Sebuah laporan intelijen AS menyebut Rusia telah mempersiapkan pasokan darah bagi pasukannya yang berada di dekat perbatasan Rusia-Ukraina. Laporan ini jadi indikasi kesiapan Rusia untuk menginvasi Ukraina.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
WASHINGTON, SABTU — Amerika Serikat dan sekutunya, NATO, meyakini Rusia hanya membutuhkan waktu sedikit lagi untuk bergerak menuju ke wilayah Ukraina. Kremlin tidak hanya mengirimkan lebih dari 100.000 pasukan dan persenjataan ke wilayah dekat perbatasan dengan Ukraina, tetapi juga melengkapinya dengan pasokan darah yang cukup untuk merawat prajurit yang terluka apabila perang benar-benar terjadi.
Tiga pejabat Pemerintah AS mengatakan hal itu dengan syarat anonim, Jumat (29/1/2022). Keberadaan pasokan darah membuat AS meyakini bahwa Rusia memiliki kemampuan untuk menjejakkan kaki di wilayah Ukraina.
Laporan adanya pasokan darah itu membuat Washington dan Brussels semakin khawatir, terutama setelah Amerika Serikat (AS) dan NATO mengirimkan surat yang menolak memenuhi tuntutan Kremlin. Adapun tuntutannya adalah agar NATO tidak memperluas keanggotaanya ke timur, termasuk beberapa negara eks Uni Soviet. Ukraina, salah satu negara eks Uni Soviet, mengajukan diri menjadi anggota NATO.
Pentagon sebelumnya telah mengakui penyebaran dukungan medis sebagai bagian dari peningkatan keberadaan pasukan Rusia di perbatasan. Namun, menurut Ben Hodges, pensiunan militer AS yang aktif di Pusat Kebijakan Eropa, detail itu sangat penting untuk menentukan kesiapsiagaan militer Rusia. ”Itu (keberadaan pasokan darah) tidak menjamin bahwa akan ada serangan. Namun, Anda tidak akan memilikinya jika Anda tidak akan melakukan serangan,” kata Hodges.
Tiga pejabat AS yang berbicara tentang suplai darah menolak untuk mengatakan secara spesifik kapan AS mendeteksi pergerakan pasokan itu. Namun, dua dari mereka mengatakan bahwa keberadaan suplai darah itu telah berlangsung beberapa minggu terakhir.
Kementerian Pertahanan Rusia tidak segera menanggapi permintaan komentar tertulis. Pentagon juga menolak membahas informasi intelijen. Seorang juru bicara Gedung Putih tidak berkomentar mengenai hal ini, tetapi mencatatnya sebagai peringatan publik AS kesekian kalinya tentang kesiapan militer Rusia di perbatasan.
Peluang dialog
Ukraina, yang berada di tengah-tengah pertarungan kekuatan militer utama dunia, berupaya untuk bersikap tenang. Meski begitu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy mengatakan, rakyat Ukraina harus bersiap-siap menghadapi situasi yang berubah dalam sekejap.
Kepada sejumlah media asing yang berada di Kiev, Ibu Kota Ukraina, Zelenskiy mengatakan, saat ini situasi masih sangat kondusif. Tidak ada pergerakan peralatan militer di jalanan Ukraina.
”Saya tidak menganggap situasi sekarang lebih tegang dari sebelumnya. Saya juga tidak mengatakan eskalasi adalah sebuah hal yang tidak mungkin,” katanya.
Meski Ukraina baru saja mendapat pasokan peralatan tempur dari Washingon, Zelenskiy mengkritik Gedung Putih yang dinilainya telah membuat kesalahan karena menyoroti secara berlebihan risiko perang dalam skala yang masif. Zelenskiy mengatakan, dirinya mengatakan hal ini secara langsung kepada Presiden AS Joe Biden ketika mereka berbicara melalui telepon, Kamis (27/1).
Guna mengurangi ketegangan yang terjadi, Zelenskiy berbicara dengan Presiden Perancis Emmanuel Macron, Jumat (28/1). Dia meminta Macron terus melanjutkan upayanya berkomunikasi dengan Presiden Rusia Vladimir Putin guna mengurangi kemungkinan eskalasi yang berujung pada konflik terbuka. ”Selama kondisinya kondusif, kita harus bertemu dan berbicara,” kata Zelenskiy.
Putin dan Kremlin sejauh ini belum mengeluarkan tanggapan apa pun setelah AS dan NATO mengirimkan surat penolakan untuk memenuhi tuntutan Rusia. Dalam percakapannya dengan Macron via sambungan telepon, Putin menyatakan bahwa Rusia siap berdialog dan menawarkan beberapa hal yang bisa dijadikan pijakan bersama, indikasi bahwa mereka tidak akan menginvasi Ukraina dalam waktu dekat.
Dalam sebuah pernyataan Kremlin, Putin mengatakan bahwa dirinya akan mempelajari terlebih dulu surat AS dan NATO dua hari lalu sebelum memutuskan tindakan lebih lanjut. ”Perhatian tertuju pada fakta bahwa balasan AS dan NATO tidak mempertimbangkan kekhawatiran utama Rusia,” kata Kremlin tentang percakapan Putin dengan Macron.
Sementara seorang pejabat Kepresidenan Perancis mengatakan, dalam pembicaraan dengan Macron, Putin menggarisbawahi bahwa dia tidak ingin eskalasi berlanjut. Ini menguatkan pernyataan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov yang mengatakan bahwa Rusia tidak menginginkan peperangan.
”Jika itu tergantung pada Rusia, tidak akan ada perang. Kami tidak menginginkan perang. Namun, kami juga tidak akan membiarkan kepentingan kami diinjak-injak dengan kasar, diabaikan,” kata Lavrov kepada stasiun radio Rusia.
Seorang pejabat senior Pemerintah AS mengatakan, AS menyambut baik komentar Lavrov tentang Rusia yang tidak menginginkan perang. Namun, menurut pejabat tersebut, AS dan sekutunya perlu melihat bukti di lapangan dan disertai dukungan tindakan yang cepat.
Sejak Desember 2021, kekhawatiran pecahnya perang di perbatasan Rusia-Ukraina kian menguat. Rusia telah memobilisasi sekitar 100.000 tentara dan peralatan militernya di perbatasan. Sementara Ukraina juga menyiagakan pasukannya di perbatasan dengan dukungan NATO.
Persoalan dasarnya adalah karena Ukraina hendak bergabung dengan NATO. Rusia menganggap hal itu sebagai ancaman bagi kepentingan domestik mengingat Ukraina persis berbatasan dengan Rusia. Rusia juga menganggap NATO melanggar janji untuk tidak berekspansi ke Eropa timur. Sementara NATO menilai antara lain bahwa bergabungnya negara ke NATO adalah hak prerogatif negara yang bersangkutan. (REUTERS)