Serangan Rusia Picu Kebakaran di Area Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
Sebagian kompleks PLTN Zaporizhzhia terbakar setelah menjadi sasaran serangan militer Rusia. Dilaporkan, tidak ada peningkatan radiasi di area tersebut.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·4 menit baca
KIEV, JUMAT — Memasuki hari kesembilan perang Rusia-Ukraina, Jumat (4/3/2022) dini hari, serangan Rusia dilaporkan menyasar pembangkit listrik tenaga nuklir atau PLTN di Ukraina. PLTN Zaporizhzhia, PLTN terbesar di Eropa yang terletak di Energodar, sekitar 550 kilometer tenggara Kiev, Ukraina tenggara, terkena serangan itu. Sebagian kompleks PLTN tersebut terbakar.
PLTN Zaporizhzhia adalah pemasok utama listrik di Ukraina dengan kapasitas pasokan mencapai separuh dari kebutuhan listrik di seluruh wilayah Ukraina. Kompleks PLTN itu memiliki enam reaktor nuklir. Serangan terhadap kompleks PLTN Zaporizhzhia dilaporkan kantor berita RIA mengutip Kementerian Energi Atom Ukraina.
”Petugas pemadam kebakaran kewalahan memadamkan api di PLTN Zaporozhzhia, mereka ditembaki dari jarak dekat. Sudah ada serangan di unit listrik pertama,” demikian dilaporkan RIA.
Juru bicara PLTN Zaporizhzhia, Andriy Tuz, mengungkapkan bahwa serangan itu mengakibatkan bagian dari pembangkit itu terbakar. Seorang pejabat Pemerintah Ukraina mengatakan, asap terlihat dari PLTN itu dan ada peningkatan tingkat radiasi yang terdeteksi di dekat lokasi pembangkit.
Beberapa saat kemudian, RIA melaporkan bahwa tingkat radiasi di kawasan PLTN itu tidak berubah setelah ada serangan dan terbakar. Pihak RIA mengutip salah satu pejabat di PLTN itu. Dilaporkan juga secara terpisah oleh RIA, mengutip layanan darurat Ukraina, yang mengatakan bahwa api berada di luar perimeter PLTN. Titik api di salah satu blok di PLTN itu telah berhasil dipadamkan.
”Kami menuntut mereka menghentikan tembakan senjata berat,” kata Tuz dalam sebuah video yang diunggah di Telegram. ”Ada ancaman nyata bahaya nuklir di stasiun energi atom terbesar di Eropa.”
Terkait serangan di PLTN Zaporizhzhia itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menuding Moskwa menebar ”teror nuklir” dan ingin mengulang bencana Chernobyl. Ia meminta para pemimpin dunia untuk bangun dan mencegah agar Eropa ”tidak sekarat” akibat bencana nuklir.
”Tak satu pun negara di dunia selain Rusia yang pernah menembaki pembangkit listrik tenaga nuklir,” ujar Zelenskyy dalam pesan yang disampaikan melalui video.
Kementerian Luar Negeri Ukraina menyerukan kepada Mokswa agar tidak menyerang unit pembangkit listrik tenaga nuklir di Ukraina mengingat bahaya yang besar. Seruan serupa juga disampaikan badan pengawas nuklir PBB, Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA). Badan itu mengesahkan resolusi pada Kamis berisi desakan untuk Rusia agar ”menghentikan semua tindakan” di fasilitas nuklir Ukraina, termasuk lokasi bencana Chernobyl.
Menurut salinan teks yang diterima kantor berita AFP, resolusi di dewan gubernur IAEA juga ”menyesalkan tindakan Federasi Rusia di Ukraina, termasuk secara paksa menguasai fasilitas nuklir dan tindakan kekerasan lainnya”.
Sebuah sumber diplomatik mengatakan, resolusi itu disahkan oleh mayoritas besar anggota dengan dukungan 28 negara. Tercatat Rusia dan China menentang resolusi itu. Suara abstain dipilih oleh Senegal, Afrika Selatan, Vietnam, Pakistan, dan India, menurut sumber itu.
Ukraina diketahui memiliki empat PLTN aktif yang memasok sekitar setengah dari pasokan listrik negara itu dan menyimpan limbah nuklir seperti yang ada di Chernobyl. Chernobyl adalah lokasi kecelakaan nuklir terburuk dalam sejarah pada 1986 dan situs itu dilaporkan telah jatuh ke tangan tentara Rusia.
Delegasi Polandia dan Kanada telah meminta pertemuan IAEA yang dimulai pada Rabu pekan ini dan mengusulkan sebuah resolusi. Pada hari itu, Direktur Jenderal IAEA Rafael Grossi menyerukan segera diakhirinya perang Rusia-Ukraina. Ia mengatakan, penghentian perang adalah ”tindakan terbaik untuk memastikan keselamatan dan keamanan fasilitas nuklir Ukraina”.
Koridor untuk evakuasi
Serangan terhadap PLTN Zaporizhzhia terjadi ketika di tempat terpisah Rusia-Ukraina tengah merundingkan koridor yang aman untuk mengevakuasi warga dari tengah kecamuk perang. Namun, sembari langkah itu dilakukan, kemarin, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dalam video pidatonya yang ditujukan kepada rakyatnya meminta warga Ukraina untuk mempertahankan perlawanan mereka sekuat mungkin.
Seorang anggota delegasi Ukraina yang dikirim untuk berbicara dengan Rusia mengatakan kedua pihak telah sepakat untuk membangun koridor bagi warga sipil untuk meninggalkan zona pertempuran dengan aman. Koridor akan mencakup gencatan senjata di sepanjang jalan, kata Mykhailo Podolyak, penasihat Zelenskyy.
Pasokan bantuan kemanusiaan juga dapat dikirim melalui koridor itu. Hal itu menjadi bagian dari permintaan utama Ukraina menuju ke putaran kedua negosiasi yang digelar pada Kamis di Brest, wilayah Belarus yang berbatasan dengan Polandia. Melalui media sosial Twitter, Podolyak mengungkapkan bahwa Kiev juga mengusulkan gencatan senjata melalui negosiasi itu.
Presiden Rusia Vladimir Putin juga berbicara soal koridor atau zona aman. Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov telah mengatakan kepada wartawan sebelum pertemuan negosiasi Rusia-Ukraina itu bahwa Rusia akan melaksanakan tindakan militernya sampai mencapai tujuan, yakni ”demiliterisasi Ukraina”. Mokswa menyerahkan keputusan itu kepada Ukraina untuk memilih langkah mana yang diinginkan dan pemerintahan seperti apa yang harus mereka miliki.
Leonid Slutsky, seorang anggota parlemen senior Rusia yang merupakan bagian dari negosiator, mengatakan bahwa putaran berikutnya dapat mengarah pada kesepakatan. Sejumlah hal terkait masih perlu diratifikasi oleh parlemen Rusia dan Ukraina. Zelenskyy sendiri dalam beberapa kali kesempatan mendesak Putin untuk duduk bersamanya guna melakukan pembicaraan. ”Setiap kata lebih penting daripada tembakan,” kata Zelenskyy. (AP/AFP/REUTERS)