Negosiasi antara Rusia dan NATO belum menemukan titik terang. Akibatnya, krisis di perbatasan Ukraina-Rusia bisa berlangsung lama sehingga menimbulkan tantangan serius.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·4 menit baca
LONDON, KAMIS – Alotnya negosiasi berisiko membuat krisis antara Rusia dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) berlangsung lama. Ini menjadi tantangan bagi berbagai pihak, termasuk Barat dalam menjaga soliditas kekuatan serta menjaga stabilitas ekonomi setiap negara dan kawasan.
Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss, di London, Kamis (17/2/2022), menyatakan, krisis Ukraina bisa saja berlarut sampai berbulan-bulan. Hal itu mungkin masuk dalam skenario yang dikehendaki oleh Rusia.
Jika hal itu sampai terjadi, Truss melanjutkan, akan benar-benar menjadi tantangan bagi kekuatan Barat. Tidak semata terkait semangat menjaga persatuan, menghadirkan kekuatan militer, dan melanjutkan upaya diplomasi, tetapi juga implikasi-implikasi yang mungkin muncul bagi sisi perekonomian. ”Kita tidak bisa membiarkan situasi ini menjadi semacam luka yang berkepanjangan,” katanya.
Truss meninggalkan London pada Kamis dan mengunjungi beberapa negara Eropa. Langkah itu menjadi bagian dari upaya diplomatik kekuatan Barat untuk mencegah invasi Rusia ke Ukraina. Truss akan bertemu dengan mitra-mitra sejawatnya di Ukraina dan Polandia. Dia selanjutnya akan menghadiri Konferensi Keamanan Muenchen di kota selatan Jerman itu, Sabtu (19/2).
Menghadapi krisis di Ukraina, NATO memastikan kekuatan militer sekaligus melanjutkan upaya diplomasinya. Dalam bidang militer, NATO mengerahkan tentara di Polandia, Lituania, Latvia, dan Estonia. Amerika Serikat, misalnya, telah menambah pasukannya di sejumlah negara anggota NATO di sekitar Ukraina.
Sementara dalam hal diplomasi, sejumlah pemimpin negara anggota NATO bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dalam dua pekan terakhir. Mereka juga bertemu dengan sesama pemimpin negara anggota NATO.
Adapun diplomasi yang dilakukan sejumlah pihak terkait belum menemukan titik terang. Negosiasi antara Presiden AS Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai faktor penentu, sejauh ini juga belum membuahkan hasil menjanjikan. Mereka tetap pada posisinya masing-masing.
Negosiasi antara Presiden AS Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai faktor penentu, sejauh ini juga belum membuahkan hasil menjanjikan. Mereka tetap pada posisinya masing-masing.
Krisis Rusia dan Ukraina-NATO berawal antara lain dari beda aspirasi antara Ukraina-NATO dan Rusia. Ukraina ingin bergabung dengan NATO. NATO berpandangan, aspirasi suatu negara untuk bergabung dalam aliansi militernya sepenuhnya hak negara tersebut dan tidak bisa diganggu negara lain.
Sementara Rusia bersikeras bahwa bergabungnya Ukraina ke dalam NATO akan mengancam keamanan negaranya yang berbatasan langsung dengan Ukraina. Rusia juga berpandangan, perluasan NATO ke timur adalah pelanggaran janji.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, dalam keterangan kepada wartawan, menyatakan, Rusia tidak akan ambil pusing dengan berbagai keberatan soal pengerahan pasukan di perbatasan, termasuk yang disampaikan AS.
”Pertama-tama, kami tidak siap dan kami tidak akan mempertimbangkan keluhan tentang bagaimana kami memindahkan angkatan bersenjata di wilayah negara kami. Ini adalah hak kedaulatan kami dan kami tidak bermaksud membicarakannya dengan siapa pun,” katanya sebagaimana dikutip dari TASS, kantor berita Rusia.
Peskov mengatakan, Menteri Pertahanan Rusia Sergey Shoigu sebelumnya telah melaporkan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin bahwa ”fase latihan tertentu di wilayah yang berdekatan dengan perbatasan dengan Ukraina, di Crimea, hampir selesai”. Ketika fase-fase latihan itu diselesaikan, unit-unit mulai kembali ke pangkalan militer permanen mereka dan proses ini telah dimulai.
”Ini adalah proses yang panjang. Jelas bahwa kontingen untuk latihan dan untuk latihan itu sendiri makan waktu selama berminggu-minggu. Tentu saja, tidak mungkin menariknya dalam satu hari. Mereka tidak bisa begitu saja naik ke udara dan terbang sekaligus,” katanya.
Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace mengatakan, NATO akan terus memperkuat sayap timurnya untuk melawan ancaman Rusia. ”Kami sangat serius tentang bagaimana kami akan menghadapi ancaman yang saat ini ditujukan atas Ukraina dan berpotensi terhadap keamanan kami,” kata Wallace.
Dia berbicara menjelang pertemuan para menteri pertahanan NATO dan sejawat mereka dari Ukraina dan Georgia di Brussels, Belgia. ”Ini bukan lelucon atau masalah ringan. Ini adalah tantangan nyata bagi stabilitas Eropa. Salah satu cara kami dapat memastikan tidak ada limpahan akibat atau eskalasi adalah dengan memberikan ketahanan kepada mitra kami di NATO dan itulah yang kami lakukan,” katanya.
Associate Profesor University of Reading, Jorge Guira, dalam analisisnya di The Conversation, berpendapat, invasi atas Ukraina adalah bagian dari strategi keamanan dan ekonomi Moskwa terhadap kekuatan Barat. Ia bahkan melihat kemungkinan bahwa seluruh peristiwa yang menegangkan, paling tidak hingga saat ini, adalah bagian dari gertakan Rusia untuk melemahkan ekonomi Ukraina dan menabur perselisihan di Eropa.
Rusia pun dinilai telah menyiapkan strategi sekiranya Barat menerapkan sanksi ekonomi terhadap Moskwa. Dalam jangka menengah, misalnya, Rusia dapat menjual sebagian besar energinya melalui aliansi dengan China.
Putin, Guira melanjutkan, juga telah mendirikan daerah otonomi khusus di Rusia sebagai ”suaka ekonomi” bagi Rusia dan warganya. Banyak warga negara terkaya di Rusia mempertimbangkan dan akan memiliki waktu untuk menyesuaikan keuangan mereka dalam menghadapi pemutusan akses ke bank- bank Barat, misalnya. (AFP/REUTERS)