Eropa berusaha mencari solusi diplomatik atas krisis Rusia-Ukraina. Hampir seluruh Eropa akan terdampak jika krisis itu meletus menjadi perang.
Oleh
KRIS MADA
·5 menit baca
MOSKWA, SELASA - Raksasa Eropa, Jerman dan Perancis, mengintensifkan upaya mencegah krisis Rusia-Ukraina menjadi konflik terbuka. Para pemimpin dan pejabat kedua negara terbang dan bertemu pihak-pihak berkepentingan untuk membujuk para pihak agar mau meredakan ketegangan.
Presiden Perancis Emanule Macron menemui Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskwa, Senin (7/2/2022) malam waktu setempat atau Selasa dini hari WIB. Di hari yang sama, Kanselir Jerman Olaf Scholz menemui Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden di Washington DC. Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock kembali melawat ke Ukraina untuk bertemu Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba dan Perdana Menteri Ukraina Denys Shmygal.
“Pembicaraan ini bisa menjadi permulaan arah yang kita tuju, peredaan ketegangan. Saya berharap bisa menghindari perang, membangun perangkat untuk saling mempercayai dan menciptakan stabilitas yang bisa diterima semua pihak,” kata Macron selepas bertemu Putin.
Macron mengaku telah menyampaikan jaminan keamanan konkret kepada Putin. “Presiden Putin memastikan kesiapannya untuk terus berkomunikasi dan keinginannya menjaga stabilitas dan keutuhan wilayah Ukraina,” kata dia.
Sementara Putin berharap masalah di Ukraina bisa diselesaikan secara damai. “Rusia akan melakukan apa pun untuk berkompromi dengan Barat,” kata dia sebagaimana dikutip TASS, kantor berita Rusia.
Di sisi lain, Putin menekankan pentingnya penerapan Kesepatan Minks. Ia mengacu pada kesepakatan yang dicapai antara Pemerintah Ukraina dengan kelompok milisi di Ukraina Timur pada pertemuan di Minks, Belarus, 2015 dan 2019. Kiev dan milisi setuju menghentikan baku tembak. Konsesinya, sebagian Ukraina Timur mendapat hak otonomi khusus. Sampai sekarang, hak otonomi khusus itu tak kunjung diwujudkan.
Ada pun pertemuan di Washington menghasilkan pernyataan lebih keras. Biden kembali mengulangi ancaman menghentikan total proyek pipa gas Nord Stream 2 jika Moskwa menyerbu Kiev. “Tidak akan ada lagi Nord Stream 2. Kami akan mengakhiri itu,” kata dia selepas bertemu Scholz.
Namun, Scholz menolak menjawab secara lugas saat ditanya soal pipa gas yang penting bagi Rusia dan separuh Eropa itu. Rusia berusaha mengalihkan jalur pasokan gas ke Jerman dan sejumlah negara Eropa, dari jaringan yang melintasi Ukraina menjadi jaringan Nord Stream 2 yang melintasi Laut Baltik.
Moskwa bisa mendapat miliaran dollar AS per tahun dari penjualan gas ke Eropa. Sebab, gas Rusia menjadi andalan sumber energi Jerman, Austria, Ceko, Polandia, hingga Hungaria. Kebutuhan gas juga semakin vital bagi Eropa seiring komitmen mengurangi penggunaan batu bara.
Pemerintah Jerman tidak kunjung sepakat soal Nord Stream 2. Sebagian anggota kabinet Scholz mendesak proyek itu jangan diganggu. Pertimbangannya, distorisi pada proyek itu akan membahayakan keamanan energi Jerman, negara terkaya di Uni Eropa.
Faktor ini yang antara lain membuat Jerman sangat berhati-hati dalam mengambil kebijakan terhadap krisis Ukraina-Rusia. Sikap yang tidak ingin terlalu frontal ini misalnya tampak pada kebijakan Berlin yang menolak mengirimkan senjata ke Kiev. Kedutaan Besar Ukraina di Berlin pernah mengungkap, Kiev berharap Berlin bisa memberikan persenjataan agar Ukraina bisa mempertahankan diri.
Rusia menjadi andalan pemasok energi Eropa. Dari hampir 400 miliar kaki kubik kebutuhan gas Eropa setiap tahun, hampir 150 miliar kaki kubik dipasok Rusia
Pakar Eropa Timur pada German Council on Foreign Relations, Stefan Meister, menyebut bahwa Berlin mungkin akan sepakat dengan Washington soal Nord Stream 2. Namun Berlin tidak akan pernah mengirimkan persenjataan ke Kiev. “Scholz sudah menegaskan, Jerman tidak akan mengirim senjata,” katanya kepada Deutsche Welle, media Jerman.
Rusia menjadi andalan pemasok energi Eropa. Dari hampir 400 miliar kaki kubik kebutuhan gas Eropa setiap tahun, hampir 150 miliar kaki kubik dipasok Rusia. Proyek Nord Stream 2 menjadi salah satu andalan untuk melancarkan pasokan itu. Rusia sebagai eksportir, sedangkan sejumlah negara yang dilalui jaringan pipa itu bisa mendapat miliaran dollar AS per tahun. Pendapatan tersebut diperoleh dari penjualan gas dan biaya penyaluran.
Kuleba mengulangi pesan yang pernah disampaikan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. Secara terbuka, Zelenskyy meminta negara-negara adidaya agar tidak terlalu heboh menggembar-gemborkan bahwa peperangan akan terjadi. Narasi perang ini tidak baik bagi mental bangsa Ukraina yang setiap hari harus dirundung kecemasan atas risiko konflik terbuka itu.
Terpisah, Penasihat Kepresidenan Ukraina Mykhailo Podolyak menyakini ada solusi diplomatik untuk menyelesaikan krisis Kiev-Moskwa. Bahkan, peluang solusi diplomatik tetap lebih tinggi dibandingkan peningkatkan ketegangan.
Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) pun kembali menyatakan tidak akan terlibat secara militer di Ukraina. NATO akan membantu Kiev dengan cara lain. “Demi mencegah Rusia melakukan itu (penyerbuan ke Ukraina), penting menunjukkan kepada pemimpinnya bahwa dalam analisa untung rugi, intervensi militer di Ukraina adalah kerugian besar bagi Rusia,” kata Wakil Sekretaris Jenderal NATO Mircea Geoana.
Ia juga mengatakan, tidak ada pembahasan keanggotan Ukraina di NATO. “Ukraina harus memperbaiki banyak hal di dalam negeri. Selain itu, harus ada kesepakatan NATO. Sekarang, tidak ada kesepakatan soal keanggotan Ukraina di NATO,” ujarnya.
Selepas bertemu Putin, Macron kembali mengatakan bahwa negara-negara Eropa bertanggung jawab pada keamanan benua itu. “Rusia adalah negara Eropa. Penting bekerja sama dengan Rusia untuk membangun masa depan Eropa,” kata dia.
Putin pun menyampaikan hal senada. “Kami berbagi perhatian yang sama tentang masalah keamanan Eropa saat ini. Harus dicatat bahwa selama beberapa tahun ini, Perancis sangat aktif menyelesaikan masalah mendasar keamanan Eropa. Saya melihat begitu banyak upaya Pemerintahan Perancis untuk menyelesaikan krisis guna memastikan keamanan bersama Eropa dalam jangka panjang,” kata dia sebagaimana dikutip TASS, kantor berita Rusia.
Kami berbagi perhatian yang sama tentang masalah keamanan Eropa saat ini
Perancis dan Jerman pernah menjadi mediator konflik Rusia-Ukraina pada 2019. Oleh karena itu, Berlin dan Paris berharap para pihak yang terlibat perundingan akan kembali duduk bersama untuk menyelesaikan krisis kali ini. (AFP/REUTERS/RAZ)