Tensi Meningkat, Sejumlah Negara Minta Warganya Tinggalkan Ukraina
Situasi di perbatasan Rusia-Ukraina semakin tegang. Perang bisa pecah sewaktu-waktu sekalipun upaya diplomasi masih terus dilakukan.
Oleh
FX LAKSANA AGUNG SAPUTRA
·3 menit baca
KIEV, SABTU - Eskalasi konflik Rusia melawan Ukraina semakin nyata seiring upaya diplomasi yang tak kunjung membuahkan solusi. Dalam kondisi yang serba tak menentu itu, pemerintahan sejumlah negara telah meminta warga negaranya untuk segera meninggalkan Ukraina.
”Ukraina siap untuk segala perkembangan situasi yang berhubungan dengan agresi Rusia,” kata Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky seusai menyaksikan latihan militer di Kherson, wilayah selatan Ukraina, Sabtu (12/2/2022).
Mengutip Kantor Berita Ukrinform, Zelensky menyatakan, ”kejutan” bisa datang sewaktu-waktu. Oleh karena itu, ia mengimbau masyarakat Ukraina agar bertumpu pada kekuatan sendiri.
”Kejutan” bisa datang sewaktu-waktu.
”Kita paham bahwa hal (kejutan) itu bisa terjadi tanpa peringatan. Jadi hal terpenting adalah memastikan bahwa kita siap untuk segala sesuatu yang akan terjadi. Itulah yang sedang kita kerjakan. Kita siap untuk langkah apa pun dari sisi mana pun, dari perbatasan mana pun. Saya pikir para spesialis dan tim, kementerian, dan militer kita pada level yang sangat serius,” kata Zelensky.
Merujuk kajian taktik Kementerian Dalam Negeri, ia mengingatkan bahwa apa pun serangan atau pendudukan yang akan terjadi bakal dimulai dengan destabilisasi dari dalam wilayah Ukraina sendiri. ”Ini adalah cara kerja kelompok-kelompok subversif,” katanya.
Guna mengantisipasinya, Zelensky melanjutkan, Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional Ukraina pada pertemuan 11 Februari telah bertekad memastikan keamanan nasional dari ancaman yang berasal dari dalam dan luar Ukraina. ”Kita tetap jalan sesuai rencana. Kita tidak takut terhadap siapa pun. Tak perlu panik. Semuanya dalam kendali,” katanya.
Sementara itu, krisis Ukraina-Rusia semakin memuncak. Sebanyak 100.000 tentara Rusia berikut persenjataan berat sudah dimobilisasi di wilayah yang berbatasan dengan Ukraina sejak beberapa pekan silam. Rusia juga memobilisasi 30.000 tentaranya di negara mitranya, Belarus. Belarus adalah negara yang juga berbatasan dengan Ukraina.
Mengutip France.24, Moskwa pada pekan ini meningkatkan kehadiran militernya di sejumlah lokasi strategis di sepanjang perbatasan dengan Ukraina. Hal ini merujuk pada citra satelit yang dirilis oleh perusahaan teknologi ruang angkasa yang berbasis di Amerika Serikat (AS) pada hari Kamis.
Sementara militer Ukraina terus menggelar latihan tempur di daerah perbatasan. Beberapa waktu terakhir, pasukan Inggris menggelar pelatihan untuk militer Ukraina. Adapun AS memobilisasi 3.000 tentara tambahan ke Polandia. Polandia yang juga anggota NATO itu berbatasan dengan Ukraina dan Belarus.
Eskalasi itu menyebabkan sejumlah pemerintah meminta warga negaranya untuk segera meninggalkan Ukraina. Di antaranya AS, Inggris, Jerman, dan Belanda. Langkah serupa, mengutip CNN, juga dilakukan negara-negara Timur Tengah, seperti Kuwait, Arab Saudi, Jordania, Uni Emirat Arab, dan Israel.
Bahkan Departemen Luar Negeri (Deplu) AS juga menarik sebagian staf kedutaannya di Kiev. Hal sama dilakukan Rusia. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova, Sabtu, menyatakan, Rusia ”mengoptimalkan” anggota stafnya di kedutaan Rusia di Kiev. Hal ini disebutkan sebagai respons atas kemungkinan aksi militer dari pihak Ukraina.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken berbicara melalui telepon pada hari Sabtu. Lavrov mengatakan kepada Blinken bahwa agresi Rusia terhadap Ukraina adalah propaganda AS dan sekutunya. Targetnya adalah provokasi.
Di tengah situasi itu, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Amerika Serikat Joe Biden dijadwalkan berbicara lewat telepon pada Sabtu (12/2) malam waktu setempat atau Minggu (13/2) dini hari WIB. Sebelum berbicara dengan Biden, Putin sedianya akan tersambung melalui telepon dengan Presiden Perancis Emmanuel Macron. Keduanya telah bertemu di Moskwa pada awal pekan ini.
Krisis berawal dari NATO yang berupaya mengekspansi keanggotaannya ke Eropa Timur. Salah satu targetnya Ukraina yang berbatasan dengan Rusia. Bagi Rusia, ini merupakan ancaman dan pelanggaran terhadap perjanjian. (AFP/AP/REUTERS/LAS)