Diplomasi Ulang Alik Pemimpin Eropa demi Deeskalasi Krisis Ukraina
Kepala negara dan pejabat tinggi negara-negara Eropa barat turun langsung mengupayakan penurunan ketegangan di perbatasan Ukraina-Rusia. Namun, sejauh ini, opsi yang ada membuat Ukraina terjepit.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
MOSKWA, KAMIS — Upaya deeskalasi ketegangan di perbatasan Ukraina dan Rusia terus berlangsung. Menteri Luar Negeri Inggris, Polandia, serta Spanyol ikut terjun guna meredam ketegangan yang makin memuncak.
Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss terbang ke Moskwa untuk berbicara dengan koleganya, Menlu Rusia Sergei Lavrov. Selama ini Inggris mendukung kebijakan Amerika Serikat dalam menghadapi Rusia. Dalam pertemuan itu, Truss akan kembali mengingatkan Rusia konsekuensi besar bagi semua negara yang terlibat dalam ketegangan di perbatasan.
”Rusia punya pilihan di sini. Kami sangat mendorong mereka untuk terlibat, mengurangi eskalasi, dan memilih jalan diplomasi,” kata Truss sebelum terbang ke Moskwa, Rabu (9/2/2022). Ini kunjungan pertama pejabat Inggris ke Rusia dalam empat tahun terakhir.
Truss mendesak Moskwa untuk mematuhi perjanjian internasional yang berkomitmen menghormati kemerdekaan dan kedaulatan Ukraina. Dia juga menyatakan, Kremlin tidak perlu meragukan reaksi AS dan sekutunya jika Rusia benar-benar menginjakkan kaki di wilayah teritorial Ukraina, sahabat AS dan sekutunya.
Selama beberapa pekan terakhir, para pemimpin negara-negara Barat terlibat langsung dalam upaya negosiasi untuk mengurangi ketegangan di perbatasan Ukraina-Rusia. Presiden Perancis Emmanuel Macron melakukan diplomasi ulang alik ke Moskwa dan Kiev untuk bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin, Senin (7/2/2022), dilanjutkan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy pada hari berikutnya.
Dia kemudian terbang ke Berlin untuk bertemu Kanselir Jerman Olaf Scholz dan Presiden Polandia Andrzej Duda, yang saat ini memimpin Organisasi Kerja Sama dan Keamanan Eropa (OSCE). Setelah itu, Macron berbincang dengan Presiden AS Joe Biden, memberi tahu hasil pertemuannya dengan Putin serta Zelenskyy.
Macron mengatakan, Putin telah menyatakan bahwa Rusia tidak akan memulai tindakan yang akan memicu ketegangan baru. Akan tetapi, Putin juga mengakui perlu waktu untuk menemukan solusi diplomatik guna mengatasi krisis keamanan terbesar antara Rusia dan negara-negara Barat seusai era Perang Dingin.
Sementara Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, yang tengah menghadapi tekanan di dalam negeri, akan terbang ke Polandia, Kamis (10/2/2022) waktu setempat, setelah negara itu berjanji mengirim 350 tentara ke perbatasan Polandia dan Belarus.
Terjepit
Sejumlah kantor berita negara-negara Barat memberitakan soal optimisme jalur diplomasi yang saat ini tengah dijalankan Macron, Scholz, dan beberapa pemimpin lainnya. Namun, sejauh ini tidak ada penjelasan detail soal apa yang ditawarkan oleh Macron dan Scholz kepada Rusia dan Ukraina agar ketegangan di perbatasan tidak berujung pada konflik terbuka.
Rusia menuntut jaminan keamanan besar-besaran dari NATO dan Amerika Serikat, mulai dari soal keanggotaan Ukraina di NATO hingga keinginan agar AS dan sekutu Barat menarik kembali seluruh persenjataan serta pasukan di wilayah Eropa Timur. Tuntutan ini ditolak oleh AS dan NATO. Setelah pertemuan dengan Macron, Putin menyatakan Moskwa akan ”melakukan segalanya untuk menemukan kompromi yang cocok bagi semua orang”.
Dia mengatakan, beberapa proposal yang diajukan oleh Macron dapat membentuk dasar untuk langkah lebih lanjut dalam meredakan krisis di Ukraina, tetapi tidak memberikan rincian apa pun.
Penjelasan agak mendetail disampaikan Duta Besar Perancis untuk AS Philippe Etienne dalam sebuah wawancara dengan kantor berita PBS, Selasa (8/2/2022). Dalam wawancara televisi bertajuk News Hour, Etienne mengatakan, Pemerintah Ukraina dan Rusia sepakat menjalankan butir-butir kesepakatan tersebut sebagai jalan menuju deeskalasi. Etienne juga ikut serta menyusun substansi Perjanjian Minsk 2014.
Salah satu butir dalam Perjanjian Minsk, yang disupervisi Jerman dan Perancis, adalah pemberian status otonomi khusus pada wilayah Donetsk dan Luhansk. Dua wilayah ini sekarang dikuasai oleh kelompok separatis pro-Rusia. ”Kami memahami hal ini subyek yang sulit bagi mitra kami, Ukraina. Tapi, kami bersama Jerman, dalam format Normandia, melibatkan diri dengan Rusia dan akan melanjutkan proses ini,” kata Etienne.
Kiev telah menetapkan tiga garis merah yang tidak bisa dilanggar oleh siapa pun, yaitu tidak ada kompromi soal integritas wilayah Ukraina, tidak ada pembicaraan langsung dengan kelompok separatis, dan tidak boleh ada satu pihak pun yang turut campur dalam kebijakan luar negeri mereka.
Etienne mengatakan, para pihak yang terlibat dalam situasi ini harus ambil bagian dalam perumusan kebijakan. Namun, dia menegaskan kembali, mereka tidak akan menerima tambahan keinginan atau persyaratan baru yang pernah dijalankan oleh Pemerintah Ukraina dalam penerapan isi Perjanjian Minsk. (AP/AFP)