Rusia Putus Akses Ukraina dari Laut Hitam
Rusia terus berusaha menutup akses Ukraina ke Laut Hitam. Kota-kota di daerah Ukraina selatan terus menjadi sasaran serangan. Kherson sudah jatuh. Sementara Mykolaiv dan Odessa masih menyisakan perlawanan.
KIEV, JUMAT – Memasuki invasi hari ke-9, Rusia masih agak tertahan di Ukraina utara karena sengitnya perlawanan tentara negara itu di Kiev. Sementara di selatan, tentara Rusia relatif lebih cepat merangsek.
Militer Rusia pada Kamis (3/3) malam waktu setempat atau Jumat (4/3) pagi waktu Indonesia telah menguasai Kota Kherson, kota pelabuhan strategis di tepi Laut Hitam. Pasukan Rusia juga menduduki gedung utama pemerintahan di kota itu.
Kherson, kota berpenduduk 280.000 jiwa itu, menurut kantor berita Al Jazeera, diklaim telah dikuasai oleh militer Rusia sejak Rabu (2/3). Namun, perlawanan sporadis masih terjadi di beberapa sudut kota. Militer Rusia baru benar-benar bisa menguasainya sehari kemudian.
Baca juga : AS dan Sekutu Ingin ”Lockdown” Rusia
Kendaraan lapis baja dan pasukan Rusia terlihat hilir mudik di jalanan kota yang lengang. Penguasaan militer Rusia atas Kherson terjadi setelah pertempuran sengit sehari sebelumnya yang menyebabkan lebih-kurang 300 tentara Ukraina dan para pejuang sipil tewas.
Pertempuran sengit berlanjut di kota pinggiran pelabuhan lainnya, Mariupol. Jaringan listrik dan pemanas di kota itu terputus. Demikian juga dengan pasokan air minum untuk warga kota dan sebagian besar jaringan telepon. Serangan udara jet tempur Rusia juga menghancurkan pembangkit listrik di kota Okhtyrka.
Penguasaan militer Rusia atas Kherson yang kini merambah menyasar Mariupol diduga sebagai taktik untuk memutus hubungan Ukraina dengan dunia luar melalui jalur laut. Apalagi, sejak 2014, Crimea, yang berada di selatan Ukraina, juga telah dikuasai Rusia.
Baca juga : Penutupan Selat Bosporus, Dampak dan Keuntungan
Michael Clarke dari Royal United Services Institute, dikutip dari media Inggris Guardian, mengatakan, penaklukkan Kherson sangat penting bagi Rusia. Sebab, kota ini menjadi pemasok utama air baku bagi wilayah Crimea yang menjadi salah satu basis tentara Rusia dalam menyerang Ukraina.
Militer Rusia juga membutuhkan Kherson untuk menjadi jembatan darat antara wilayah utara dan selatan yang telah dikuasainya. “Menguasai Kherson menjadi keuntungan besar bagi Rusia,” kata Clarke.
Pada Jumat dini hari, militer Rusia menyerang pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Zaporizhzhia, PLTN terbesar di Eropa. PLTN itu terletak di Energodar, sekitar 550 kilometer tenggara Kiev. Sebagian kompleks PLTN dikabarkan terbakar.
PLTN Zaporizhzhia adalah pemasok utama listrik di Ukraina dengan kapasitas pasokan mencapai separuh dari kebutuhan listrik di seluruh wilayah Ukraina. Kompleks PLTN itu memiliki enam reaktor nuklir. Serangan terhadap kompleks PLTN Zaporizhzhia dilaporkan kantor berita RIA mengutip Kementerian Energi Atom Ukraina.
Baca juga : Serangan Rusia Picu Kebakaran di Area Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
”Petugas pemadam kebakaran kewalahan memadamkan api di PLTN Zaporozhzhia, mereka ditembaki dari jarak dekat. Sudah ada serangan di unit listrik pertama,” demikian dilaporkan RIA.
Juru bicara PLTN Zaporizhzhia, Andriy Tuz, mengungkapkan bahwa serangan itu mengakibatkan bagian dari pembangkit terbakar. Seorang pejabat Pemerintah Ukraina mengatakan, asap terlihat dari PLTN itu dan ada peningkatan tingkat radiasi yang terdeteksi di dekat lokasi pembangkit.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menyerukan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DPBB) kembali menggelar pertemuan darurat khusus untuk membahas serangan militer Rusia ke fasilitas nuklir Ukraina. Salah satu pertimbangannya adalah bahwa tindakan itu sangat berbahaya.
Sementara itu, Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB telah mengeluarkan resolusi tentang dugaan pelanggaran hak oleh militer dan pemerintah Rusia selama berlangsungnya agresi ke Ukraina. Dewan HAM PBB juga akan membentuk komisi penyelidikan untuk menginvestigasi dugaan pelanggaran hak tersebut.
Sebanyak 32 anggota Dewan HAM yang hadir mendukung resolusi tersebut. Sementara 13 anggota abstain. Rusia dan Eritrea menjadi dua negara yang menentang resolusi ini.
Komisi penyelidikan Dewan HAM PBB akan bekerja sama dengan tim pendahulu yang sudah berada di Ukraina. Secara terpisah, tim penyelidikan yang dibentuk Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) Den Haag juga telah berangkat ke Ukraina untuk menyelidiki dugaan kemungkinan terjadinya kejahatan perang.
Koridor Kemanusiaan
Sementara itu, perundingan antara delegasi Rusia dan Ukraina di Belarus belum membuahkan kesepakatan yang mengarah pada penghentian perang atau gencatan senjata. Pada pertemuan kedua itu, keduanya sepakat untuk menyediakan koridor kemanusiaan yang memungkinkan warga sipil keluar dari wilayah perang dengan aman serta menjadi jalur pengiriman bantuan kemanusiaan.
Desakan untuk disediakannya koridor khusus untuk bantuan kemanusiaan diutarakan Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus sejak awal pekan ini. Dia mengatakan, koridor ini penting karena tingkat ketersediaan oksigen di berbagai rumah sakit di Ukraina dalam kondisi kritis.
“Sangat penting bagi semua pihak untuk memastikan ketersediaan obat-obatan, peralatan medis serta oksigen,” kata Tedros.
Presiden Rusia Vladimir Putin menginginkan netralisasi Ukraina dan pelucutan senjata militer negara tersebut. Hal ini ditolak oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.
Negosiasi ini belum menghasilkan terobosan karena Presiden Rusia Vladimir Putin, dalam perbincangannya dengan Presiden Perancis Emmanuel Macron, beberapa waktu lalu, menginginkan netralisasi Ukraina dan pelucutan senjata militer negara tersebut. Hal ini ditolak oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.
Dalam berbagai video yang diunggah ke banyak laman media sosial, Zelensky menyatakan, dirinya siap bertemu empat mata dengan Putin dan berunding langsung. (AP/AFP/BEN/MHD)