Pasukan Rusia Belum Masuk, Diplomasi Masih Terbuka
Sejak 17 Februari 2022, telah tercatat hampir 4.000 kali saling serang dengan altileri berat di Donetsk dan Lugansk. Pasukan Rusia belum masuk ke wilayah Ukraina Timur itu.
Oleh
KRIS MADA
·6 menit baca
MOSKWA, RABU -Penundaan pengerahan besar-besaran pasukan Rusia ke Ukraina Timur menjadi salah satu penyebab diplomasi masih terbuka. Penundaan pengerahan itu juga menjadi salah satu sebab Amerika Serikat dan sekutunya belum memberlakukan sanksi besar-besaran pada Rusia. Sejauh ini, sanksi yang diumumkan hanya mengulangi yang sudah diumumkan bertahun-tahun lalu.
Menteri Luar Negeri Inggris Elizabeth Truss mengatakan, belum ada bukti Rusia mengirim tentara ke Ukraina Timur. “Kita telah mendengar dari (Presiden Rusia Vladimir) Putin bahwa dia mengirim pasukan. Kami belum melihat buktinya sama sekali. Kami mengantisipasi, seperti telah dikonfirmasi AS dan Inggris, serbuan besar-besar, termasuk ke Kiev,” ujarnya, Rabu (23/2/2022), di London, Inggris.
Dalam pernyataan pada Selasa (22/2/2022) malam waktu Moskwa, Putin juga menyatakan belum mengirimkan pasukan. “Saya tidak mengatakan tentara kita akan segera masuk setelah pertemuan ini,” ujarnya dalam konferensi pers di Moskwa.
Hampir bersamaan dengan konferensi pers itu, Senat Rusia mengesahkan resolusi penggunaan pasukan di luar negeri. Padahal, perintah pengerahan pasukan yang disebut sebagai pasukan penjaga perdamaian dikeluarkan Putin pada Selasa dini hari. Putin menegaskan, Rusia selalu siap berunding. “Kami siap pada pembicaraan langsung dan jujur, untuk mencari solusi diplomatik atas masalah pelik ini. Namun, saya ulangi, kepentingan dan keamanan Rusia tidak bisa ditawar. Karena itu, kami terus meningkatkan kemampuan tentara dan armada,” kata dia sebagaimana disiarkan di laman resmi Kantor Kepresidenan Rusia, Kremlin.ru
Terpisah, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan kini sulit mewujudkan rencana pertemuannya dengan Menlu Rusia Sergey Lavrov. Pekan lalu, mereka setuju bersua di Eropa pada Kamis ini dengan syarat tidak ada serbuan Rusia ke Ukraina. Setelah perintah Putin pada 22 Februari, Blinken menilai pertemuan itu tidak diperlukan lagi. “Saya telah berbicara dengan sekutu dan mitra, semua setuju (tidak perlu ada pertemuan). Hari ini saya mengirimkan surat ke Menlu Lavrov soal ini,” ujarnya sebagaimana disiarkan di laman resmi Deplu AS, state.gov.
Meski demikian, Blinken mengklaim tetap berkomitmen pada diplomasi. Syaratnya, Rusia serius menunjukkan keinginan serupa dan meredakan ketegangan. “Kami akan bertindak, dengan berkoordinasi ke mitra dan sekutu, berdasarkan tindakan Rusia dan fakta di lapangan,” kata dia.
Putin mengatakan, peredaan ketegangan untuk menunjang diplomasi perlu dilakukan semua pihak. Ia menyoroti fakta AS dan sekutunya terus memasok senjata bernilai miliaran dollar AS ke Ukraina selama bertahun-tahun. Washington dan sekutunya juga mengerahkan puluhan ribu tentara berikut aneka persenjataan ke negara-negara yang berbatasan langsung dengan Rusia. Karena itu, ia meminta AS dan sekutunya berhenti memasok senjata ke Ukraina. Washington dan sekutunya juga diminta menarik persenjataan dari daerah yang dekat dengan Rusia.
Ia juga risau dengan pernyataan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan sejumlah pejabat Ukraina soal ambisi nuklir Kiev. Setelah meneken Memorandum Budapest pada Desember 1994, Ukraina kehilangan status sebagai pemilik cadangan bom nuklir terbanyak setelah AS dan Rusia. Dalam beberapa kesempatan, Zelenskyy dan sejumlah pejabat Ukraina menyesali keputusan itu
“Sejak zaman Uni Soviet, Ukraina sudah punya kemampuan nuklir. Mereka punya banyak fasilitas dan pakar untuk menunjang itu. Satu-satunya kekurangan saat ini tidak ada fasilitas pengayaan nuklir. Dengan pengalaman, fasilitas, dan pakar mereka saat ini, masalah itu bisa diatasi dalam waktu singkat,” tutur Putin sebagaimana disiarkan Kremlin.ru
Ambisi nuklir Ukraina, penempatan sejumlah nuklir AS di beberapa negara Eropa, serta pengerahan puluhan ribu tentara Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) menjadi kerisauan Putin selama 23 tahun terakhir. Sayangnya, berkali-kali NATO menolak membahas kerisauan itu.
Sanksi
Blinken mengatakan, AS dan sekutunya akan tetap serentak menjalankan diplomasi dan mempersiapkan balasan ke Rusia. AS dan sekutunya akan terus meningkatkan pasukan di sekitar Rusia. Akan disiapkan pula aneka sanksi lanjutan.
Sejauh ini, AS telah menjatuhkan sanksi kepada VEB dan Promsvyazbank. Dengan aset total 50 miliar dollar AS, VEB disebut menjadi pengelola keuangan sejumlah elit Rusia. Sementara dengan aset 35 miliar dollar AS, Promsvyazbank menjadi pengelola keuangan tentara Rusia. AS dan sekutunya di Eropa setuju, VEB dan Promsvyazbank tidak bisa mengakses sistem dan pasar keuangan di AS dan Eropa.
Selain itu, seluruh surat utang Rusia juga dilarang diperdagangkan di AS dan Eropa. Dengan demikian, Moskwa tidak bisa mendapatkan pendanaan dari sistem dan pasar keuangan AS-Eropa.
Jika Rusia meneruskan aksi di Ukraina, AS dan sekutunya siap menjatuhkan sanksi kepada sejumlah bank Rusia yang total asetnya bernilai 750 miliar dollar AS. Menurut Blinken, nilai itu setara separuh aset perbankan nasional Rusia.
Mantan pejabat urusan sanksi pada Departemen Keuangan AS, Brian O’Toole, mengatakan bahwa harus menunggu sampai sanksi-sanksi AS dan sekutunya benar-benar berdampak. Sejauh ini, belum ada dampak nyata pada target sanksi AS dan sekutunya. Sebab, sebagian sasaran itu sudah dalam daftar sanksi AS sejak 2014.Menlu Ukraina Dmytro Kuleba meminta AS dan sekutunya menjatuhkan sanksi lebih keras untuk mencegah Rusia merangsek ke Ukraina. “Langkah pertama telah dilakukan kemarin dan kami berterima kasih untuk itu,” kata dia sebagaimana dikutip media Ukraina, Ukrinform.
Penjaga Perdamaian
AS dan sekutunya mengisyaratkan, sanksi akan benar-benar dijatuhkan bila pasukan Rusia benar-benar masuk Ukraina Timur. Sejauh ini, sebagaimana diakui Truss, pasukan Rusia yang disebut Putin sebagai penjaga perdamaian itu belum terlihat.
Putin mengatakan, pasukan penjaga perdamaian hanya akan berada di wilayah Republik Rakyat Donetsk (RRD) dan Republik Rakyat Lugansk (RRL). Pada Senin malam, Putin mengakui kedaulatan kedua negara itu yang menurut komunitas internasional berada di Ukraina itu. Sebelum meneken pengakuan RRD dan RRL, Putin menelepon Presiden Perancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Olaf Scholz.
Putin juga mengatakan, pasukan Rusia hanya akan bertugas di RRD dan RRL. Batas RRD dan RRL sesuai dengan wilayah Donetsk dan Luganks kala masih bergabung dengan Ukraina.
Di sisi lain, ia menekankan bahwa batas RRD dan RRL dengan Ukraina bisa saja berubah sesuai dengan perundingan di antara mereka. Menurut dia, sulit menebak perkembangan beberapa waktu mendatang. Semua akan tergantung pada perkembangan di lapangan.
Ia menyangkal telah melanggar Kesepakatan Minks. Kesepakatan itu disebutnya telah mati suri karena Kiev tidak kunjung menerapkannya sejak disetujui pada 2015 dan kembali disepakati pada 2019. Bahkan, pemerintah Ukraina bolak-balik secara terbuka menyatakan tidak akan menjalankan kesepakatan yang dinilai mengurangi kedaulatan Ukraina itu. “Apa saya harus diam saja menyaksikan kekerasan tidak berhenti?” kata dia.
Sementara di Donetsk dan Luganks, baku tembak antara tentara Ukraina dan milisi pendukung RRD dan RRL terus berlanjut. Sejak 17 Februari 2022, telah tercatat hampir 4.000 kali saling serang dengan altileri berat di antara kedua kubu berseberangan itu.
Menteri Pertahanan Ukraina Oleksiy Danilov meminta Presiden Zelenskyy memberlakukan status darurat kecuali di Donetsk dan Luganks. Status itu akan berlaku paling tidak 30 hari dan paling lama 60 hari. Zelenskyy dilaporkan akan menetapkan status itu selambat-lambatnya pada Jumat ini. (AFP/REUTERS)