Ideologi Wahabi Baru di Balik Angin Kencang Perubahan di Arab Saudi
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman menerapkan ideologi Wahabi dengan perspektif baru, meninggalkan Wahabi lama yang kaku, tertutup, konservatif, dan membelenggu Arab Saudi selama ini.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN, DARI KAIRO, MESIR
·5 menit baca
Berita segar dan revolusioner tentang ekonomi dan sosial-budaya terus mengalir tiada henti dari Arab Saudi saat ini. Fenomena itu merupakan refleksi dari kian merebaknya apa yang kerap disebut sebagai ideologi Wahabi baru (new Wahabi) di negara itu.
Pada Desember ini, bulan musim dingin di Arab Saudi dimeriahkan oleh berita hangat tentang konser musik besar bertema MDLBeast Soundstorm 2021 selama empat hari (16-19/12) di kawasan Banban, sekitar 40 kilometer utara kota Riyadh, ibu kota Arab Saudi.
Konser musik tersebut meraih sukses besar dengan menyedot sekitar 700.000 penonton. Para musisi kelas dunia turut meramaikan konser musik itu, seperti DJ asal Perancis, David Guetta, Afro Jack, DJ Steven Aoki, Tiesto, hingga DJ Martin Garrix. Turut meramaikan pula, para musisi kelas wahid asal Mesir dan Lebanon, seperti Tamer Hosny, Hamaki, Nancy Ajram, Amr Diab, dan Elissa.
Sebelumnya, 5 Desember, Arab Saudi menggelar Formula 1 di sirkuit jalan raya Jeddah Corniche. Kemudian pada 6-15 Desember, Arab Saudi menggelar Festival Film Internasional Laut Merah di Jeddah. Aktor dan aktris Arab Saudi serta dari negara-negara lain berjalan di karpet merah, mengenakan busana pesta dalam acara pembukaan festival.
Apa yang terjadi di Banban dan Jeddah pada Desember ini serta peristiwa serupa sebelumnya adalah wujud dari wajah baru ideologi Wahabi. Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman (MBS), yang mengusung Visi Arab Saudi 2030 pada tahun 2016, segera membingkai visi tersebut dengan landasan ideologi Wahabi baru.
Wahabi baru adalah ideologi baru di Arab Saudi yang diusung MBS dalam bentuk Islam moderat, modern, dan rasional. Ideologi itu merupakan antitesis Wahabi lama yang menjadi ideologi Arab Saudi sejak berdirinya negara Arab Saudi I tahun 1744 hingga Arab Saudi III tahun 1932.
Dalam berbagai diskursus, termasuk di media, nama ideologi Wahabi baru disematkan kepada negara Arab Saudi saat ini karena MBS dan pejabat tinggi lainnya di negara itu tidak pernah secara terang-terangan menyatakan bahwa mereka meninggalkan Wahabi sebagai ideologi negara mereka. Artinya, MBS tetap berpegang teguh atas ideologi Wahabi, tetapi dengan prespektif baru yang moderat dan rasional.
Di mata MBS, mengusung ideologi Wahabi baru merupakan keniscayaan demi mulusnya laju Visi Arab Saudi 2030. MBS dalam wawancara khusus dengan harian Asharq al-Awsat edisi 16 Juni 2019 menegaskan, Visi Arab Saudi 2030 telah beralih dari proses perencanaan ke proses pelaksanaan semua programnya.
MBS sejak awal menyadari, visi tersebut akan membawa perubahan besar-besaran di Arab Saudi. Visi Arab Saudi 2030, yang semula dirancang untuk reformasi ekonomi dengan cara melakukan diversifikasi sumber ekonomi, tidak terelakkan merambah ke sektor sosial-budaya. Itu karena salah satu pilar andalan proyek visi tersebut adalah pengembangan semasif mungkin sektor pariwisata yang sangat beririsan dengan sosial-budaya.
Diversifikasi ekonomi dari program visi 2030 cukup berhasil mengantarkan Arab Saudi memperkecil defisit anggaran belanja negara terhadap PDB dari 15,8 persen pada tahun 2015 menjadi hanya 4,5 persen pada 2019. Gerak laju visi 2030 terhenti akibat pandemi Covid-19 pada 2020 hingga pertengahan 2021.
Keberhasilan Arab Saudi saat ini mengendalikan laju Covid-19 menimbulkan kepercayaan lagi untuk menggerakkan sektor pariwisata. Kasus positif baru Covid-19 di Arab Saudi, Jumat (24/12/2021), misalnya, hanya 332 kasus. Itu sebabnya, negara tersebut percaya diri saat menggelar konser musik skala besar dengan menghadirkan musisi kelas dunia dan perhelatan internasional lain.
Arab Saudi juga telah mengizinkan beberapa negara mengirim jemaah umrahnya ke Mekkah dan Madinah.
Saingi Dubai
Arab Saudi berambisi menyaingi Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), yang sudah sejak lama menggelar berbagai perhelatan internasional untuk menarik turis asing. Keberhasilan Dubai melakukan diversifikasi ekonomi dalam lebih dari dua dekade ini menjadi model dan inspirasi negara-negara Arab Teluk lain, khususnya Arab Saudi.
Dalam konteks global, Arab Saudi terinspirasi China yang sukses besar menerapkan kebijakan ekonomi dan sosial-budaya terbuka, tetapi tertutup dalam politik. Untuk itu, MBS menerapkan ideologi Wahabi dengan perspektif baru, meninggalkan Wahabi lama yang kaku, tertutup, konservatif, dan membelenggu Arab Saudi selama ini.
Akibat terbelenggu oleh ideologi Wahabi lama itu, Arab Saudi sangat tertinggal dari negara Arab Teluk lain, seperti Uni Emirat Arab (UEA), Qatar, dan Kuwait. Menurut akademisi Arab Saudi, Khalid al-Dakhil, dalam artikelnya di harian Al Hayat edisi 21 Februari 2016, ideologi Wahabi bisa dievalusi sesuai dengan tuntutan zaman.
Al-Dakhil menyebutkan, ideologi Wahabi yang diadopsi negara Arab Saudi sebelum ini hanya relevan untuk era sebelum dan saat mendirikan negara Arab Saudi tahun 1932 serta pada era upaya memperkuat negara itu.
Sejauh ini pun laju ideologi Wahabi baru di Arab Saudi tidak mendapat tantangan berarti, baik dari kalangan keluarga besar Al-Saud yang berkuasa maupun berbagai elemen masyarakat di negara itu. Memang sempat muncul kecemasan bahwa Visi Arab Saudi 2030 akan mengundang perlawanan, khususnya dari kalangan ulama konservatif. Maklum, visi tersebut bukan dari hasil dialog horizontal dengan berbagai elemen masyarakat, tetapi sepenuhnya dari ide MBS.
Sejauh ini MBS mampu menjaga stabilitas di lingkungan keluarga besar Al-Saud ataupun masyarakat Arab Saudi. MBS memang tidak segan-segan menggunakan tangan besi terhadap siapa pun yang mencoba mengganggu jalannya visi Arab Saudi 2030.
Kasus tewasnya wartawan senior Arab Saudi, Jamal Khashoggi, di Istanbul pada Oktober 2018 dan penangkapan terhadap sejumlah ulama kritis merupakan gambaran aksi tanpa kompromi MBS atas upaya yang dianggap mengganggu jalannya visi 2030. Bagi MBS, visi Arab Saudi 2030 adalah pertaruhan masa depan kekuasaannya dan negara Arab Saudi.
Kultur politik di Arab Saudi sejak berdirinya negara itu pada 1932, yang menempatkan raja dan keluarga besar Al-Saud semisakral, juga berandil besar atas berhasilnya MBS menciptakan stabilitas negeri. Meskipun tengah dilanda perubahan besar dalam ekonomi dan sosial-budaya, tidak terlihat ada guncangan besar di tubuh keluarga Al-Saud ataupun kelompok konservatif di negara itu.