Berhasil Kendalikan Harga Daging Babi, China Turunkan Inflasi
Pemerintah China berhasil menekan inflasi di awal tahun berkat langkah-langkah intervensi dalam menstabilkan harga konsumen dan produsen. Pengendalian harga daging babi berperan signifikan dalam menekan inflasi itu.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·4 menit baca
BEIJING, RABU – Inflasi di China, negara kekuatan ekonomi terbesar kedua dunia, melambat pada Januari 2022. Ini ditunjukkan data resmi Pemerintah China, Rabu (16/2/2022). Beijing bertekad untuk terus mengendalikan harga setelah mampu menekan laju inflasi.
Biro Statistik Nasional (NBS) China, Rabu, melaporkan bahwa indeks harga konsumen (CPI) negara itu pada Januari 2022 turun dibandingkan sebulan sebelumnya. Hal ini setelah Pemerintah China mampu mengendalikan harga babi.
Indeks harga produsen (PPI) juga berhasil diturunkan pada periode yang sama setelah pemerintah pusat mengambil langkah intervensi menstabilkan biaya bahan baku yang tinggi dan mengatasi krisis energi yang akut.
CPI diterapkan untuk menghitung perubahan biaya hidup dengan menyesuaikan sumber pendapatan dan biaya. Adapun PPI digunakan untuk menghitung pertumbuhan riil dengan menyesuaikan sumber pendapatan yang meningkat.
Secara tahunan, angka CPI China itu naik 0,9 persen pada Januari. Kenaikan ini lebih rendah daripada perkiraan sebelumnya oleh pasar, yakni 1 persen. Angka itu juga jauh di bawah perkiraan analis dan lebih rendah dibandingkan pada Desember 2021 yang mencatat kenaikan 1,5 persen.
NBS China, Rabu, mengungkapkan bahwa harga daging babi turun 41,6 persen pada Januari dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Harga itu juga 4,9 poin persentase lebih rendah daripada harga di Desember 2021. Penurunan harga daging babi ini telah menurunkan CPI China secara keseluruhan sebesar 0,96 poin persentase.
Ahli statistik senior NBS, Dong Lijuan, sebagaimana dikutip Global Times, mengatakan bahwa harga konsumen tetap stabil secara keseluruhan berkat upaya pemerintah untuk memastikan pasokan pasar yang stabil menjelang Festival Musim Semi.
PPI China pada Januari 2022 tercatat naik 9,1 persen secara tahunan. Angka ini juga lebih rendah dari proyeksi kalangan ekonom yang memperkirakan angkanya akan naik 9,5 persen. Angka PPI itu juga turun dari kenaikan pada Desember 2021 yang sebesar 10,3 persen.
Dong menyatakan bahwa harga batubara, baja, dan industri lainnya turun pada Januari sehingga menurunkan harga keseluruhan produk industri. Inflasi pabrik telah berkurang dalam beberapa bulan terakhir dari level tertinggi 26 tahun pada Oktober 2021.
Hal itu terjadi setelah pemerintah pusat melakukan intervensi untuk menstabilkan biaya bahan baku yang tinggi dan mengatasi krisis energi yang akut.
Bloomberg melaporkan, para ekonom memperkirakan PPI China akan terus melemah sepanjang tahun, yakni pada rata-rata 3,9 persen pada 2022. Perencana ekonomi China juga memperkirakan, PPI akan mereda secara bertahap seiring kebijakan moneter yang lebih ketat di seluruh dunia dapat membantu melemahkan harga-harga komoditas global.
Penurunan PPI yang berkelanjutan akan mengurangi tekanan pada produsen untuk membebankan biaya yang lebih tinggi kepada pelanggan. Ini akan menjadi kabar baik bagi prospek inflasi global.
Namun, beberapa ketidakpastian tetap ada, khususnya lonjakan harga minyak sebagai akibat dari meningkatnya ketegangan geopolitik global. ”Kami memperkirakan PPI akan terus melemah pada 2022, sementara harga minyak tetap menjadi ketidakpastian terbesar,” kata Bruce Pang, Kepala Penelitian Makro dan Strategi di China Renaissance Securities Hong Kong Ltd.
Langkah PBoC
Inflasi yang lebih lambat akan memberikan ruang terhadap bank sentral China untuk memangkas suku bunganya. Bank sentral juga serta-merta memompa likuiditas ke dalam sistem keuangan guna mendukung perekonomian yang goyah. Beijing memilih cenderung lebih pro-pertumbuhan dibandingkan pro-stabilitas pada akhir tahun lalu karena kemerosotan pasar properti dan wabah Covid-19 yang berulang kali menyeret pertumbuhan ekonominya.
Gubernur Bank Sentral China (People’s Bank of China/PBoC) Yi Gang mengatakan, Rabu, bahwa kebijakan moneter akan tetap mendukung pertumbuhan meskipun ia mengharapkan ekonomi kembali ke tingkat pertumbuhan potensial tahun ini.
Otoritas PBoC diperkirakan sejumlah ekonom akan kembali menurunkan tingkat suku bunganya dalam beberapa bulan mendatang. Otoritas PBoC dilaporkan memilih untuk menahan diri dari langkah memotong suku bunga pada pekan ini. China menurunkan suku bunga pinjaman perumahan pada pertengahan Januari lalu sebagai upaya untuk menopang ekonominya yang melambat.
Data menunjukkan, ekonomi China pada Desember tahun lalu masih terus melemah, khususnya pada konsumsi dan sektor properti. Padahal, keduanya merupakan pendorong pertumbuhan utama ekonomi China. China menurunkan suku bunga pinjaman satu tahun (LPR) sebesar 10 basis poin menjadi 3,70 persen dari 3,80 persen. LPR lima tahun juga diturunkan 5 basis poin menjadi 4,60 persen dari 4,65 persen. Ini pemotongan pertama sejak April 2020.
”Inflasi yang lebih rendah mencerminkan permintaan domestik yang lemah,” kata Zhiwei Zhang, kepala ekonom di Pinpoint Asset Management. ”Penurunan siklus properti dan wabah Covid-19 di beberapa kota telah membatasi kegiatan ekonomi.”
Data resmi terkait inflasi itu dirilis setelah Perdana Menteri China Li Keqiang pada pertemuan Dewan Negara, Senin (14/2), mengeluarkan peringatannya soal inflasi. Sebagaimana dilaporkan media Xinhua, pada pertemuan itu pemerintah akan melakukan upaya untuk memastikan ketahanan pangan dan energi, termasuk peningkatan pasokan batubara dan dukungan agar pembangkit listrik tenaga batubara beroperasi dengan kapasitas penuh.
”Kami yakin dan mampu mengatasi inflasi, tetapi kami harus tetap waspada,” kata Li. ”Jika terjadi, inflasi akan berdampak besar pada masyarakat. Karena itu, penting untuk memastikan pasokan dan menjaga harga tetap stabil.” (AFP/REUTERS)