Ancaman Putin Paksa Raksasa Eropa Mati-matian Cegah Perang
Eropa akan terseret perang yang tidak akan dimenangi siapa pun jika NATO menerima Ukraina sebagai anggotanya. Sementara tentara Ukraina di garis depan sudah kelelahan
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
BERLIN, RABU — Negara terkaya di Uni Eropa, Jerman dan Perancis, semakin menunjukkan sikap jelas soal krisis Rusia-Ukraina. Mereka berusaha mencari cara agar krisis itu tidak berkembang menjadi perang. Di sisi lain, mereka dan Rusia sama-sama terus menambah kekuatan di garis depan.
Setelah berkeliling, Kanselir Jerman Olaf Scholz dan Presiden Perancis Emmanuel Macron bertemu di Berlin pada Selasa (8/2/2022). Presiden Polandia Andrzej Duda juga hadir dalam pertemuan itu.
Sebelum menjamu Duda dan Macron, Scholz mendatangi Presiden Amerika Serikat Joe Biden. Sementara Macron menyambangi Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. ”Tujuan bersama kami mencegah perang di Eropa,” kata Scholz.
Duda mengatakan, pencegahan perang menjadi tugas utama mereka sekarang. ”Kita harus menemukan solusi mencegah perang. Saya yakin ini bisa dicapai,” katanya.
Sementara Macron mendorong perundingan soal keamanan dengan Rusia. ”Bersama kita harus mencari cara meminta perundingan dengan Rusia,” ujarnya.
Mereka berkumpul setelah Putin menegaskan sikapnya kepada Macron. Putin memperingatkan Eropa akan terseret perang yang tidak akan dimenangi siapa pun. Kondisi itu terjadi jika Ukraina bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) atau mencoba mengambil lagi Semenanjung Krimea. Di sisi lain, Putin juga menegaskan siap berdialog dan melakukan apa pun untuk mencapai kesepakatan dengan negara-negara Barat.
Kesepakatan Minks
Dalam pertemuan di Berlin, Scholz dan koleganya sepakat, salah satu cara meredakan ketegangan adalah menerapkan Kesepakatan Minks. Kesepakatan itu dicapai Rusia-Ukraina dalam pertemuan di Minks, Belarus pada 2015 dan 2019. Dalam kesepakatan yang difasilitasi Jerman-Perancis itu, para pihak menyetujui gencatan senjata dan otonomi luas di Ukraina Timur. Sayangnya, sampai sekarang kesepakatan itu tidak kunjung dijalankan.
Kiev menuding Moskwa memperkeruh suasana karena mempersenjatai milisi di Ukraina Timur. Sementara Moskwa balik menuding Kiev mengingkari janji soal otonomi luas bagi etnis penutur bahasa Rusia di sana.
Kiev dan milisi Ukraina Timur mulai baku tembak setelah Presiden Ukraina Viktor Yanukovych digulingkan pada Februari 2014. Pendukung Yanukovych di Ukraina Timur tidak terima dan angkat senjata. Sampai sekarang, sudah lebih dari 10.000 orang tewas akibat konflik itu.
Kala bertemu Zelenskyy di Kiev, Macron menekankan bahwa perdamaian yang bisa diterima semua pihak sebaiknya dimulai dengan penerapan Kesepakatan Minsk. ”Kesepakatan itu satu-satunya jalan mewujudkan perdamaian, satu-satunya cara mencapai solusi politik,” ujarnya.
Karena itu, ia berharap para pihak dalam penyusunan kesepakatan itu bisa segera kembali bertemu. Untuk mempersiapkan pertemuan itu, para penasihat kepala negara atau kepala pemerintahan Jerman, Perancis, Rusia, dan Ukraina akan bertemu Kamis ini di Berlin.
Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba mengatakan, Kiev siap berunding dan mencari solusi diplomatik. ”Namun, kami tidak akan melanggar batas dan tidak ada yang bisa memaksa kami melanggarnya,” katanya tanpa menjelaskan apa batas yang ditetapkan Kiev.
Proses
Macron menekankan, peredaan ketegangan dan penyelesaian konflik butuh waktu. ”Tidak bisa menyelesaikan krisis ini lewat beberapa jam pembicaraan. Akan butuh berbulan-bulan sampai akhirnya ada kemajuan,” katanya.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrel mengatakan, lawatan Macron ke Moskwa membuka peluang peredaan ketegangan. Walakin, butuh kerja keras lebih lanjut setelah itu. ”Selama orang mau duduk dan berbicara, saya kira ada peluang mencegah konfrontasi militer,” ujarnya.
Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan dan Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg juga menekankan pentingnya mendorong dialog dengan Rusia. Di sisi lain, mereka juga sepakat NATO harus bersiap mempertahankan diri dari semua ancaman.
Akhir pekan ini, anggota NATO mengerahkan ribuan tentara untuk berlatih bersama di Estonia. Aneka persenjataan juga dikerahkan dalam latihan di negara yang berbatasan dengan Rusia itu.
Sebelum itu, Washington menggeser 3.000 tentaranya ke Jerman, Polandia, dan Romania. Di Polandia dan Romania yang berbatasan dengan Ukraina, AS menempatkan lebih dari 8.000 tentara. Sekutu AS di NATO juga menempatkan ribuan tentara di sekitar Ukraina dan Rusia.
Moskwa tidak diam saja. Manuver terbarunya adalah memindahkan enam kapal perang dari Laut Hitam ke Laut Tengah. Pergerakan itu sudah diumumkan sejak Januari 2022. Pada Selasa dan Rabu, kapal-kapal itu bergantian melewati Selat Bosphorus yang menghubungkan Laut Tengah dan Laut Hitam.
Turki, salah satu anggota NATO dan membawahkan Selat Bosphorus, tidak mencegah pelayaran enam kapal perang Rusia itu. Kapal-kapal bernama Korolev, Minsk, Kaliningrad, Pyotr Morgunov, Georgy Pobedonosets , dan Olenegorsk Gornyak.
Selain memindahkan kapal, Rusia juga telah menempatkan 30.000 tentara di Belarus. Moskwa beralasan, mereka sedang berlatih bersama tentara negara yang berada di utara Ukraina itu. Rusia juga punya puluhan ribu tentara di Krimea dan puluhan ribu lain di perbatasan Rusia-Ukraina.
Penempatan total 110.000 tentara Rusia itu memaksa Kiev menempatkan pula hampir separuh dari 209.000 tentaranya di Ukraina Timur. Tentara Ukraina di garis depan mengaku kelelahan mental karena terus-menerus dalam kondisi siaga dan tegang.
Mereka senantiasa harus siap berlindung ke parit atau kubu sementara setiap kali mendengar ledakan. ”Kami muak dengan perang yang tidak berkesudahan ini. Jadikan atau selesaikan saja. Biar mereka serang kami atau kami serbu mereka untuk mengakhiri ketidakpastian. Kami lelah dengan semua ini,” kata seorang tentara yang mengaku bernama Bohdan.
Mereka mengaku jenuh menanti dalam ketidakpastian. Meski mengaku siap pada perang terbuka, mereka juga berharap situasi itu segera berakhir. (AFP/REUTERS)