Muncul pertanyaan besar soal posisi ideologi ultrakonservatif Wahabi di tengah kebijakan reformasi sosial, budaya, dan ekonomi yang bergulir kencang di Arab Saudi.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN, DARI KAIRO, MESIR
·4 menit baca
Hari ini, Selasa (22/2/2022), Arab Saudi merayakan hari jadi ke- 295. Hari jadi ini merujuk pada berdirinya negara Arab Saudi I yang diproklamasikan oleh Muhammad bin Saud pada 22 Februari 1727 M. Negara Arab Saudi I dikenal dengan nama Emirate Diriyah di tengah gurun Nejd, Arab Saudi bagian tengah, yang sekarang terletak di wilayah ibu kota Riyadh.
Sebelumnya, hari berdirinya negara Arab Saudi merujuk pada negara Arab Saudi III yang diproklamasikan pada 23 September 1932. Negara Arab Saudi III menyatukan semua wilayah Hejaz (barat), Nejd (tengah), Al-Ahsa (timur), dan Asir (selatan).
Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud mengeluarkan keputusan mengubah peringatan hari jadi Arab Saudi dari 23 September 1932 menjadi 22 Februari 1727. Ia menetapkan setiap 22 Februari sebagai hari libur nasional untuk menghormati hari lahirnya negara Arab Saudi dan untuk menguatkan komitmen rakyat negara itu agar terus menjaga ikatan loyalitas kepada semua raja Arab Saudi sejak Muhammad bin Saud, pendiri negara Arab Saudi I.
Dengan demikian, usia negara Arab Saudi sudah 295 tahun jika merujuk pada negara Arab Saudi I. Tidak dimungkiri, Arab Saudi dalam usianya ke-295 menjelma menjadi negara paling sukses melanggengkan kekuasaan keluarga besar Al-Saud dalam sejarah modern serta menciptakan kemakmuran dan stabilitas terbaik di kawasan Timur Tengah.
Ditemukannya sumber minyak pertama tahun 1938 di Distrik Al-Ahsa, Arab Saudi timur (Provinsi Timur), oleh perusahaan minyak Amerika Serikat, California-Arabian Standard Oil (CASOC), berandil besar atas terciptanya kemakmuran di Arab Saudi. Pada gilirannya, hal itu berandil juga atas stabilitas kekuasaan keluarga Al-Saud.
Arab Saudi kini berhasil menjadi negara anggota G-20, kelompok negara-negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia, dengan produk domestik bruto (PDB) 876,148 miliar dollar AS atau menempati urutan terbesar ke-18 di dunia. Arab Saudi juga memiliki pendapatan per kapita 24.224 dollar AS per tahun, setaraf negara maju.
Posisi Wahabi
Di tengah kemajuan ekonomi yang dicapai Arab Saudi selama ini, sering muncul polemik tentang ideologi Wahabi yang dikenal puritan dan dianut negara Arab Saudi sejak era Arab Saudi I. Pada 2016, Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) menggulirkan Visi Arab Saudi 2030, yang kemudian disusul dengan kebijakan reformasi sosial, budaya, dan ekonomi.
Muncul pertanyaan besar soal posisi ideologi Wahabi yang ultrakonservatif di tengah kebijakan reformasi sosial, budaya, dan ekonomi.
Sampai saat ini sejumlah cendekiawan Arab Saudi masih sering mengangkat isu ideologi Wahabi dan hubungannya dengan negara Arab Saudi. Mereka yang pro-MBS tampak ingin mencoba meluruskan opini tentang hubungan ideologi Wahabi dan negara Arab Saudi.
Selama ini opini yang berkembang adalah negara Arab Saudi lahir dari kolaborasi antara Ibn Saud (sayap politik) dan Muhammad bin Abdul Wahaāb (sayap agama). Kolaborasi itu mengantarkan ideologi Wahabi menjadi ideologi negara Arab Saudi dan kemudian negara itu terkesan sebagai negara agama.
Cendekiawan Arab Saudi, Amal Abdul Aziz al-Hazzani, dalam artikelnya di harian Asharq al-Awsat edisi Selasa, 1 Februari 2022, mengatakan, negara Arab Saudi I (1727 M), Arab Saudi II (1824 M), dan Arab Saudi III (1902-1932 M) adalah negara sipil, bukan negara agama.
Cendekiawan Arab Saudi lainnya, Abdullah al-Otibi, juga dalam Asharq al-Awsat, Minggu (30/1), menyebut posisi Ibn Saud sebagai pemimpin politik dan Ibn Wahab sebagai pemimpin agama tidak sejajar dalam konteks negara Arab Saudi. Tak ada matahari kembar dalam sejarah negara Arab Saudi. Ibn Saud, pendiri negara Arab Saudi I, mengusung visi politik, bukan agama.
Al-Otibi menyebut, ada tiga pihak yang sering menyudutkan Arab Saudi sebagai negara agama yang ultrakonservatif. Pertama, Dinasti Ottoman yang sejak awal menolak berdirinya negara Arab Saudi di Nejd. Adalah penguasa Ottoman di Mesir, Muhammad Ali Pasha, yang merontokkan negara Arab Saudi I.
Kedua, para sejarawan tradisional simpatisan Ibn Wahab. Mereka selalu menonjolkan peran Ibn Wahab dalam sejarah berdirinya negara Arab Saudi. Ketiga, kelompok gerakan Islam politik yang selalu membangun opini bahwa negara Arab Saudi adalah negara agama yang dibangun atas jasa kolaborasi antara Ibn Saud dan Ibn Wahab.
Pandangan baru soal hubungan Ibn Saud dan Ibn Wahab itu menjadi landasan gerakan MBS melakukan reformasi sosial, budaya, dan ekonomi tanpa terbelenggu lagi oleh wahabisme yang cenderung kaku dan tertutup.