal mencapai kesepakatan berarti karena aspirasinya yang bertolak belakang. Presiden Rusia Vladimir Putin, dalam perbincangannya dengan Presiden Perancis Emmanuel Macron, menginginkan netralisasi Ukraina dan pelucutan senjata militer negara tersebut. Hal ini ditolak Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. Dalam berbagai video yang diunggah ke banyak laman media sosial, Zelenskyy menyatakan, dirinya siap bertemu empat mata dengan Putin dan berunding langsung.
Saat mendeklarasikan ”operasi militer terbatas” ke Ukraina per 24 Februari, Vladimir Putin, dalam keterangan yang disiarkan melalui layar televisi, menyatakan, keputusan menyerang Ukraina didasarkan atas fakta NATO yang terus memperluas wilayahnya ke timur sekaligus mengerahkan infrastruktur militernya lebih dekat ke perbatasan Rusia. Keberatan Rusia telah disampaikan selama ini. Namun, NATO tidak pernah menghiraukan.
Dari medan tempur dikabarkan, serangan Rusia di Ukraina utara, persisnya ke Kiev, masih agak tertahan oleh perlawanan sengit tentara Ukraina. Situasi lebih mudah bagi Rusia di Ukraina selatan. Pada Kamis (3/3) malam waktu setempat atau Jumat (4/3) pagi WIB, militer Rusia menguasai Kota Kherson, kota pelabuhan strategis di tepi Laut Hitam. Rusia juga menduduki gedung utama pemerintahan di kota itu.
Kherson, kota berpenduduk 280.000 jiwa itu, menurut kantor berita Al Jazeera, diklaim telah dikuasai militer Rusia sejak Rabu (2/3). Namun, perlawanan sporadis masih berlangsung di beberapa sudut kota. Militer Rusia baru benar-benar bisa menguasai kota itu sehari kemudian.
Pertempuran sengit berlanjut di kota pinggiran pelabuhan lainnya, Mariupol, yang mengakibatkan lumpuhnya jaringan listrik, pemanas, dan air minum milik kota. Sebagian besar jaringan telepon juga terputus. Serangan udara jet tempur Rusia menghancurkan pembangkit listrik di kota Okhtyrka.
Penguasaan atas Kherson yang kini oleh Rusia tengah diperluas ke Mariupol diduga untuk memutus hubungan Ukraina dari dunia luar melalui jalur laut. Apalagi, sejak 2014, Crimea, yang berada di selatan Ukraina, juga telah dikuasai Rusia.
Michael Clarke dari Royal United Services Institute, dikutip dari media Inggris Guardian, mengatakan, bagi Rusia, penaklukan Kherson sangat penting. Sebab, kota itu menjadi pemasok utama air baku bagi wilayah Crimea. Militer Rusia juga membutuhkan kota penting di selatan itu untuk menjadi jembatan darat antara wilayah utara dan selatan yang telah dikuasainya. ”Menguasai Kherson menjadi keuntungan besar bagi Rusia,” kata Clarke.
Pasukan Rusia pada Jumat dini hari juga melancarkan serangan di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Zaporizhzhia, PLTN terbesar di Eropa yang terletak sekitar 550 kilometer tenggara Kiev. PLTN Zaporizhzhia adalah pemasok utama listrik di Ukraina dengan kapasitas pasokan mencapai separuh dari kebutuhan listrik di seluruh wilayah Ukraina.